Semilir angin berhembus pelan dari arah selatan kota kuningan di pagi hari yang menyenangkan. Menyenangkan untuk beberapa saat, hanya beberapa menit, bisa dihitung dengan jari. Kenapa? Tentu ada sesuatu yang terjadi hari ini. Aku masih duduk memegangi stang motor sambil menarik-narik gas untuk memanaskan mesin.
Jam masih menunjukkan pukul 9.30 pagi. Aku masih berusaha mengirimkan pesan yang sejam lalu masih bertuliskan "pending", kepada seseorang, seseorang yang saat ini ku kagumi namun sudah memiliki status pacar orang lain. Tapi tak apa, sepertinya dia merespon, dia memberikan harapan. Pernah kau dengar "Sebelum janur kuning melengkung, maju terus pantang mundur", begitulah.
Semalam aku dan dia saling mengirim pesan, saling bercerita mengenai suasana malam di rumah sendiri. Saling Bertanya "Sedang apa, sudah makan belum, mau ngapain". Bercengkrama layaknya kami adalah sepasang kekasih, sayangnya tidak. Aku hanya seseorang yang menginginkan harapan darinya, dan kuharap itu bukan sekedar Harapan palsu. Aku ingin menggantikan dia, menggantikan hati dia (kekasihnya) dihatinya, aku ingin jadi kekasihnya...
15 Menit berlalu dan tak kunjung ada balasan, lebih dari sepuluh sms ku tak ada yang dia angkat, mungkin tak ada pulsa fikirku. Aku segera memacu kendaraanku menuju rumahnya di bukit seberang, kurang dari satu jam namun lebih dari 45 menit untuk mencapai rumahnya. Tak apa bagiku, untuk seseorang yang aku sayangi apapun kan dilakukan, begitu kan?
Dengan cepat aku memacu motorku, ingin cepat cepat bertemu dengan dia. Jalanan naik, turun, berliku tajam ataupun tidak, aku tetap memacunya diatas 50km/jam. Berkali kali hampir menabrak mobil di tikungan tajam dan menurun, berkali-kali pula step pijakan kaki mengenai aspal saat menikung. Tak apa, aku ingin segera menemui dia.
35 menit menghabiskan waktu membosankan di jalan, akhirnya aku sampai digang rumahnya, hanya 50m dari Jalan Raya rumahnya berada. Aku siap menemui dia, kuharap dia ada dirumah, kuharap.
"tok tok tok, Assalamu alaikum"..
3 Kali mengetuk pintu dan belum juga ada jawaban dari dalam rumah. Aku menunggu di teras rumahnya, mungkin dia lagi keluar. Sudah hampir 30 menit berlalu dan tak ada orang yang keluar rumah. Aku menghubungi ponselnya dan tetap tak diangkat. "Hey, dimana kau".
Aku tak mungkin menunggu lebih dari ini, aku tak bisa. Tapi ada sesuatu dihatiku yang menyuruhku untuk tetap disini, entah untuk apa. Jam masih menunjukan pukul 10.30 dan aku memutuskan untuk tetap menunggu, setidaknya sampai adzan dzuhur.
Benar saja, aku menunggu disana sampai adzan dzuhur berkumandang dan dia belum juga datang. Ah sudahlah, mungkin baiknya aku pulang, mungkin dia sedang ada acara dan sibuk. "Sudahlah" desahku melemah.
Aku kembali menaiki motor dan memacunya pulang. Pulang dengan berusaha menutupi kekecewaan, ah sudahlah...
Sekitar 1/10 perjalanan aku melepaskan helm dan memasang headset, aku ingin pulang dengan hati yang biasa saja, tanpa kekecewaan, berharap angin dingin bukit ini dapat mendinginkan kepalaku.
Kuputarkan musik Gazette, kumulai dari People Error di tanjakan pertama bukit di daerah itu. Mulai memasuki jalanan yang penuh tikungan dan lagunya mulai habis. Aku merasakan sesuatu disana, entah apa itu. Aku tahu 10 detik lagi lagunya akan habis, dan aku juga merasakan takut di setiap detik yang mulai berlalu. Kenapa, kenapa...
Dan di melodi pertama lagu selanjutnya Gazette - Pledge, aku benar benar merasa takut. DI tikungan menanjak, tepat di alunan melodi pertama, aku melihat sebuah motor melintas diarah berlawanan. Seorang lelaki yang membonceng seorang wanita, dia, dia "Iva" bersama pacarnya.
Tetiba di tikungan tajam itu aku menghentikan laju motorku, hampir saja sebuah mobil pick up menabrakku dari arah belakang.
"Teeeeeeet, anj*ng!" Suara dari arah mobil itu. Nampaknya dia benar-benar marah, namun aku tak menghiraukannya, aku tak peduli. Aku hanya memperdulikan satu hal, hatiku. Ternyata benar, memang aku harus kecewa. Sejauh ini aku berusaha mencintai dia, berusaha menggenggam sebuah harapan, harapan yang ternyata palsu.
Aku ahrus pulang, aku harus pulang walau dengan keadaan seperti ini. Aku harus pulang, walau membawa luka.
Aku memacu motorku dengan sangat cepat, lebih dari cepatnya aku memacu karena ingin segera bertemu dengannya. Aku ingin segera melupakannya, segera memusnahkan dia dari fikiranku walau sejenak, sejenak saja...
"Ivaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"
Teriakku dalam hati, dan kuharap itu terakhir kalinya aku menyebut namanya, terakhir kali.
End....