Kau Tau?...

Kau tahu apa yang menyenangkan? Saat perempuan-perempuan berpikir aku pernah mencintai mereka. Dan tebak apa yang menyakitkan? Mencintaimu.

Hai Aku...

Hai orang yang gagal jatuh cinta, sedang apa kau? Ah, senyummu! Kukenal senyum palsu itu! Aku juga pernah melakukannya saat bersamamu.

Hanya Kamu

Aku sayang kamu sejak lama, tapi kini aku punya mata yang baru. Mata yang tertutup bagi segala keindahan perempuan yang bukan kamu.

Beda Cerita

Beda ceritanya, antara kamu sudah mengisi hati seseorang atau kamu hanya sedang membuat seseorang sibuk hingga tak sempat menengok hatinya.

Bangga Menjadi Diri Sendiri

Kamu harus bangga bahwa kamu adalah kamu. Sebab mungkin tidak mudah bagi orang lain bila menjadi kamu. :)

Sabtu, 09 April 2011

Sumurwiru's Village ^_^

News :
Keinginan warga Desa Sumurwiru Kecamatan Cibeureum untuk memiliki kantor kepala desa dan gedung serba guna tak lama lagi akan terwujud. Pasalnya, sejak peletakan batu pertama pada 21 Oktober 2009 lalu, kini pembangunan kantor itu sedang dilakukan.
Rumah rakyat itu dianggarkan akan menelan dana sebesar Rp. 296 juta. Dana tersebut berasal dari swadaya masyarakat sebesar Rp. 60 juta, bantuan Pemkab Kuningan Rp. 20 juta, ADD (alokasi dana desa) Rp. 17 juta, dan bantuan pemerintah provinsi sebesar Rp. 100 juta.
Kepala Desa Sumurwiru, Karsad, S.Pd bersama Ketua Panitia, Awang Suarna, S.Pd lebih memfokuskan pekerjaan yang berfungsi sebagai perkantoran. Bagian depan ini terdiri dua lantai. Lantai satu untuk ruang kades, sekdes, perangkat desa, ruang PKK dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan lantai dua, bangunan berukuran 17 meter x 13,5 meter ini akan digunakan untuk lembaga desa seperti BPD, LPM, dan kegiatan lainnya.
Ia mengaku dukungan masyarakat terhadap pembangunan gedung rakyat itu sangat besar, kendati hanya sebatas tenaga dan makanan saja. Namun hal itu bukan kendala, karena yang terpenting adalah kekompakan dan kesanggupan untuk melaksanakan pembangunan secara bersama-sama dan berkesinambungan.
Dengan dana yang sudah ada, pembangunan pun diperkirakan akan rampung pada 2011 depan. “Setelah bangunan kantor rampung, maka kita akan melanjutkan pada pembangunan gedung serba guna. Mudah-mudahan dengan kebutuhan dana sekitar empat puluh juta lagi akan tercapai,” harap Karsad.
Mantan petugas PLS UPTD Pendidikan Kec. Cibeureum ini merasa bersyukur dengan adanya kucuran dana dari provinsi sebesar Rp. 100 juta itu. “Saya berterima kasih kepada Bapak Mamat Robi, Ketua Komisi C DPRD Jawa Barat yang telah berperan dalam pengucuran dana bantuan ini,” ucap dia.  (tan)
GALLERY :


Mig33's kopdar KuninganS

Mig33 adalah sebuah komunitas chatting untuk mobile/hp.Kelebihan dari mig33 adalah terdapat menu chat room, mail, dan private chat. Anda bisa berkeliling dunia dan berbincang2 dg siapapun di seluruh dunia. Belum lagi menu untuk melihat profil orang lain, meng-upload foto dan mengedit profil anda. Ada satu lagi yang membuat mig33 semakin seru, yaitu menu 'kick user' yang dapat anda dan penghuni chat room lainnya untuk mengusir perusuh atau pembuat onar dalam chat room. Saat ini hampir seluruh operator GSM dan CDMA di Indonesia mensuport untuk registrasi di mig33. Tapi untuk lebih jelasnya, apakah operator anda bisa untuk registrasi adalah dengan cara di invite oleh nomor yang sudah terdaftar di mig33. Kalau anda sudah terdaftar di mig33, anda akan diminta untuk memasukkan kode autentik yang anda terima melalui sms. Setelah anda memasukkan kode, anda akan menerima bonus account sebesar AUD 0.3 yang bisa anda pakai untuk sms, menelpon via VoIP dan memulai kick user di dalam chat room. Nah, apakah anda tertarik untuk bergabung.

Pemenang Kehidupan *)

By: M. Agus Syafii

Ditengah kebahagiaan. Tiba-tiba musibah datang memporakporandakan semua. Musibah menjadi terasa teramat berat karena kita sedang berbahagia. Biasanya ditengah kebahagiaan seperti itu kita lengah. Jika ada hal yang buruk kita benar-benar terhenyak dibuatnya. Sama sekali tidak kita sangka. Kebahagiaan mampu membuat diri kita mabuk kepayang. Kita tidak dalam keadaan sadar dan mawas diri dengan keadaan sekeliling kita karena kita merasakan kenikmatan yang tiada tara sehingga begitu tertimpa kepedihan membuat tubuh kita seolah terguncang hebat. Tanpa kita sadari terucap oleh kita. 'Ya Allah, kenapa ini terjadi pada diri ku? Aku tidak lalai, tapi aku tidak siap. Aku tidak melupakan diriMu, tetapi aku sedang berbahagia.'

Sabar menerima musibah membuat tubuh kita menjadi ringan dari penderitaan bahkan mampu menghapus dosa-dosa kita. Setiap musibah, ujian & cobaan yang datang akan disesuaikan dengan kadar kemampuan kita dalam menerimanya karena Allah sangatlah memahami seberapa kekuatan kita dalam menerimanya sehingga Allah tidak akan memberikan musibah, ujian & cobaan diluar kesanggupan kita. Musibah hadir di dalam kehidupan kita sebagai proses menyucikan kita dari segala kotoran yang melekat dalam jiwa kita sehingga dosa dan segala kotoran jiwa kita dibersihkan dengan kekuatan daya pembersihannya.

Musibah, ujian & cobaan adalah sparing partner dalam hidup ini. Bila kita memahami bahwa musibah, ujian & cobaan sebagai sparing partner di dalam kehidupan kita maka sudah sepatutnya kita mampu menyambut disetiap musibah dengan lapang dada dan rasa optimis di dalam hidup ini bahwa Allah memuliaan hidup kita dengan berbagai cara yang indah, terkadang sekalipun kita merasakan hal itu menyakitkan dan membuat hati terasa pedih karena Allah memberikan kita sparing partner yang lebih kuat & tangguh. Semakin kuat & tangguh sparing partner kita malah semakin baik agar kita menjadi kuat dan tujuannya hanya satu agar anda bisa menjadi pemenang. Pemenang yang diberikan keberkahan yang sempurna & rahmat Allah serta mendapatkan petunjuk.

Dan Sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengucapkan 'inna lillaahi wa inna ilaihi raajiuun' (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya kami akan kembali). Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk. (al-Baqarah : 155 -157).

* Tulisan ini materi on air pada acara 'Power of Peace' di Radio Bahana 101.8 FM Jakarta Jam 7 s.d 8 Rabu Malam ini.

Wassalam

DIA yang KAU SIA-SIAKAN

Diposkan oleh SUPRIYONO di 23:05 Label: Amal

Suatu ketika Abu Bakar bin Iyyasy,seorang qari terkenal pada masa abad ketiga hijriyyah,menasehatkan “ Sesungguhnya apabila terjatuh sekeping dirham dari salah seorang diantara kalian,pasti saat itu juga ia akan berkata : ‘ Dirhamku hilang “ Namun ia tak pernah mengatakan “ Hari-hari ku terbuang dengan segala amal perbuatanku.”

Saudaraku…ribuan nasehat dari orang-orang shalih lagi bijak tersebar disekeliling kita,dan nasehat diatas merupakan salah satu bagian dari ribuan nasehat yang dinasehatkan untuk kita.Saudaraku pernahkah kita merenungkan dalam hari-hari kita, bahwa kita telah membuang hari-hari? Tidakkah terpikir oleh kita kelak hari-hari itu akan menjadi saksi bagi amal kita saat ini? Tidakkah terpikir oleh kita,hari-hari itu akan menjadi hari-hari yang sangat kita sesali?

Saudaraku hendak kemanakah engkau melangkah,ke surga atau ke neraka ? Saudaraku bekal apa yang telah kau persiapkan untuk menghadapi hari-hari yang panjang? Hari-hari yang tak berguna lagi amalan,yang ada hanyalah perhitungan. Hari yang mana manusia lari dari saudaranya dan lari dari orang-orang yang dicintainya, sebagaimana yang Allah gambarkan dalam firmanNya:

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ   
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, Dari ibu dan bapaknya, Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya(‘Abasa: 34-36)

Saudaraku tidakkah kau sayang dengan hari-hari mu,waktu mu dan usia mu? Lupakah dirimu dengan peringatan dari Rabbmu:

وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

 Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.(al Ashr: 1-3)

Saudaraku,hanya dirimu yang tau kerugian-kerugian yang  kau lakukan dalam hari-hari mu, itupun jika mau jujur.

Saudaraku, tidakkah kita malu dengan pendahulu-pendahulumu,para generasi terbaik yang dimiliki umat ini,as-salaf ash-shalih,yang telah mengukir sejarah di usia mereka yang tergolong masih sangat muda,nama mereka harum dipersaksikan oleh zaman.


Saudaraku.. perhatikanlah sejarah awal-awal Islam,sungguh pemuda memegang peranan sangat penting dalam perkembangan dakwah Islam pada masa itu. Tidakkah kita lihat contoh dari para sahabat misalnya ‘Ali bin abi tholib, Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah , Muadz bin Jabal ,Zaid bin Tsabit, Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhum,mereka adalah sebagian dari sahabat yang yang berkorban dan berlomba-lomba untuk menegakkan Islam ini di usia mereka yang ketika itu masih cukup muda. Dari golongan setelahnya dari kalangan tabi’in ,misalnya kita pernah mendengar Hasan al-Bashri,Muhammad bin Sirrin, Atha’ bin Abi Rabbah,Urwah bin Zubair. Kemudian dari golongan ulama setelahnya misalnya kita pernah dengar Imam Bukhari,Imam Malik, Imam Nawawi, Imam Syafi’i,Imam Ahmad. Rata-rata mereka berhasil menduduki maqam sebagai imam umat ini dalam usia yang cukup muda. Mereka bantah golongan-golongan menyimpang dan sesat dengan ilmu dan kemuliaan yang ada pada mereka. Mereka infakkan seluruh hidup, waktu dan tenaga demi mengusung dakwah Islam yang mulia ini, demi menjaga agama ini dari penyimpanagan dan kesesatan.

Saudaraku, sekarang apa yang telah dirimu sumbangkan untuk tegaknya Islam ini? Dari sekian umurmu sampai saat ini,apa yang telah kau sumbangkan? Belum cukupkah perjuangan dan pengorbanan para generasi Islam sebelumnya untuk membuat kita malu? Belumkah hati kita tergerak? Apa kata generasi terdahulu jika melihat kondisi kita yang seperti ini? Hati yang mulai condong pada dunia,ghirah yang melemah,satu persatu mulai permisi dari majelis ilmu dan akhirnya hidup tak ubahnya sekumpulan buih yang terombang-ambing dan terbuang.

Saudaraku…cukuplah semua itu menyadarkan kita bahwa apa yang kita lakukan untuk agama ini belum seberapa. Saudaraku tidakkah kau mengharapkan janji Allah yang diberitakan oleh lisan nabi yang mulia,as-shaadiqul mashduuq, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwa salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah di hari kiamat yang ketika itu tidak ada naungan selain naunganNya,dimana salah satu dari tujuh golongan tersebut adalah pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah,tentulah kita akan bertanya,kenapa harus pemuda? Kenapa bukan orang-orang tua?

Saudaraku tidakkah kau tau bahwa pada masa-masa itu umumnya pemuda berada di masa yang penuh gejolak dan hati penuh kebimbangan. Masa-masa itulah kebanyakan dari kita  terjerembab dalam kubangan nafsu, terbawa arus kesana-kemari serta menghabiskan waktu dalam kesia-siaan dan kesenangan-kesenangan semu.

Saudaraku, jangan sampai penyesalan itu mendatangimu ketika dirimu sudah tak mempunyai daya apa-apa lagi. Selagi tulang masih tegak,selagi tubuh belum lunglai,selagi darah masih segar mengalir,marilah saudaraku kita bangkit dan membenahi diri untuk tegaknya agama Allah di bumi ini dan meraih derajat tertinggi disisiNya.

Saudaraku,tidaklah tulisan ini tergores kecuali atas dasar kecintaan saudara kepada saudaranya. Semoga Allah mengaruniakan Firdaus al-A’la sebagai akhir dari perjuangan dan keletihan dari kehidupan ini,aamiin.

(Mengutip dari Catatan Ummu Zakariya, http://ukhuwahislamiah.com/2010/11/11/bersabarlah-wahai-saudaraku/)

UNTUKMU PARA PELAJAR

Diposkan oleh SUPRIYONO di 15:06 Label: Tholabul iLmi

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
Dalam kitab Riyadhus Shalihin Kitabul Ilmi Al Imam An Nawawi menyebutkan hadits nabi shallalahu’alaihi wasallam,
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ:وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (H.R Muslim)

Kandungan Hadits
Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan pengaruh serta dampaknya yang baik. Perlu diketahui sebelumnya kata Ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu agama islam berdasar al-qur'an dan as-sunnah. “Menempuh Jalan” disini mencakup:
(1) Jalan secara indrawi, yaitu jalan yang dilalui kedua kaki, seperti sesorang pergi dari rumahnya menuju tempat untuk menimba ilmu baik berupa masjid, madrasah, ataupun universitas dan lain sebagainya.

Dan termasuk hal ini adalah rihlah (mengadakan perjalanan) dalam rangka mencari ilmu yaitu seseorang yang rihlah dari negerinya ke negeri lain untuk mencari ilmu, maka hal ini adalah termasuk menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu.

Sungguh Jabir bin Abdillah Al Anshori radhiallahu ‘anhu, seorang shahabat Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengadakan rihlah untuk mendapatkan satu hadits selama perjalanan sebulan di atas onta, beliau menempuh perjalanan dari negerinya ke negeri yang lain selama sebulan untuk mendapatkan satu hadits, yang diriwayatkan Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam, yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad No. 746.

(2) Jalan yang bersifat maknawi, yaitu mencari ilmu dari pendapat dan perkataan para ulama’ dan kitab-kitab.
Maka orang yang menelaah kitab-kitab untuk mengetahui dan mendapatkan hukum permasalahan syari’at walaupun dia duduk diatas kursinya maka ia telah menempuh satu jalan mendapatkan ilmu. Barang siapa duduk dihadapan seorang syaikh (ahlul ilmi) dia belajar darinya, maka ia telah menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu walaupun ia duduk.

Barangsiapa menempuh jalan tersebut maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, karena dengan ilmu syar’i engkau akan mengerti hukum-hukum Allah Subhanahu wa ta’ala. Engkau mengetahui syari’at Allah, apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang-Nya, sehingga engkau ditunjuki ke jalan yang Allah Azza wa Jalla ridhoi dan menghantarkan engkau ke jannah. Manakala bertambah semangat dalam menempuh jalan yang mengantarkan kepada ilmu maka bertambah pula kemudahan jalan yang mengantarkanmu ke surga.

Dalam hadits ini terdapat dorongan semangat untuk “tholabul ilmi” (mencari ilmu) tanpa diragukan oleh seorangpun. Maka sudah sepantasnya bagi manusia untuk segera mempergunakan kesempatan. Terlebih bagi pemuda yang dia lebih mampu menghafal dengan cepat, lebih kuat melekat pada pikirannya, maka sudah sepantasnya untuk bersegera menggunakan waktu dan umurnya sebelum datang masa-masa yang menyibukkan dirinya.

[Dinukil dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin, Bagian Kitabul Ilmi Hadits ke 1389, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, cetakan Darul Atsar (3/424-426), diterjemahkan oleh Al Ustadz Muhammad Rifa'i]

Selamat Dari Badai Kehidupan

Lhein Wu
Selamat Dari Badai Kehidupan

By: M. Agus Syafii

Kehidupan bagai bahtera yang mengarungi samudra. Dihempas badai & gelombang seolah tiada akhir. Hanya orang yang kokoh imannya kepada Allah yang akan selamat. Itulah yang dialami seorang ibu. Pernikahannya diujung tanduk. Hatinya menjadi galau dan gundah namun tak larut dalam kesedihan. Berkat kerja kerasnya kebutuhan anak-anaknya yang ditinggal suaminya bisa diatasinya. Seolah berjalan dengan terseok-seok perlahan-lahan kondisi ekonomi keluarganya bisa bangkit membaik. Usaha yang dirintisnya berkembang pesat mengalami kemajuan. Karyawannya yang mula hanya tiga, kini menjadi sepuluh untuk memenuhi pesananan dari berbagai kota. Sampai pada suatu peristiwa yang membuat hatinya terkejut, putranya yang bungsu jatuh sakit kejang-kejang dan paru-parunya infeksi. Pada saat itu juga dilarikan putrAnya ke rumah sakit

Dalam keterpurukan dirinya tiada daya dan upaya kecuali hanya memohon kepada Allah. Wajahnya memerah berlinangan air mata. Hatinya begitu hancur, remuk redam. Suaminya pergi, anak sedang sakit sementara ia harus juga terus mencari nafkah untuk anak-anaknya. 'Ya Allah, begitu berat cobaan hidupku ini,' ucapnya lirih. Disaat ia sedang putus asa karena masalah tiada kunjung berakhir. Untunglah anaknya yang tertua selalu menghibur juga mengajaknya untuk bershodaqoh ke Rumah Amalia & berdoa memohon kepada Allah untuk kesembuhan adiknya.

Malam itu disaat Ibu sedang menjaga putranya di Rumah Sakit, dokter mendatanginya dan mengatakan, 'Besok putra ibu boleh pulang.' Ia merasakan bahwa semua itu terjadi atas kuasa Allah. Anugerah Allah tidak sampai disitu. Suami yang meninggalkan dirinya dan anak-anaknya tiba-tiba pulang, bersimpuh dipangkuannya meminta maaf karena telah meninggalkannya pergi. Buah ketaqwaannya kepada Allah membuat dirinya memaafkan kesalahan suami. Sejak itu kehidupan rumah tangga mereka berubah. Kesabaran ia sebagai seorang istri membuahkan hasil, anak-anak dan suaminya telah berubah menjadi lebih baik dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Banyak orang bersyukur pengorbanan dirinya terutama mampu memaafkan suami yang telah menyakiti hatinya telah menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Wahabi

Seorang tokoh ulamak terkenal mazhab al-Hanafi. Iaitu Imam Allamah Ibn Abidin di dalam hasyiahnya menegaskan bahawasanya Muhammad Ben Abdul Wahhab dan para pengikutnya sebagai khawarij pada zaman ini. Buktinya :

كما وقع في زماننا في أتباع عبد الوهاب الذين خرجوا من نجد وتغلبوا على الحرمين, وكانوا ينتحلون مذهب الحنابلة, لكنهم اعتقدوا أنهم المسلمون وأن من خالفهم مشركون, ” واستباحوا بذلك قتل أهل السنة وقتل علمائهم حتى كسر الله شوكتهم وخرب بلادهم وظفر بهم ” عساكر المسلمين ” عام ثلاث وثلاثين ومائتين وألف. إ.هـ.
Maksudnya: Bab: Berkenaan Pengikut-pengikut [Muhammad] Abdul Wahhab, Golongan Khawarij Di Zaman Kita.
“…sepertimana yang berlaku pada masa kita ini pada pengikut Abdul Wahhab yang keluar dari Najd dan menakluki al-Haramayn (Mekah dan Madinah) dan mereka menisbahkan diri mereka kepada mazhab al-Hanbali tetapi mereka ber’iktikad bahawa hanya mereka sahajalah orang Islam dan orang-orang yang bertentangan akidah dengan mereka adalah kaum Musyrik. Dengan ini mereka pun menghalalkan pembunuhan Ahli Sunnah dan pembunuhan ulama’-ulama’ mereka sehingga Allah SWT mematahkan kekuatan mereka dan memusnahkan negeri mereka (Najd) dan askar Muslimin berjaya menawan mereka pada tahun 1233 H…”
Kesimpulan :
1) Fahaman Wahhabiyyah difatwakan sebagai fahaman khawarij oleh al-Imam Ibn ‘Abidin disebabkan mereka khuruj (keluar) dari mentaati pemerintahan Islam (Turki Uthmaniyyah) dan melancarkan peperangan terhadap khilafah.
2) Mereka digelar Khawarij kerana mereka menganggap diri mereka Islam yang sebenar. Manakala umat Islam lain dianggap sebagai ahli dhalal, ahli bid’ah @ musyrik. Na’uzubillah.
3) al-Wahhabiyyah sealiran dengan Khawarij apabila selalu gemar mengkafir @ menyesatkan umat Islam hanya semata-mata khilaf dalam perkara furuk. Nau’zubillah.
4) Golongan al-Wahhabiyyah bertanggungjawab sepenuhnya dalam membunuh ulamak dan umat Islam. Menyokong mereka beerti menyokong pemberontakan terhadap daulah Khilafah Uthmaniyyah, menyokong pembunuhan ulamak dan umat Islam.
5) Kenyataan ini adalah jelas. Ia tidak boleh dibeli, ditukar atau diubah dengan royalti minyak atau wang ringgit saudi.
Semoga kita semua diselamatkan Allah dari fitnah Najd dan kejahatan yang terbit dari tanduk syaitan. Aamiin.
http://al-ghari.blogspot.com/

PACARAN mu!

Ini adalah segores surat minimalis dari seorang ukhti yang mendapat hidayah dari Allah SWT dan bertaubat dari jalan maksiat dengan menghentikan hubungan haram bernama “PACARAN”. Selamat membaca...:-)

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah..assalamualaikum ya akhi fillah..

Syukur pada Allah yang masih mengkaruniakan nafas padaku dan padamu untuk segera memperbaharui taubat.

Akhi..rasanya aku telah menemukan Kekasih yang jauh lebih baik dan lebih segalanya darimu. Yang Tidak Pernah Mengantuk dan Tidak Pernah Tidur. Yang siap terus menerus Memperhatikan dan Mengurusku. Yang selalu bersedia berduaan denganku disepertiga terakhir malam. Yang siap Memberi apa yang kupinta. Dia yang Bertakhta, Berkuasa dan Memiliki Segalanya.Maaf akhi, tapi menurutku kau bukan apa-apa dibanding dengan Dia. Kau sangat lemah, kecil dan kerdil dihadapanNya. Dia berbuat apa saja sekehendaknya kepadamu..dan akhi, aku khawatir apa yang telah kita lakukan selama ini membuatNya cemburu. Aku takut hubungan kita selama ini membuatNya murka. Padahal, Dia Maha Kuasa, Maha Gagah, Maha Perkasa, dan Maha Keras SiksaNya.

Akhi, belum terlambat untuk bertaubat. Apa yang telah kita lakukan selama ini pasti ditanyakan olehNya. Dia bisa marah, akhi. Marah tentang saling pandang memandang yang pernah kita lakukan, marah kerana setitik sentuhan kulit kita yang belum halal itu, marah kerana satu ketika dengan asyiknya aku harus membonceng motormu, marah karena pernah ketetapanNya aku adukan padamu atau tentang lamunanku yang selalu membayangkan-bayangkan wajahmu. Dia bisa marah. Tapi sekali lagi, semua belum terlambat. Kalau kita memutuskan hubungan ini sekarang, karena Dia Maha Memaafkan dan Mengampuni.Akhi.., Dia Maha Pengampun, Maha Pemberi Maaf, Maha Menerima Taubat, Maha Penyayang, Maha Bijaksana.Akhi, jangan marah ya. Aku sudah memutuskan untuk menyerahkan cintaku hanya padaNya, tidak pada selainNya. Tapi tidak cuma aku, akhi. Kau pun bisa menjadi kekasihNya, kekasih yang amat dicintai dan dimuliakan. Caranya satu, kita harus jauhi semua larangan-laranganNya termasuk dalam soal hubungan kita ini. InsyaAllah. Dia punya rencana yang indah untuk masa depan kita masing-masing. Kalau engkau selalu berusaha menjaga diri dari hal-hal yang dibenciNya, kau pasti akan dipertemukan dengan seorang wanita solehah. Ya, wanita solehah yang pasti jauh lebih baik dari diriku saat ini, seorang wanita yang akan membantumu menjaga agamamu, agar hidupmu senantiasa dalam kerangka mencari ridho Allah dalam ikatan pernikahan yang suci. Inilah doaku untukmu, semoga kaupun mendoakanku, akhi.Akhi, aku akan segera menghapus namamu dari memori masa lalu yang salah arah ini. Tapi,aku akan tetap menghormatimu sebagai saudaraku dijalan Allah. Ya, saudara dijalan Allah, akhi. Itulah ikatan terbaik. Tidak hanya antara kita berdua, tapi seluruh orang mukmin didunia. Tidak mustahil itulah yang akan mempertemukan kita dengan Rasulullah ditelaganya, lalu beliaupun memberi minum kita dengan air yang lebih manis dari madu, lebih lembut dari susu, dan lebih sejuk dari krim beku.

Maaf akhi, Tidak baik rasanya aku berlama-lama menulis surat ini. Akutakut ini merusakkan hati. Goresan pena terakhirku disurat ini adalah doa keselamatan dunia dan akhirat sekaligus tanda akhir dari hubungan haram kita ini, insyaAllah.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jika menurut akhi dan ukhti saudaraku ini bermanfaat, bisa kalian copast dan memforward ke “pacar” kalian jika antum memang ingin betul-betul bertaubat dari sekarang (untuk ikhwan ke akhwat perlu pengeditan terlebih dahulu)

Dikutip dari: http://blog.forsmunsa.org/lain/sebuah-surat-untukmu-pacarkuedited.html

AKU CINTA ALLAH SWT_Post

Telah ku mngrti zatMu dalm ilmuMu,telh ku kethui sfatMu dalm batinku,jg telh ku pahami asmamu dri agamaku,kersakan sert nikmti af'almu dlm rohku.
Getar hatku smakn kncang tuk brjmpa dgnMu.
& ktk saat itu tba,subhanallah,Alhamdulillah,Allahuakbar rohku brtsbih, brtahmid dan brtkbir,tk dpt kuungkap dg kata2, krn aku tdk brsma ragaku aku kian trpsona dlm nkmatMu. Alhamdlillah,yahu Allah,Allahuakbar

Keluarganya Bersatu Kembali

By: M. Agus Syafii

Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai rumah tangganya, tak terelakkan lagi. Sampai pada suatu hari istrinya mengancam, memaksa minta cerai. Dalam keadaan emosi dirinya menjawab tantangan itu, 'Siapa takut? Ayo kita urus..!' Istrinya memaksa malam itu juga pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa anak laki-lakinya yang baru berumur satu tahun, sementara anak laki-laki yang sulung berumur empat tahun tetap bersamanya. Setelah bepergian istrinya, terasa betapa repotnya harus memasak, mengurus rumah tangga, mencuci, membersihkan lantai, memandikan anak, memakaikan baju, menyuapi. Padahal dirinya juga harus membuka toko yang ada di depan rumah. Rasa sepi, marah, dendam, kecewa, kesal atas semua yang terjadi bercampur aduk dalam pikirannya. Hidupnya menjadi kacau, rumah dan tokonya lama-lama tak terurus, anaknya dan dirinya terbengkalai, mulailah terseret oleh pengaruh judi dan kehidupan malam. Makin lama usahanya semakin habis.

Malam itu di Rumah Amalia terasa hening. Tidak lama kemudian istri saya menyuguhkan teh manis dan kue. Beberapa kali terlihat tangannya menyeka air mata yang sudah berjatuhan dipipinya. Ia teringat akan keagungan & keutamaan shodaqoh maka ia bershodaqoh dengan harapan keluarganya bersatu kembali. Saya kemudian mempersilahkan untuk mengambil air wudhu agar meredam kegelisahan hatinya dengan mengingatkan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya untuk mengembalikan semua masalah hidupnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan berdoa memohon kepada Allah agar keluarganya bersatu kembali.

Tidak lama kemudian dijemputlah istrinya. Sang istri akhirnya mau kembali ke rumah. Hari-hari berlalu jauh lebih indah dibanding sebelumnya. Suara lantunan ayat suci al-Quran senantiasa terdengar. Sholat fardhu berjamaah senantiasa dikerjakan. Ujian dan cobaan yang Allah berikan pada keluargannya telah mampu dilewatinya dengan baik. Keluarganya selamat dari kehancuran dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah. 'Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah. Allah begitu sangat menyayangi kami sekeluarga yang telah menyelamatkan kami dari kehancuran,' ucapnya penuh syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.karena keluarganya telah bersatu kembali. Subhanallah..
 Diterpa Badai Kehidupan

By: M. Agus Syafii

Terkadang kita diterpa badai kehidupan tanpa kita duga. Ujian & cobaan hidup bisa berupa sakit, kemiskinan, musibah sebenarnya agar kita ingat bahwa kehidupan ini berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Ada seorang bapak yang selama hidupnya jauh dari Allah. Sampai ada satu peristiwa yang begitu mengejutkan sehingga menyadarkan dirinya betapa Maha Besarnya Allah menegur dirinya karena telah lalai. Seorang bapak yang harus masuk Rumah Sakit Jantung Harapan Kita untuk di opname karena sakit jantung koroner yang dideritanya. Dokter telah memvonis untuk operasi. Hasil penelitian pemeriksaan dengan teliti menunjukkan ada yang tidak beres pada klep jantungnya.

Dokter berpesan pada istrinya agar berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena kemungkinan untuk sembuh sangatlah tipis. Kegagalan operasi jantung bisa berakibat kematian, pernyataan itulah yang membuat istrinya merasa terpukul. Beliau teringat suami yang dicintainya empat puluh tahun lebih telah dilewatinya berbagai suka maupun duka. Kebahagiaan dan penderitaan, tangis dan tawa selalu dirasakan bersama. Air matanya membasahi pipi. Rasanya kehawatiran itu menyelimuti hatinya, takut akan ditinggal selama-lamanya.

Sampai kemudian istrinya berniat menyisihkan rizkinya untuk Rumah Amalia dan berdoa, 'Ya Allah, Ya Tuhanku, Engkau yang Maha Tahu, jadikanlah shodaqohku ini karena mengharap ridhaMu Ya Allah dan menjadi sarana kesembuhan suamiku.' Doa itu dipanjatkan dengan sepenuh hati. Beberapa hari setelah dilakukan operasi jantung. Dokter itu memberitahukan kepada Ibu bahwa operasi dilaksanakan berhasil, keadaan semakin membaik. Kemudian sang suami diperbolehkan untuk pulang dalam keadaan sehat walfiat. Seluruh keluarga itu sangat bersyukur kepada Allah atas kesembuhan dan kasih sayang Allah yang telah diberikan pada mereka sekeluarga. Subhanallah.

Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila tertimpa musibah mengucapkan, 'Kami berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya (QS al-Baqarah (2) :155-156).
by : Lhein Wu
Assalamu Alaikum Wr. Wb
ini untuk semua teman-teman dan terkhusus untuk semua orang di dunia ini.
Kenapa kita harus saling menghujat antar sesama umat beragama ?? katanya kita beragama, berpendidikan lagi, tapi apa !! Kalau kita seperti ini terus bisa-bisa hal inilah yg merusak agama kita.
Dan untuk Muslim yg ada diluar sana, kenapa kita harus termakan omongan mereka yg sudah jelas-jelas akan merusak iman. Biarkan mereka mengeluarkan kata-kata apapun tentang Tuhan kita, nabi kita, kitab kita, tapi jangan jadikan itu suatu hal yg memancing suatu pertengkaran bahkan saling bermusuhan.
Kita para Muslim diajarkan untuk saling bertoleransi antar umat beragama, tak usahlah kita ladeni mereka, kebenaran akan terungkap "cepat atau lambat".
Jadikan hal ini sebagai penopang kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Ingat !! Di zaman waktu nabi masih hidup, cobaan beliau lebih berat dibanding ini. Dan anggaplah ini adalah ujian dari Allah kepada kita untuk mengukur seberapa cintanyakah kita kepada Allah swt, nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para kerabat beliau, terhadapa Al-Qur'an dan terhadap agama kita juga.
Islam adalah agama yg damai dan tak ada paksaan dalam islam.
Ashadu anla ilaha illallah wa ashadu anna muhammadarrasulullah
Allahu Akbar..
Ingatlah smua para hamba allah.
Ssungguhnya cobaan adalah, jalan untk meraih ridho allah.
Jalanilah cobaan x an dgn ke ikhlasan.
N ingatlah 1hal, dmn ad awal, pasti ad akhir.
Pnderitaan qta, suatu saat allah akan balas dgn ke bhagiaan.
Ckup dgn ke ikhlasan dlam mnjalani, insya allah smua terasa ringan tuk di jalani.
by : Lhein Wu
Sebagai bahan renungan atas beredarnya Pelecehan dan Hujatan atas Kanjeng Rasul dan Al-Qur'an

Bismillahi rohmani rohim
Alif lam mim.
Zalikal kitabu laraiba fih(i), hudal lil muttaqin(a).
Allazina yu'minuna bil gaibi wayuqimunas salata wa mimma razaqnahum yunfiqun(a).
Wa lazinayu'minuna bima unzila ilaika wa ma unzila min qablik(a), wabil akhirati hum yuqinun(a).

"Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya kiamat.
Q.S. Al-Baqarah : 1-4 by : Lhein Wu
Do'a kami untuk-Mu

Yaa Allah Yaa Rob...
Lapangkanlah dada hamba melihat tudingan dan hujatan keras terhadap junjungan Nabi Besar Muhammad saw.
dan tabahkan pula kami para wanita muslimah atas hujatan dia/mereka..
Berikan kami kesabaran dalam menghadapi segala tuduhan yg sangat menyesakkan dada kami..

Yaa Allah Yaa Rob...
Tak ada yang maha tau lagi maha bijaksana melainkan Engkau maka Engkaupun yg tau mana yg benar dan mana yg buruk...
Tak ada yang maha pengampun lagi maha pemurah melainkan Engkau maka ampuni mereka walau mereka telah berada jauh dari-Mu...

Yaa Allah Yaa Rob...
Kami yakin bahwa kebenaran itu akan terungkap cepat atau lambat...
Semoga limpahan rahmat-Mu senantiasa berada dalam jiwa kami...
Amiin Yaa Robbal Alamin...
 

Melihat ke tempat sujud

Semula dalam shalatnya Rasulullah n mengangkat pandangannya ke langit. Lalu turunlah ayat:
"(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalat mereka." (Al-Mu'minun: 2)
Beliau pun menundukkan kepala beliau. (HR. Al-Hakim 2/393. Al-Imam Al-Albani t mengatakan bahwa hadits ini di atas syarat Muslim, lihat Ashlu Shifah 1/230)
Aisyah x berkata:
دَخَلَ رَسُولُ اللهِ n الْكَعْبَةَ مَا خَلَفَ بَصَرُهُ مَوْضِعَ سُجُودِهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْهَا
“Rasulullah n masuk Ka’bah (untuk mengerjakan shalat, pen.) dalam keadaan pandangan beliau tidak meninggalkan tempat sujudnya (terus mengarah ke tempat sujud) sampai beliau keluar dari Ka’bah.” (HR. Al-Hakim 1/479 dan Al-Baihaqi 5/158. Kata Al-Hakim, “Shahih di atas syarat Syaikhan.” Hal ini disepakati Adz-Dzahabi. Hadits ini seperti yang dikatakan keduanya, kata Al-Imam Albani t. Lihat Ashlu Shifah 1/232)
Ulama berbeda pendapat, ke arah mana sepantasnya pandangan orang yang shalat tertuju. Al-Imam Al-Bukhari t dalam Shahihnya menyebutkan: Bab Raf’ul bashar ilal imam fish shalah (mengangkat pandangan ke imam di dalam shalat). Lalu beliau membawakan beberapa hadits yang menunjukkan bahwasanya para shahabat dahulu melihat kepada Rasulullah n dalam keadaan shalat pada beberapa kejadian yang berbeda-beda. Seperti riwayat Abu Ma’mar, ia berkata: Kami bertanya kepada Khabbab z, “Apakah dulunya Rasulullah n membaca Al-Qur’an saat berdiri dalam shalat dhuhur dan ashar?” Khabbab menjawab, “Iya.” “Dengan apa kalian mengetahui hal tersebut[1]?” Khabbab menjawab lagi, “Dengan melihat gerakan naik turunnya jenggot beliau.” (no. 746)
Demikian pula kabar tentang shalat gerhana matahari seperti yang diberitakan Abdullah bin Abbas c. Di dalamnya disebutkan bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, dalam shalat tadi kami melihatmu mengambil sesuatu pada tempatmu, kemudian kami melihatmu tertahan (tidak jadi mengambilnya).” (no. 748)
Al-Imam Malik t berpendapat, pandangan diarahkan ke kiblat. Adapun Al-Imam Asy-Syafi’i t dan orang-orang Kufah berpandangan disenanginya orang yang shalat melihat ke tempat sujudnya karena yang demikian itu lebih dekat kepada kekhusyuan.
Al-Hafizh t berkata, “Memungkinkan bagi kita memisahkan antara imam dan makmum. Disenangi bagi imam melihat ke tempat sujudnya. Demikian pula makmum, kecuali bila ia butuh untuk memerhatikan imamnya (guna mencontoh sang imam, pen.). Adapun orang yang shalat sendirian, maka hukumnya seperti hukum imam (yaitu melihat ke tempat sujud). Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 2/301)
Al-Imam Al-Albani t berkata, “Dengan perincian yang disebutkan Al-Hafizh t di atas dapat dikumpulkanlah hadits-hadits yang dibawakan oleh Al-Bukhari dalam babnya dan hadits-hadits yang menyebutkan tentang melihat ke tempat sujud. Ini merupakan pengumpulan yang bagus. Wallahu ta’ala a’lam.” (Ashlu Shifah 1/233)
Memejamkan mata ketika shalat
Al-Imam Ibnu ‘Utsaimin t berkata: "Yang benar, memejamkan mata di dalam shalat adalah perkara yang dibenci, karena menyerupai perbuatan orang-orang Majusi dalam peribadatan mereka terhadap api, di mana mereka memejamkan kedua mata. Dikatakan pula bahwa hal itu termasuk perbuatan orang-orang Yahudi. Sementara menyerupai selain muslimin minimal hukumnya haram, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam t.
Oleh karena itu, memejamkan mata dalam shalat minimalnya makruh, kecuali jika di sana ada sebab, seperti misalnya di sekitarnya terdapat perkara-perkara yang bisa melalaikannya dari shalat kalau dia membuka matanya. Dalam keadaan seperti itu, dia boleh memejamkan mata untuk menghindari kerusakan tersebut.” (Asy-Syarhul Mumti’, 3/41)
Larangan melihat ke langit/ ke atas ketika shalat
Melihat ke langit/ke atas adalah perkara yang diharamkan dan termasuk dari dosa besar, sebagaimana hadits Jabir bin Samurah z bahwa Rasulullah n bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقوَامٌ يَرْفَعُوْنَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلاَةِ أَوْ لاَ تَرجِعُ إِلَيهِم
“Hendaklah orang-orang itu sungguh-sungguh menghentikan untuk mengangkat pandangan mereka ke langit ketika dalam keadaan shalat, atau (bila mereka tidak menghentikannya) pandangan mereka itu tidak akan kembali kepada mereka.”
Dalam satu riwayat:
أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ
“Atau sungguh-sungguh akan disambar pandangan-pandangan mereka.” (HR. Muslim no. 965, 966)
Kata Al-Imam An-Nawawi t, “Hadits ini menunjukkan larangan yang ditekankan dan ancaman yang keras dalam masalah tersebut.” (Al-Minhaj, 4/372)
Larangan menoleh dalam shalat
Aisyah x pernah bertanya kepada Rasulullah n tentang menoleh ketika sedang shalat. Beliau menjawab:
هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ
“Menoleh dalam shalat adalah sambaran cepat, di mana setan merampasnya dari shalat seorang hamba.” (HR. Al-Bukhari no. 751)
Abu Dzar z berkata: Rasulullah n bersabda:
لاَ يَزَالُ اللهُ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ فِي صَلاَتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ، فَإِذَا صَرَفَ وَجْهَهُ انْصَرَفَ عَنْهُ
“Terus-menerus Allah menghadap kepada seorang hamba yang sedang mengerjakan shalat selama si hamba tidak menoleh. Bila si hamba memalingkan wajahnya, Allah pun berpaling darinya.” (HR. Abu Dawud no. 909. Dishahihkan dalam Shahih At-Targhib no. 552)
Menoleh karena sesuatu yang mengejutkan atau karena suatu kebutuhan
Anas bin Malik z berkisah, “Tatkala kaum muslimin sedang mengerjakan shalat fajar, tak ada yang mengejutkan mereka kecuali Rasulullah n (yang ketika itu sedang sakit sehingga tidak dapat hadir shalat berjamaah bersama mereka, pen.) tiba-tiba menyingkap tabir penutup kamar Aisyah, lalu memandang mereka dalam keadaan mereka berada dalam shaf-shaf. Beliau pun tersenyum lalu tertawa. Abu Bakr z yang saat itu mengimami manusia hendak mundur untuk bergabung dengan shaf di belakangnya, karena ia menyangka Rasulullah n ingin keluar (untuk mengimami mereka). Kaum muslimin pun hampir-hampir terfitnah dalam shalat mereka karena gembiranya mereka melihat Rasulullah n. Namun ternyata Rasulullah memberi isyarat kepada mereka yang bermakna, “Sempurnakanlah shalat kalian.” Setelah itu beliau mengulurkan kembali tabir penutup kamar Aisyah. Ternyata beliau wafat di akhir hari tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 754)
Hadits di atas menunjukkan bahwa tatkala Rasulullah n menyingkap tabir kamar Aisyah yang posisinya di kiri kiblat, para sahabat g menoleh ke arah beliau. Karena menolehlah mereka dapat melihat isyarat beliau n kepada mereka. Dengan tolehan tadi Rasulullah n tidak memerintahkan mereka untuk mengulang shalat mereka, bahkan menetapkan shalat mereka dengan isyarat agar mereka melanjutkannya. (Fathul Bari, 2/306)
Suatu ketika, Rasulullah n terlambat datang untuk mengimami manusia karena ada keperluan yang ingin beliau selesaikan. Abu Bakr Ash-Shiddiq z pun diminta menjadi imam. Di tengah shalat, datanglah Rasulullah n bergabung dalam shaf. Orang-orang pun bertepuk tangan ingin memperingatkan Abu Bakr z tentang keberadaan Rasulullah n. Sementara Abu Bakr z tidak pernah menoleh dalam shalatnya. Namun tatkala semakin ramai orang-orang memberi isyarat dengan tepuk tangan, Abu Bakr z pun menoleh hingga ia melihat Rasulullah n. Abu Bakr n ingin mundur, namun Rasulullah n memberi isyarat yang bermakna, “Tetaplah engkau di tempatmu.” (HR. Al-Bukhari no. 684)
Hadits di atas menunjukkan Abu Bakr z menoleh dalam shalatnya karena suatu kebutuhan, dan Rasulullah n tidak menyuruh Abu Bakr z mengulang shalatnya, bahkan mengisyaratkan agar melanjutkan keimamannya.
Dengan demikian, menoleh dalam shalat tidaklah mencacati shalat tersebut terkecuali bila dilakukan tanpa ada kebutuhan. (Fathul Bari, 2/305)
Dalil lain yang juga menunjukkan bolehnya menoleh bila ada kebutuhan adalah hadits yang berisi perintah Rasulullah n untuk membunuh ular dan kalajengking bila didapati oleh seseorang yang sedang mengerjakan shalat. Sementara membunuh hewan ini berarti membutuhkan gerakan-gerakan di luar gerakan shalat dan mungkin butuh untuk menoleh. Abu Hurairah z berkata:
أَمَرَ رَسُولُ اللهِ n بِقَتْلِ الْأَسْوَدَينِ فِي الصَّلاَةِ: الْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ
"Rasulullah n memerintahkan untuk membunuh dua yang hitam di dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking." (HR. At-Tirmidzi no. 390, dishahihkan dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Setelah membawakan hadits di atas, Al-Imam At-Tirmidzi t berkata, “Ini yang diamalkan oleh sebagian ahlul ilmu dari kalangan sahabat Nabi n dan selain mereka. Dengan ini pula Al-Imam Ahmad t berpendapat, demikian pula Ishaq. Sebagian ahlul ilmi yang lain membenci untuk membunuh ular dan kalajengking di dalam shalat. Kata Ibrahim An-Nakhai, “Sesungguhnya dalam shalat itu ada kesibukan.” Namun pendapat pertama yang lebih shahih/benar.” (Sunan At-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalah, Bab Ma ja’a fi qatlil hayyah wal 'aqrab fish shalah)
Wallahu taala alam bish-shawab. (insya Allah bersambung)


[1] Karena tidak terdengar suara disebabkan shalat dhuhur dan ashar adalah shalat sirriyah.

Al-Jawwad

(dituis okeh: Al-Ustadz Qomar Suaidi)

Di antara Al-Asma`ul Husna adalah Al-Jawwad (الْجَــوَّادُ) Yang Maha Dermawan. Nama Allah l ini tersebut dalam sebuah hadits dari Thalhah bin Ubaidillah z, ia berkata bahwa Rasulullah n bersabda:
إِنَّ اللهَ جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ وَيُحِبُّ مَعَالِيَ اْلأَخْلاَقِ وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
“Sesungguhnya Allah itu Jawwad (Maha Dermawan) mencintai kedermawanan dan mencintai akhlak yang luhur, serta membenci akhlak yang rendah.” (Shahih, HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dan Asy-Syasyi dalam Musnad-nya, 1/80, Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas c dalam Hilyatul Auliya. Asy-Asyaikh Al-Albani t menshahihkannya dalam Shahihul Jami’ Ash-Shaghir no. 1744)
Dalam hadits yang lain, hadits qudsi:
وَلَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَحَيَّكُمْ وَمَيِّتَكُمْ وَرَطْبَكُمْ وَيَابِسَكُمُ اجْتَمَعُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْكُمْ مَا بَلَغَتْ أُمْنِيَّتُهُ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ سَائِلٍ مِنْكُمْ ما سَأَلَ ما نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي إِلاَّ كَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ مَرَّ بِالْبَحْرِ فَغَمَسَ فِيْهِ إِبْرَهُ ثُمَّ رَفَعَهَا إِلَيْهِ، ذَلِكَ بِأَنِّيْ جَوَّادٌ مَاجِدٌ أَفْعَلُ ما أُرِيدُ، عَطَائِي كَلَامٌ وَعَذَابِي كَلَامٌ، إِنَّمَا أَمْرِي لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْتُهُ أَنْ أَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Dan seandainya yang pertama di antara kalian (hamba-hamba-Ku) hingga yang akhir di antara kalian yang hidup dan yang mati di antara kalian, yang basah maupun yang kering di antara kalian, berkumpul dalam satu hamparan. Lantas setiap orang di antara kalian meminta sesuatu hingga akhir yang dia angan-angankan, lalu Aku beri semuanya apa yang dia minta, maka itu tidak akan mengurangi sebagianpun dari kerajaan-Ku kecuali seperti jika seseorang di antara kalian melewati sebuah lautan lalu mencelupkan jarumnya ke dalamnya lalu mengangkatnya lagi. Hal itu karena Aku adalah Jawwad (Maha Dermawan) Maha Mulia. Aku berbuat semauku, pemberian-Ku adalah ucapan (tinggal mengucap) dan azab-Ku adalah ucapan (tinggal mengucap). Sesungguhnya perintah-Ku terhadap sesuatu adalah bila Aku menghendakinya tinggal mengatakan kepadanya: ‘Jadilah’ maka akan terjadi.” (Shahih, HR. At-Tirmidzi dari sahabat Abu Dzar z, Kitab Shifatul Qiyamah bab 48 no. hadits 2495, lihat takhrijnya dalam kitab Al-Mathlabul Asna min Asma`illahil Husna hal. 50 karya Isham Al-Murri)
Ibnul Qayyim t mengatakan:
Dialah Yang Maha Dermawan,
meliputi seluruh alam dengan keutamaan dan kebaikan-Nya
Dialah Yang Maha Dermawan,
tidak akan menelantarkan siapa yang memohon-Nya sekalipun dari umat yang kafir
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras t menerangkan:
“Al-Jawwad adalah Yang memiliki sifat kedermawanan yang tinggi, yaitu memiliki kebaikan dan keutamaan yang banyak. Kedermawanan Allah l itu ada dua macam:
1. Kedermawanan yang mutlak, mencakup seluruh makhluk. Tidak ada sesuatupun dari makhluk melainkan memperolehnya. Semuanya telah Allah l beri karunia dan kebaikan dari-Nya.
2. Kedermawanan yang khusus untuk mereka yang memohon kepada Allah l, baik mereka meminta secara terus terang dengan ucapan atau dengan kondisi mereka yang mengharapkan kebaikan-Nya, baik yang meminta tersebut seorang mukmin atau seorang kafir, seorang yang baik ataupun yang jahat. Maka barangsiapa yang meminta kepada Allah l dengan sungguh-sungguh dalam meminta-Nya, benar-benar mengharap karunia-Nya, dengan merasa hina dan butuh di hadapan-Nya, niscaya Allah l akan berikan apa yang ia pinta dan Allah l akan sampaikan apa yang dia cari. Karena Dia Maha banyak kebaikan-Nya dan Maha Kasih Sayang…” (Syarh Nuniyyah, 2/95-96)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t menjelaskan:
“Al-Jawwad yakni bahwa Allah l adalah Yang Maha Dermawan secara mutlak. Kedermawanan-Nya meliputi seluruh makhluk-Nya. Allah l penuhi alam dengan keutamaan dan kedermawanan-Nya serta nikmat-Nya yang beraneka ragam. Allah l juga memberikan kedermawanan-Nya yang lebih khusus kepada orang-orang yang memohon kepada-Nya baik secara langsung dengan kata-kata ataupun (secara tidak langsung) dengan keadaannya. Baik dia seorang yang baik, yang jahat, muslim maupun kafir sekalipun. Maka barangsiapa yang memohon kepada Allah l, Ia akan memberikan apa yang dia mohon, menyampaikan apa yang dia pinta, karena Ia Maha Pemurah dan Maha Pengasih….” (Taisir Al-Karimirrahman, pada penjelasan surat An-Nahl: 53)
Di antara kedermawanan-Nya yang luas adalah apa yang Allah l sediakan untuk para wali-Nya di negeri kenikmatan. Sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terbayangkan oleh pikiran manusia. Dan Yang Maha Dermawan adalah yang meratakan kedermawanan-Nya kepada seluruh penduduk langit dan bumi. Tidak ada pada seorang hambapun dari suatu nikmat melainkan dari-Nya. Dialah yang bila kecelakaan menimpa manusia, kepada-Nyalah mereka kembali, kepada-Nya mereka berdoa. Tidak satu makhlukpun lepas dari kebaikan-Nya walau sekejap mata. Akan tetapi hamba-hamba-Nya berbeda dalam memperoleh kedermawanan-Nya, seukuran dengan apa yang Allah l karuniakan kepada mereka berupa sebab-sebab yang mendatangkan kedermawanan dan kemurahan-Nya. Dan yang terbesarnya adalah berupa kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah l secara lahiriah dan amal batin. Juga amal berupa ucapan, perbuatan, dan amal dengan harta benda, serta untuk mewujudkannya adalah dengan mengikuti Nabi Muhammad n dalam berbuat atau diam. (Tafsir Asma`illah Al-Husna)
Buah Mengimani Nama Allah Al-Jawwad
Di antara buahnya adalah mengetahui keluasan karunia-Nya di dunia ini, di mana tidak ada sesuatupun yang tidak mendapatkan bagian dari karunia-Nya. Dengan mengimaninya kita mengetahui kewajiban kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya dan memuji-Nya.

Berhias dengan Akhlak Mulia Bagian dari Prinsip Beragama

(ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.)

Bila menelisik perjalanan sejarah umat manusia di masa jahiliah, niscaya akan didapati potret kehidupan yang multikrisis. Sebuah tatanan kehidupan di mana umat manusianya dirundung kegalauan spiritual dan kepincangan intelektual.
Tingkah polahnya sangat jauh dari norma-norma agama yang luhur dan fitrah suci. Sementara corak kehidupannya adalah kebejatan akhlak dan dekadensi moral. Sehingga kesyirikan –yang merupakan dosa paling besar di sisi Allah l– merajalela. Demikian halnya dengan pembunuhan, kezaliman, perzinaan dan berbagai macam bentuk perbuatan amoral (kemaksiatan) lainnya. Semuanya berjalan mengiringi derap langkah kehidupan mereka. Tak ayal bila masa itu kemudian dikenal dengan masa jahiliah.
Di kala umat manusia berada dalam kebingungannya, norma agama dan fitrah suci hanya sebatas fatamorgana, datanglah Muhammad bin Abdullah n seorang Nabi dan Rasul yang didamba, membawa petunjuk ilahi dan agama yang benar (Islam) serta kitab suci Al-Qur`an yang mulia. Dengan sebuah misi utama; mengentaskan umat manusia dari jurang kejahiliahan yang gelap gulita menuju cahaya Islam yang terang benderang dengan seizin-Nya. Tak heran, bila risalah beliau n kemudian menjadi rahmat bagi alam semesta. Allah l berfirman:
“Dialah (Allah l) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar, agar Allah l memenangkan agama tersebut atas semua agama yang ada, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (Ash-Shaff: 9)
“Hai Ahli Kitab, telah datang kepada kalian Rasul Kami, menjelaskan kepada kalian banyak dari Al-Kitab yang kalian sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan (Al-Qur`an). Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya kepada jalan keselamatan. Dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Ma`idah: 15-16)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (Al-Anbiya`: 107)
Beruntunglah orang-orang yang mendapatkan hidayah ilahi dengan dilapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam secara sempurna, dengan meniti jejak Rasulullah n dan para sahabatnya. Allah l berfirman:“Barangsiapa dikehendaki Allah untuk mendapatkan hidayah-Nya, niscaya Allah melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabb-mu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang yang mengambil pelajaran. Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) di sisi Rabb mereka dan Dialah pelindung mereka disebabkan amalan-amalan shalih yang selalu mereka kerjakan.” (Al-An’am: 125-127)
Islam Selalu Memerhatikan Prinsip Keilmuan dan Tazkiyatun Nufus (Penyucian Jiwa)
Islam yang dibawa Rasulullah n ini adalah agama yang sempurna dan paripurna. Syariatnya yang senantiasa relevan sepanjang masa benar-benar menyinari segala sudut kehidupan umat manusia. Tak hanya wacana keilmuan semata yang dipancarkannya, misi tazkiyatun nufus (penyucian jiwa) dari berbagai macam akhlak tercela (amoral) pun berjalan seiring dengan misi keilmuan tersebut dalam mengawal umat manusia menuju puncak kemuliaannya. Allah l berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur`an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Jumu’ah: 2-3)
Dalam haditsnya yang mulia, Rasulullah n bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ
“Sungguh aku diutus (oleh Allah l) untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti) umat manusia.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Ahmad, dan Al-Hakim, dari sahabat Abu Hurairah z. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 45)
Betapa besarnya perhatian Islam terhadap prinsip tazkiyatun nufus dan pembentukan akhlak mulia. Bahkan lima rukun Islam yang merupakan fondasi utama keislaman seseorang sangat berperan dalam penyucian jiwa dan pembentukan akhlak mulia tersebut.2
Kalimat syahadat Laa ilaaha illallah menanamkan nilai-nilai penghambaan seorang muslim kepada Allah l, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jauh dari sifat sombong, angkuh, dan semena-mena. Karena sadar bahwa dirinya adalah seorang hamba yang tak berdaya. Tiada daya dan upaya baginya melainkan karena Allah l.
Adapun shalat, maka ia sangat urgen dalam mengantarkan pribadi muslim menjadi insan yang berakhlak mulia. Karena dapat mencegahnya dari segala perbuatan keji dan mungkar, manakala shalat tersebut ditunaikan secara sempurna dengan memerhatikan seluruh syarat, rukun, wajib, dan sunnahnya. Allah l berfirman:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur`an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (segala perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-'Ankabut: 45)
Shalat pun dapat membantu seorang muslim untuk membersihkan dirinya dari tabiat buruk yang membelenggunya dan membantunya untuk berakhlak mulia. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat; yang mereka itu istiqamah dalam mengerjakannya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang memercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut akan azab Rabbnya. Karena azab Rabb mereka itu tak ada yang dapat merasa aman (darinya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya (dengan sebenarnya).” (Al-Ma’arij: 19-33)
“Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Rabbnya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan shalat. Barangsiapa mensucikan dirinya, maka sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali(mu).” (Fathir: 18)
Demikian pula zakat, shaum Ramadhan, dan ibadah haji. Semuanya dapat membentuk pribadi muslim menjadi insan yang berakhlak mulia. Sebagaimana firman Allah l:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (At-Taubah: 103)
“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan bagi kalian shaum sebagaimana telah diwajibkan atas umat sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (Al-Baqarah: 183)
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata keji/tidak senonoh, pen.), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kalian kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqarah: 197)
Dari sini, semakin jelaslah bahwa agama Islam yang mulia ini tak hanya memerhatikan prinsip keilmuan semata. Bahkan akhlak mulia dan amal shalih (sebagai aplikasi dari keilmuan tersebut) merupakan prinsip agama yang sejak dini telah diguratkan Rasulullah n dengan sedalam-dalamnya pada bingkai agama Islam.
Sebagaimana penuturan sahabat Abdullah bin Abbas c berikut ini: “Tatkala berita kemunculan Nabi Muhammad n di kota Makkah telah sampai kepada sahabat Abu Dzar Al-Ghifari, berkatalah ia kepada saudaranya: ‘Pergilah engkau ke Makkah dan carilah informasi tentang seseorang yang mengaku telah mendapat wahyu dari langit itu. Dengarlah kata-katanya. (Bila dirasa cukup, pen.) kembalilah kemari dengan membawa informasi.’ Maka berangkatlah ia (saudara Abu Dzar) menuju Makkah dan didengarkanlah secara saksama segala apa yang dikatakan Nabi n. (Setelah dirasa cukup, pen.) kembalilah ia menemui sahabat Abu Dzar Al-Ghifari, seraya mengatakan: ‘Aku melihatnya (Nabi Muhammad n) selalu memerintahkan kepada akhlak mulia, dan aku mendengar darinya suatu perkataan namun bukan syair.” (HR. Muslim no. 2474)
Kewajiban Berhias Diri dengan Akhlak Mulia
Manusia adalah makhluk sosial yang mau tak mau (dalam memenuhi kebutuhan hidupnya) akan bermuamalah dengan sesamanya. Sedangkan muamalah (dalam bentuk apapun) tak akan berlangsung dengan baik tanpa didasari akhlak mulia. Sehingga berhias diri dengan akhlak mulia merupakan kewajiban setiap insan muslim. Terlebih Rasulullah n telah memerintahkan umatnya kepada akhlak mulia tersebut sejak awal masa kenabiannya, sebagaimana riwayat sahabat Abdullah bin Abbas c di atas. Tentunya, ini semua menunjukkan bahwa berhias dengan akhlak mulia merupakan masalah prinsip dalam beragama yang sejak dini telah ditanamkan Rasulullah n kepada umatnya.
Seseorang yang berhias dengan akhlak mulia, berarti telah mendapat anugerah hikmah dari Allah l. Hal ini nampak jelas manakala Allah l berfirman (setelah menyebutkan wasiat-wasiat besar yang berisikan akhlak mulia dalam surat Al-Isra` ayat 23-38):
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Rabbmu kepadamu.” (Al-Isra`: 39)
Barangsiapa dianugerahi hikmah oleh Allah l, maka ia benar-benar dianugerahi karunia yang banyak. Sebagaimana firman Allah l:
“Dan barangsiapa dianugerahi hikmah oleh Allah l, maka ia benar-benar dianugerahi karunia yang banyak.” (Al-Baqarah: 269)
Dengan akhlak mulia, seorang muslim akan meraih kesempurnaan dalam imannya. Rasulullah n bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1082. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ no. 1232)
Selaras dengan itu, Allah l yang Maha Bijaksana telah memilih Rasul-Nya Muhammad bin Abdullah n sebagai seorang yang paling mulia akhlaknya. Sehingga benar-benar dapat menjadi figur dan teladan mulia bagi seluruh umat manusia. Allah l berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti (berakhlak) yang agung.” (Al-Qalam: 4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah n itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ahlus Sunnah wal Jamaah Menyerukan Akhlak Mulia
Ahlus Sunnah wal Jamaah, adalah orang-orang yang berusaha meneladani Rasulullah n dalam kehidupan ini. Kehidupan mereka pun diliputi cahaya ilmu dan dihiasi akhlak mulia. Sebagaimana tercermin dalam nasihat Al-Imam Muhammad bin Sirin, Al-Imam Malik, dan yang lainnya dari ulama salaf rahimahumullah: “Ilmu (hadits) ini adalah bagian dari agama, maka lihatlah (selektiflah) dari siapakah agama itu kalian dapatkan. Tidaklah cukup (bagi seseorang) berbekal ilmu yang banyak (dalam bidang yang digelutinya, pen.). Akan tetapi haruslah dilengkapi dengan berbagai disiplin ilmu syariat lainnya, karena satu dengan yang lainnya saling terkait. Dengan harapan agar berada di atas jalan yang lurus, agama yang benar, akhlak yang mulia, pikiran yang jernih, dan wawasan yang sempurna.” (Adabul ‘Alim wal Muta’allim, karya Al-Imam An-Nawawi t hal. 46)
Lebih dari itu, mereka mengajak umat ini untuk berilmu dan berakhlak mulia. Sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t dalam kitabnya yang mulia Al-Aqidah Al-Wasithiyyah: “Ahlus Sunnah wal Jamaah di samping berpegang teguh dengan prinsip-prinsip (aqidah, pen.) tersebut, juga menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan yang diperintahkan dalam syariat ini. Meyakini sahnya pelaksanaan haji, jihad, shalat Jum’at dan shalat ied bersama pemerintah yang adil maupun yang jahat. Memelihara persatuan dan kesatuan, meluangkan nasihat untuk umat, dan meyakini kandungan sabda Rasulullah n: ‘Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat bangunan yang saling mengokohkan satu dengan yang lainnya, (kemudian beliau n memasukkan jari-jemari tangan kanannya kepada jari-jemari tangan kirinya).’ Juga sabda beliau n: ‘Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling berkasih sayang, ibarat satu tubuh yang apabila salah satu dari anggota tubuh tersebut sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan merasakan demam dan tidak bisa tidur (sakit pula).’ Memerintahkan kepada kesabaran saat mendapat cobaan, bersyukur saat mendapat kelapangan, dan ridha terhadap takdir pahit yang Allah l tentukan. Menyeru kepada akhlak mulia dan amalan terpuji, dengan meyakini kandungan sabda Rasulullah n: ‘Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.’ Menghasung untuk berbuat baik kepada orang yang memutuskan hubungan denganmu, menderma orang yang tak memberimu, dan memaafkan orang yang menzalimimu. Memerintahkan berbakti kepada kedua orangtua, menyambung tali silaturahim, berbuat baik dengan tetangga, berderma kepada anak-anak yatim, kaum miskin, dan musafir (orang yang dalam perjalanan), serta berlemah lembut kepada hamba sahaya. Melarang dari perbuatan sombong, berbangga diri, aniaya dan semena-mena terhadap sesama, baik dalam posisi benar maupun salah. Memerintahkan kepada budi pekerti mulia dan melarang segala perangai tercela. Semua yang mereka ucapkan dan mereka kerjakan dari semua ini, mengikuti (bimbingan) Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan jalan yang mereka tempuh adalah agama Islam yang dibawa Rasulullah n.”
Dari sini semakin jelaslah bagi kita, bahwa berhias dengan akhlak mulia dan berdakwah kepada hal ini (akhlak mulia) merupakan bagian dari prinsip utama Ahlus Sunnah wal Jamaah yang harus dipegang erat-erat oleh setiap muslim, seiring dengan prinsip keimanan (keilmuan) yang harus terhunjam dalam lubuk hati yang paling dalam.3 Bila prinsip utama ini benar-benar menyatu dalam kehidupan umat, maka akan teraihlah suatu kebangkitan yang dapat mengantarkan mereka kepada puncak kemuliaan.4 Sketsa kehidupan di atas benar-benar telah terwujud pada masyarakat tiga generasi terdahulu umat ini (generasi sahabat Nabi n, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in), yang dengannya mereka menyandang gelar “generasi terbaik umat ini”. Rasulullah n bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baik manusia (generasi) adalah yang hidup di abadku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya, setelah itu akan datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR. Al-Bukhari no. 3650 dari sahabat ‘Imran bin Hushain z, dan Muslim no. 4533 dari sahabat Abdullah bin Mas’ud, ‘Imran bin Hushain, dan Abu Hurairah g)
Ya Allah... berilah kami petunjuk untuk berhias dengan akhlak mulia dalam kehidupan ini, karena tiada yang dapat menunjukinya melainkan Engkau. Dan palingkanlah kami dari segala perangai tercela, karena tiada yang dapat memalingkannya melainkan Engkau. Ya Allah… dengarlah permohonan kami, karena tiada yang dapat mengabulkannya melainkan Engkau…
1 Akhlak mulia terkadang bermakna umum dan terkadang bermakna khusus. Bermakna umum manakala cakupannya adalah seluruh perkara agama ini baik aqidah, ibadah, maupun muamalah. Bermakna khusus manakala cakupannya adalah muamalah dan adab semata. Dan yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam pembahasan kali ini adalah yang bermakna khusus, yakni muamalah dan adab. (Lihat Makarimul Akhlaq wa Ahammiyyatuha Fiddin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah As-Subayyil yang dimuat dalam Majalah At-Tau’iyah Al-Islamiyyah no. 215 Th. 1418 H, hal. 76-77)
2 Untuk lebih rincinya, lihat Makarimul Akhlaq wa ahammiyyatuha Fiddin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah As-Subayyil yang dimuat dalam Majalah At-Tau’iyah Al-Islamiyyah no. 215 Th. 1418 H, hal. 78-81.
3 Tidaklah dibenarkan metode dakwah Jamaah Tabligh yang memfokuskan dakwahnya kepada akhlak mulia semata, namun melalaikan sisi keilmuan (terkhusus tauhid uluhiyyah, al-asma` wash shifat, dan fiqih ibadah).
4 Sungguh mengherankan apa yang disebutkan dalam buku Strategi Dakwah Hizbut Tahrir (hal. 40-41): “Demikian pula, dakwah kepada akhlak mulia tidak dapat menghasilkan kebangkitan…, dakwah kepada akhlak mulia bukan dakwah (yang dapat) menyelesaikan problematika utama kaum muslimin, yaitu menegakkan sistem khilafah.”


http://www.asysyariah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=301:berhias-dengan-akhlak-mulia-bagian-dari-prinsip-beragama-manhaji-edisi-44&catid=7:manhaji&Itemid=15

Wahai Da'i dan Penuntut Ilma Waspadai Ghurur


(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA)


Ghurur adalah suatu sifat yang menipu penyandangnya. Dia adalah suatu kebodohan yang membuat seseorang menilai sesuatu yang jelek sebagai sesuatu yang baik dan kesalahan sebagai sesuatu kebenaran. Demikian dijelaskan Ibnul Jauzi t dalam bukunya Talbis Iblis. Sifat ini muncul karena bercokolnya syubhat atau kerancuan berpikir yang membuatnya salah dalam menilai. Iblispun masuk untuk menggoda manusia seukuran kemampuannya dan akan semakin mantap cengkramannya terhadap seseorang atau semakin melemah seiring dengan ukuran kesadaran atau kelalaian orang tersebut, juga sebatas kebodohan atau keilmuannya. Demikian beliau jelaskan dalam kitab tersebut.
Allah l telah mencela sifat ini dalam banyak ayat Al-Qur`an. Karena sifat ini telah membuat sekian banyak manusia terjerembab dalam kubang kehinaan dan kerugian, yang tentunya murka Allah l akan mereka rasakan. Orang kafir dan para munafik adalah sebagian contoh dari sekian banyak contoh korban sifat ghurur. Allah l berfirman:
“Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: ‘Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?’ Mereka menjawab: 'Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu’.” (Al-Hadid: 14)
Yakni kalian tertipu oleh setan sehingga kalian tidak mengagungkan Allah l dengan seagung-agungnya. Sehingga kalian tidak mengetahui kemampuan Allah l terhadap kalian. Akhirnya kalianpun mengira bahwa Allah l tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian lakukan. (Zubdatut Tafsir)
Allah l juga menerangkan tentang kondisi orang kafir yang tertimpa ghurur sehingga tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia:
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat.” (Al-Jatsiyah: 35)
Demikian mereka dihancurkan oleh ghurur, sehingga mereka menuai hasil yang teramat getir di akhirat. Janganlah mengira bahwa hanya mereka yang tertimpa ghurur. Ternyata kaum muslimin pun, dari berbagai macam status sosial mereka, bahkan para ulama, para da’i, dan para penuntut ilmu juga banyak yang tertimpa ghurur. Sungguh realita yang menyedihkan.
Ibnu Qudamah t menjelaskan bagaimana ghurur ini menimpa orang-orang yang berilmu. Di antara mereka ada orang-orang yang menekuni ilmu syar’i akan tetapi mereka melalaikan pengawasan terhadap amal anggota badan mereka dan penjagaan dari perbuatan-perbuatan maksiat, serta lalai untuk menekan diri mereka agar senantiasa taat. Mereka tertipu dengan ilmu yang ada pada mereka sehingga mereka menyangka bahwa mereka punya tempat di sisi Allah l.
Padahal bila mereka melihat dengan ilmu mereka tentu akan tahu bahwa ilmu tidak dimaksudkan dengannya kecuali amal. Kalaulah bukan karena amal tentu ilmu tersebut tidak bernilai, Allah l berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (Asy-Syams: 9)
Allah l tidak mengatakan: telah beruntung orang yang mempelajari ilmu bagaimana cara menyucikannya.
Orang yang tertimpa ghurur semacam ini, bila setan membisikkan kepadanya tentang keutamaan para ulama, maka hendaknya mengingat ayat-ayat yang menerangkan kepada kita tentang orang-orang yang berilmu tapi bermaksiat. Semacam firman Allah l:
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (Al-A’raf: 175-176)
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Al-Jumu’ah: 5)
Di antara mereka ada sekelompok yang menekuni ilmu dan amal lahiriah tapi tidak mengawasi kalbu mereka agar menghapus dari diri mereka sifat-sifat yang tercela, semacam sombong, hasad atau iri dan dengki, riya` dalam amal, mencari popularitas, ingin lebih unggul dari yang lain.
Mereka telah menghiasi lahiriah mereka, akan tetapi melupakan batin mereka dan mereka lupa terhadap hadits Nabi n:
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah z)
Sekelompok yang lain mengetahui bahwa akhlak-akhlak batin tersebut tercela. Namun karena sifat bangga diri yang tersimpan pada mereka, mereka merasa aman bahkan merasa telah terbebas dari sifat-sifat tercela itu. Mereka merasa lebih tinggi untuk Allah l timpakan pada mereka sifat-sifat itu, bahkan –menurut mereka– yang tertimpa itu adalah mereka yang masih awam. Bila muncul dalam diri mereka percik kesombongan, merekapun mengatakan dalam diri mereka, ‘Ini bukan sombong. Bahkan ini adalah demi kemuliaan agama dan untuk menampakkan kemuliaan ilmu, serta merendahkan ahli bid’ah.’ Enggan berteman dengan orang-orang yang lemah, maunya dengan orang yang berpangkat atau berduit, merasa hina bila berteman dengan kaum dhuafa.
Mereka tertipu oleh ghurur. Mereka lupa bahwa Nabi n dan para sahabatnya g dahulu adalah orang-orang yang tawadhu’. Mereka bergaul dengan kaum dhuafa, bahkan mereka mengutamakan kefakiran dan kemiskinan.
Diriwayatkan bahwa 'Umar Ibnul Khaththab z dahulu ketika pergi menuju Syam beliau mendapati sungai yang mesti diseberangi. Maka turunlah beliau dari untanya dan melepaskan dua sandalnya lalu membawanya sembari mencebur dan menyeberangi sungai itu dengan untanya. Saat itu berkatalah Abu 'Ubaidah kepadanya: “Sungguh pada hari ini engkau telah melakukan sesuatu yang besar di mata penduduk bumi.” Umar pun menepuk dadanya dan mengatakan: “Duhai seandainya selainmu yang mengatakan kata-kata ini, wahai Abu Ubaidah. Sesungguhnya kalian (bangsa Arab) dahulu adalah orang-orang yang paling hina dan rendah, lantas Allah l angkat kalian dan muliakan kalian dengan sebab mengikuti Rasul-Nya. Maka bagaimanapun kalian mencari kemuliaan dengan selain jalan itu niscaya Allah l akan menghinakan kalian.”
Sekelompok yang lain juga tertimpa ghurur, mereka mencari kesenangan dunia, kemuliaan, fasilitas, kecukupan dengan memperalat penampilan kealiman atau keshalihannya. Bila muncul pada mereka percikan riya`, iapun mengatakan dalam dirinya: “Saya hanya bermaksud menampakkan ilmu dan amal agar orang mengikuti saya, agar orang mendapat hidayah kepada ajaran ini.”
Padahal jika tujuan mereka benar-benar untuk memberi jalan hidayah untuk manusia, tentu ia akan merasa senang ketika manusia mendapat hidayah melalui selain tangannya. Sebagaimana senangnya ketika manusia mendapat hidayah melalui tangannya. Karena siapa saja yang tujuan dakwahnya adalah memperbaiki manusia, maka ia akan merasa senang ketika manusia menjadi baik melalui tangan siapapun.
Masih ada sekelompok yang lain. Mereka menekuni ilmu, membersihkan amal anggota badan mereka, serta menghiasinya dengan ketaatan, dan mengawasi amal kalbu mereka agar bersih dari riya, hasad, dan sombong. Akan tetapi masih tersisa di sela-sela kalbunya, tipu daya setan yang tersembunyi dan bahkan tipu daya jiwanya yang juga tersembunyi. Ia tidak tanggap akan keberadaannya. Engkau lihat mereka berupaya sungguh-sungguh dalam beramal dan memandang bahwa faktor pendorongnya adalah menegakkan agama Allah l. Tapi pada kenyataannya terkadang pendorongnya adalah mengharap sebutan orang terhadapnya. Sehingga terkadang muncul sikap merendahkan yang lain melalui sikapnya menyalah-nyalahkan yang lain, merasa dirinya lebih mulia dari yang lain.
Ini dan yang sejenisnya merupakan cacat yang tersembunyi. Tidak terdeteksi kecuali oleh mereka yang kuat dan cermat serta tentunya mendapat taufiq dari Allah l. Adapun orang-orang semacam kami yang lemah ini maka kecil harapannya. Namun paling tidaknya seseorang mengetahui aib dirinya dan berusaha untuk memperbaikinya. Nabi n sendiri pernah bersabda:
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَائَتْه ُسَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Barangsiapa yang kebaikannya menyenangkannya dan kejelekannya menyusahkannya maka dia seorang mukmin.” (Shahih, HR Ath-Thabarani dari sahabat Abu Musa z dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir)
Orang yang semacam itu masih bisa diharapkan. Berbeda dengan mereka yang menganggap suci dirinya dan merasa dirinya termasuk orang-orang yang terpilih.
Inilah ghurur yang menimpa orang-orang yang memperoleh ilmu agama. Bagaimana kiranya dengan mereka yang puas dengan ilmu yang tidak penting dan meninggalkan yang penting? Wallahul musta’an.