Orang Kuningan barangkali sudah tahu, ada jalan raya yang tergolong baru dibuat di seputaran kota Kab. Kuningan yakni jalan lingkar utara yang menghubungkan Jl. Pramuka (Sidapurna) ke arah utara menuju Cirendang dan juga ke perempatan Cijoho. Jalan tersebut ternyata selanjutnya diberi nama “Jl. Adipati” titik, tanpa ada nama embel-embel lagi di belakangnya. Yang membuat saya tertarik untuk menulis artikel ini, mengomentari nama jalan tersebut, adalah ketika saya sedang melintasi jalan tersebut muncul berkecamuk dalam pikiran tentang pertanyaan yang membuat saya heran yaitu “atas dasar apa pemberian nama jalan itu, mengapa hanya jalan “Adipati” ? Ya ….., cuma “Adipati”. ……Ada apa dengan “Adipati”. …….Siapakah yang dimaksud “Adipati” dalam hal ini ? ……………. Dan apakah boleh saya mengkritisi….. ???
Sudah pada mafhum barangkali, bahwa nama sebuah jalan diantaranya mengambil atau memakai dari nama-nama orang yang ditokohkan atau karena andil/jasanya bagi daerah setempat nama orang tersebut akhirnya diabadikan menjadi nama jalan, atau bisa juga nama gedung dsb, sebagai bentuk penghormatan kepada dirinya. Selain dari nama orang, ada juga nama jalan yang mengambil dari unsur lain mis: hewan, pohon, bunga, dll. Khusus mengenai nama jalan yang mengambil dari nama orang, umumnya adalah tokoh pahlawan baik nasional, daerah atau lokal.
Mengenai nama Jl. Adipati di atas, saya punya anggapan bahwa maksudnya mungkin mengambil nama dari tokoh sejarah lokal Kuningan. Dalam Sejarah Kuningan abad XV-XVI pernah muncul nama-nama tokoh seperti Adipati Kuningan (yakni Suranggajaya), dan Adipati Ewangga, juga ada Arya Kamuning, Tumenggung Selawiyana dan Dipawiyana. Suku kata pertama dari nama-nama tadi yakni: Adipati, Arya, dan Tumenggung adalah sebutan gelar kehormatan dalam hierarki jabatan pemerintahan di kala itu (bentuk monarkhi/kerajaan). Dan nama orang dimaksud selanjutnya mengikuti di belakang nama gelar tadi. Kecuali Adipati Kuningan, sebutan Kuningan bukanlah nama orang melainkan nama tempat. Itu untuk menunjukkan bentuk sapaan yang halus kepada orang yang ditujunya. Dalam kebiasaan dulu, ada pantangan menyebutkan nama orang yang sangat dihormati & disegani dengan menyebut langsung namanya, tetapi dialihkan ke pilihan lainnya yang tepat tapi maksudnya mengena menuju orang dimaksud, dan biasanya pilihan pun jatuh dengan menyebut nama gelar diikuti nama tempat di mana ia berkuasa atau memerintah. Makanya Adipati Kuningan juga sering disebut dengan imbuhan awalan di depannya, yaitu Sang Adipati Kuningan. Penambahan kata “Sang” telah biasa dipakai juga untuk menyebut raja-raja Kerajaan Galuh, Sunda, dan Pajajaran misalnya Sang Lumahing Taman (Raja “anu” yang meninggal di Taman), Sang Winduraja (Raja “anu” yang memerintah/meninggal di Winduraja). Maka Sang Adipati Kuningan pengertiannya berarti “Seorang yang berpangkat/gelar Adipati yang memerintah di Kuningan. Demikian juga dalam konteks sejarah lokal di daerah Kuningan, pernah disebutkan nama tokoh-tokoh “Dalem” (julukan bagi kepala pemerintahan di daerah tertentu) yang diikuti nama tempat di mana ia berkuasa atau bertempat tinggal, seperti: Dalem Cigugur, Dalem Citangtu, Dalem Kasturi, Dalem Cengal, dll.
Berkaitan dengan penggunaan nama jalan “Adipati” di jalan lingkar utara kota Kuningan, saya kira kalimat tersebut belum selesai. Adipati apa yang dimaksud ? Karena “Adipati” itu baru nama gelar saja, belum ada nama orang di belakangnya. Dalam sejarah lokal Kuningan belum ditemukan tokoh orang bernama Adipati (saja). Barangkali kalau maksudnya bahwa nama jalan itu mengacu kepada “Adipati Kuningan”, mengapa tidak ditulis saja nama jalan itu “JL. ADIPATI KUNINGAN”, atau tulis nama asli orang yang dimaksud yaitu “JL. SURANGGAJAYA”.