Makalah Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah  satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari  apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau  membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus  dibimbing, diawasi didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami  waktu anak-anak.
Fase remaja  merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali  dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu  berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa  perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah  kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan  perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah “Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja” dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan moral remaja?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3. Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
1. Bagaimana perkembangan moral remaja?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3. Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
C. PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan pendekatan Metode Library Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
D. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Makalah  ini terdiri dari tiga bab, yaitu pertama Pendahuluan meliputi latar  belakang masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan  sistematika pembahasan dan kegunaan pembahasan. Bab dua berisi  pembahasan sedangkan bab tiga berisi penutup.
E. KEGUNAAN PEMBAHASAN
Adapun Manfaat penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi saya pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
b. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang perkembangan moral dan perkembangan remaja.
a. Bagi saya pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
b. Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang perkembangan moral dan perkembangan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN MORAL REMAJA
Istilah  moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat  istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan.  Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan  peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1.  Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan  keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang  dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai  dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.  Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa  yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk  perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,  diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu  anak-anak.
Remaja diharapkan  mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke  dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak  kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya  sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru.  Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
a. Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
b. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja,  laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut  tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu  mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah  dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi.  Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan  menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar  pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap  perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus  dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri  sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama  individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga  dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini  menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap  kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di  internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri  daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa  hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat  pribadi .
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah  salah satu topik tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu  mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat  yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat  di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus  dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis  kepada remaja.
Perkembangan moral  (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan  nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam  interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak  memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap  untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi  dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak  belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan  dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori  Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan  moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia  menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur  kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak  disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek  psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak  memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri  atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang  benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Hal  penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya  untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang  dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin  tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat  moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari  perbuatan-perbuatannya.
B. PERKEMBANGAN KEAGAMAAN REMAJA
Latar  belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan  dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam  menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa  dia.
Agama, seperti yang kita temukan  dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang  keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut,  pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari  sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang  menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama  merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan  keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang  harapan-harapannya.
Dari sudut  pandangan sosial, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki  hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia  pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum  terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap  falsafah hidupnya.
Penemuan lain  menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan  kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali  lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua  puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua,  kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan  (Bossard dan Boll, 1943).
Bagi  remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan,  sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan  sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan  tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias  memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia  ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang  tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan  dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah  mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal  anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan  dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa  remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam  tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap  keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh  karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama  oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami  kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan  tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan  pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa  remaja ini.
Dalam suatu studi yang  dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak  dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget,  ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3,  yaitu formal operational religious thought, di mana remaja  memperlihatkann pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis.  Peneliti lain juga menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada  anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998)  misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin  meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan  konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa yang dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan cirri-ciri pokoknya saja.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja  adalah kegiatan seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam  pengajaran menyulitkan kita untuk menentukan karakteristik doktrin  keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak mendukung seks pranikah.
Oleh  karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan  mungkin lebih penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam  menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah mereka. Remaja yang  sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan pesan-pesan untuk  menjauhkan diri dari seks.
Remaja  masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan  penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan  dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di  sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti  berbagai upacara agama.
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Para  ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat  bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat  di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan  karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah  sebagai berikut:
1). Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut:
a)  Sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam  pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara  hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras  dengan perbuatannya.
b) Pandangan  dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau  mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang  tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c)  Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan)  sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang  selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2). Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut ini:
a)  Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya  kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya  menjelang dewasa.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Menurut  Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari  rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama  berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara  begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik  atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang  bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan  keputusan-keputusan mereka sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Seseorang  dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai  dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.  Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa  yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Ani, 2006, Psikologi Perkembangan, Ciputat : Press Group.
Desmita, 2007. Psikologi Perkembangan, Bandung : Rosda Karya.
Fatimah Enung, 2006. Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia.
Hamalik Oemar, 1995. Psikologi Remaja (dimensi-dimensi perkembangan), Bandung: Maju Mundur.
Hartati Netty, 2004. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hurlock, Elizabeth B. 1980, Psikologi Perkembangan, New York: McGraw-Hill, Inc.
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Panuju, Panut, 1999, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Santrock, John W., 1996, Adolescence (Perkembangan Remaja), The University of at Dallas: Times Mirror higher Education.
Santrock, John W, 1983, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup), University of Texas at Dallas: Brown and Bench-mark.
Yusuf, Syamsu, 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya.
Desmita, 2007. Psikologi Perkembangan, Bandung : Rosda Karya.
Fatimah Enung, 2006. Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia.
Hamalik Oemar, 1995. Psikologi Remaja (dimensi-dimensi perkembangan), Bandung: Maju Mundur.
Hartati Netty, 2004. Islam dan Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hurlock, Elizabeth B. 1980, Psikologi Perkembangan, New York: McGraw-Hill, Inc.
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Panuju, Panut, 1999, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Santrock, John W., 1996, Adolescence (Perkembangan Remaja), The University of at Dallas: Times Mirror higher Education.
Santrock, John W, 1983, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup), University of Texas at Dallas: Brown and Bench-mark.
Yusuf, Syamsu, 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya.







0 comment:
Posting Komentar