Hujan mengguyur kampus di sore
itu, beberapa mahasiswa Teknik Mesin baru saja mengikuti kelas, termasuk aku
dan seorang temanku yang entah aku tak ingin menyebut namanya. Tepat pukul 4.00
kami keluar dari gerbang kampus bersama hujan yang mulai mereda dan aku
menunggu 12 menit di halte kampus sampai hujannya benar benar reda.
Jarak kosan ke kampusku
sebenarnya tidak jauh, hanya 25 menit bila ditempuh dengan berjalan kaki dan 7 menit
bila menggunaka kendaraan. Hanya saja sore itu seorang temanku tadi mengajaku
naik angkot. Aku meraba semua saku dan hanya menemukan uang 4500.
“wah empat ribu lima ratus
doank, dua ribu buat angkot, seribu lima
ratus buat makan malem.”
Fikirku, ah tak apa sekali-sekali.
Keadaaan sore itu tak seperti biasanya,
banyak sekali angkot yang ngetem di jalanan depan kampus. Entah kampusku apa,
jalannya apa, yang jelas mimpi ini sedikit aneh. Aku menaiki angkot berplat
nomor T 1215 VE. Jadi kalau aku hilang, tolong laporkan kendaraan ini ya!
-_-
Ada tujuh Makhluk di dalam angkot, dua orang pria tua,
dua orang ibu-ibu, satu orang anak-anak dan dua orang wanita seumuranku, yang
satu cantik, yang satu biasa-biasa aja. Aku duduk di dekat pintu bersama
temanku yang tak ingin aku sebut namanya.
2 menit berlalu dan angkot masih
berjalan seperti biasanya. Tetiba saja ada terowongan di depan dan kami
melintas kedalam. Disanalah keanehan kembali muncul, angkot yang tadinya
bergitu besar tiba-tiba menjadi kecil. Kami menjadi berdesak-desakan di dalam
mobil namun tak ada seorangpun penumpang selain aku yang terlihat panik. Bahkan
temanku tadi masih terlihat santai seperti sebelum masuk ke terowongan. Ah aku
biarkan saja, aku kelelahan.
3 menit berlalu aku kembali
melihat jalanan, ternyata berbeda dengan rute angkot biasanya. Namun anehnya
pula aku hanya terdiam saja, yah namanya juga mimpi. Mobil kecil itu mulai
mendaki bukit terjal, jalanan disana hanya cukup untuk satu mobil kecil yang
aku tumpangi. Dan kembali mobil terasa sesak, aku jadi bergantungan di tepian
mobil seperti seorang kondektur.
Disana aku melewati jurang yang
cukup dalam. Tapi ketika aku lihat kebawah, telihat seperti grand canyon,
lembah yang sangat Indah. Ada batuan yang tersusun rapi mengitari danau yang
hijau, ada taman yang tertata indah dan rindang. Cukup aneh fikirku, padahal
semalam aku tak memikirkan hal hal indah, terlebih hanya hal-hal berbau galau.
Seketika mobil berhenti, dan
supir menyuruh semua penumpang untuk turun.
“Ada apa pak? Ko berhenti?”
AKu bertanya setengah curiga,
penumpang lainnya tak ada satupun yang berbicara. Hanya seorang wanita cantik
yang keluar dari angkot berjalan kearahku.
“Jalannya sedang diperbaiki,
sepertinya kita harus menginap disini malam ini”
Bicaranya pelan kepadaku, dan dia
berlalu bersama yang lain, turun dari jalanan menuju lembah dibawah. Tiba tiba
aku terkaget, disana banyak sekali buaya besar, di danau di dekat lembah.
Kenapa mereka semua tidak taku melihat buaya itu, apa mereka tak melihatnya
atau memang itu buaya air yang jinak. Ah sudahlah, namanya juga mimpi.
Sulit menggambarkan keadaan
disana, turun sekitar 10 meter dari jalanan, ada lapangan yang cukup luas, di
sampingnya ada batuan yang datar. Turun 10 meter lagi disana ada danau yang
terlihat jernih airnya dan tak terlihat dalam. Ada seekor buaya besar yang
sedang menjemur diri di hari yang mulai gelap, buaya yang lainnya berada di
tengah danau.
Seorang ibu-ibu mendatangi buaya
besar itu dengan berani, kemudian dia menciumnya. Aku cukup kaget melihat
situasi ini, aneh namun membuatku hanya bias terdiam. Wanita itu memegang
kepala buaya itu dan menciumnya, dan tiba-tiba buaya itu berubah menjadi
seorang wanita cantik seumuranku. Rambutnya terurai panjang dengan poni kanan
yang anggun, tingginya hampir sama denganku, kulitnya putih, dadanya 34C dan
sangat sexy. Dia mengenakan paju longgar putih dan celana jeans, siluman yang
trendi fikirku.
Siluman itu berbicara dengan
ibu-ibu yang menciumnya, entah karena cukup jauh, aku tak bisa mendengarnya.
Mungkin mempersilahkan untuk ikut menginap disini semalam.
Hari sudah gelap, aku melirik jam
di tanganku dan menunjukan 20.12. Aku dan temanku
“Alan Albert” memilih tiduran
di batuan tepian danau. Di malam itu tak terasa dingin,
terasa begitu hangat.
Aku membuka notebook dan melihat-lihat tugas untuk minggu depan, tak ada
satupun yang menarik.
Aku melihat lihat sekitaran
danau, aku mencari wanita tadi siang yang menyapaku, wanita cantik itu tak
terlihat lagi sejak sore. Di tepian danau seberang aku menangkap
bayanganwanita, akupun mencoba mendekati wanita
itu. Malam ini tak begitu gelap, langit beratapkan lampu bintang-bintang
menerangi lembah, dan danau ini membuatnya terasa
hangat.
“Hey”
Sapa ku singkat kepada wanita
itu, dia menoleh dan sejenak menatapku, dia tersenyum, dan dia memang wanita
tadi siang.
“Ya? Kamu ga tidur?”
Dia mengenakan baju putih yang
longgar dan celana yang pendek, sekitar 15 cm diatas lututnya. Terlihat kulit
putih mulusnya yang tak ingin aku tatap, terlalu membahayankan.
“Haha ngga, mana mungkin bisa
tidur ditempat begini. Lah kamu?”
Aku duduk di sebelah kirinya,
ikut menikmati danau yang sunyi, sedikit memulai suasana, terlebih ingin
mengenalnya, mungkin saja aku dan dia satu kampus.
“aku masih ingin merasakan
suasana disini, kapan lagi kan ke tempat seperti ini. Aku Nadia,
kamu?”
Dia menjawab pelan dengan suara
lembut, dia menatap danau dengan mata yang dalam.
“Mm aku Mudz. iya, meski kupikir
aku tersesat disini, namun ini lebih indah”
“Lebih indah? Lebih indah dari
apa?”
“Ngga, maksudku disini indah.
Bisa menatap danau yang begitu luas, hangat, diterangi
bintang-bintang
dilangit”
“Namun sayang bila dinikmati
sendiri kan?”
“Haa, iya. Mmm kau kuliah
dimana?”
“hey, kenapa bertanya seperti
itu? Kau tak tau kalau kita sekampus? Ya walau beda
fakultas, aku di akuntansi”
“Wah masa, aku belum pernah
ngeliat kamu dikampus.”
“Ya kamu memang belum pernah,
tapi aku sering ngeliat kamu. Lagian cewe-cewe dikampus banyak yang cantik,
jadi aku ga pernah kamu liat mungkin”
“wah wah ngga lah, emangnya harus
cantik biar bisa dilihat?”
“Seperti itu kan kalo cowok
cowok?”
“Gak semua cowok kan? … Hey, kamu
cantik, bisa jadi yang tercantik dikampus”
“Hmm, bisa jadi? Jadinya kalo
gimana?”
“Ngga, kamu sangat cantik.”
“”
Aku mengalihkan pandangan ke
langit, tanganku memegang tepian batu.
“Langit begitu indah, begitu
menyejukkan hati”
Terasa sesuatu hangat menyentuh
tangan kananku. Aku menarik tanganku dan menoleh kea rah nadia. Ternyata dia
juga sedang kaget, sepertinya dia ta sengaja memegang tanganku.
Kami sejenak saling menatap, aku
melihat wajah cantiknya, putih dihiasi bibir merah dengan senyuman yang manis.
Aku menatap matanya dengan dalam, dia pun sama. Aku menurunkan tangan kananku
kembali di tepian batu, diapun sama. Wajah kami semakin mendekat, kami saling
merasakan hembusan nafas yang semakin terasa deras di pipi.
Semakin dekat dan
bibir kami saling bertemu dan berpautan, kami berciuman, lama.
Entah apalagi yang terjadi
setelah itu aku tak ingin menjelaskan,
ini bukan cerita dewasa.
Fajar mulai menyingsing, akupun
terbangun di batu semalam. Kembali menuju tempat temanku dan membereskan tas.
Aku masih tersenyum mengingat apa yang terjadi semalam.
Aku menghampiri nadia yang sedang
merapikan tas. Dia masih mengenakan baju putih dan celana pendek yang sama.
“Hey Nadia”
“Ya? Ko kamu tau namaku? Kita
pernah bertemu”
“ Jangan jangan!”
TAMAT