Kau Tau?...

Kau tahu apa yang menyenangkan? Saat perempuan-perempuan berpikir aku pernah mencintai mereka. Dan tebak apa yang menyakitkan? Mencintaimu.

Hai Aku...

Hai orang yang gagal jatuh cinta, sedang apa kau? Ah, senyummu! Kukenal senyum palsu itu! Aku juga pernah melakukannya saat bersamamu.

Hanya Kamu

Aku sayang kamu sejak lama, tapi kini aku punya mata yang baru. Mata yang tertutup bagi segala keindahan perempuan yang bukan kamu.

Beda Cerita

Beda ceritanya, antara kamu sudah mengisi hati seseorang atau kamu hanya sedang membuat seseorang sibuk hingga tak sempat menengok hatinya.

Bangga Menjadi Diri Sendiri

Kamu harus bangga bahwa kamu adalah kamu. Sebab mungkin tidak mudah bagi orang lain bila menjadi kamu. :)

Sabtu, 24 Oktober 2015

The Oral Cigarettes - Kantan'nakoto Romaji Lyrics

Jarang-jarang ngepost lirik lagu. Cuman karena enak banget plus liriknya belum nongol di minilyrics.. Post aja.. Yang suka lagunya mungkin bisa komen...Haha


Kantan'nakoto 




do ̄ dai? Achira kochira ni uma reta tansaibō ningen no okoshita 
sōdaina jinrui hametsu e no i-po imadani kidzuke tenaiga 
do ̄ dai? 
Mazuwa era-sō ni kyūshutsu sengen shite miyou kashira? 
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
`U zatta i.' 

Migite agerunara sono-te ni sekinin ga yadoru to omoe 
ryōte agerunara utsumuite zettai fukujū kakugo wa aru ka? 
Do ̄ dai? Kore ga shinu mae ni inochi o kou ningen no sugata ka? 
Do ̄ dai?
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? Ittai dō natchatta nda? 

A~a, son'na kantan ni iu na 
ushinau koto ni miren o tarashite 
a~a, son'na kantan ni iu na 
ima-me no mae wa jisatsu no shigan-sha 
a~a, son'na kantan ni iu na 
are mo kore motte totchirakashite 
a~a, son'na kantan ni iu na a~a~a~a~a~aw 

do ̄ dai? 
Jibun igai no ningen botan itsu de kesetara natte 
yōdai wa ima dōdesu ka? 
Anmari yoroshiku miemasenga so ̄ ka! 
Mazuwa era-sō ni mite minu furi shita aitsu o norou kado ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
Do ̄ dai? 
Ittai dō natte shimatta 

a~a, son'na kantan ni iu na
mawari ni kidzuka renai yō ni shite 
a~a, son'na kantan ni iu na 
zujō ni mētā wakka o mae ni 
a~a, son'na kantan ni iu na 
ite mo tatte mo i rarenaku natte 
a~a, son'na kantan ni iu na .. son'na kantan ni iu na ..

sō ima mo mata kanjiru no mada 
hikari ga sukoshi miete kitatte 
me o tsubutte omoidasu no wa 
hitori mo inai hitori mo naikara sa 

shinitai kietai kawaritai kaeritai nakitai u zatta i tasukete tasukete tasukete tasukete

a~a, son'na kantan ni iu na
ushinau koto ni miren o tarashite 
a~a, son'na kantan ni iu na
ima-me no mae wa jisatsu no shigan-sha 
a~a, son'na kantan ni iu na 
are mo kore motte totchirakashite 
a~a, son'na kantan ni iu na .. son'na kantan ni iu na ..

a~a, son'na kantan ni iu na 
tattaratattattaratta 
a~a, son'na kantan ni iu na
moshimo mata umarekawareru to shite 
a~a, son'na kantan ni iu na 
shiranai tarinai dō demo ī ya 
a~a, son'na kantan ni iu na .. son'na kantan ni iu na..

Jumat, 23 Oktober 2015

NYERItain mantan #Part 8

Hanya berselang satu hari dari jadwal release cerita ke 5, kali ini aku berniat memposting cerita lagi. Namun bukan cerita ke-6, tapi loncat ke cerita ke-8 bercerita tentang seseorang yang semalam baru saja kupaksa hadir dalam mimpi. Mungkin akan ada getir jika aku melewati 2 kisah penting yang terjadi di hidupku. Tapi mungkin tak apa, pasti ada waktu di suatu hari nanti aku bisa bercerita tentang semua wanita yang namanya pernah aku ukir di dinding hati. 

Kisah ini berkisar sekitar tiga bulan setelah aku dan Gina berpisah. Tentu sebelum itu terjadi, aku terlebih dahulu terjerumus pada kisah melankolis dengan Mantan ke 6 dan 7. Hanya saja karena berlangsung tak lama mungkin akan terdengar teramat membosankan bila keduanya aku ceritakan sekarang. 'The 8' ini bercerita tentang anak game, namanya Annisa. Panggilannya si pesek. Dia tinggal di Samarinda, Kalimantan timur. Usianya lebih muda dariku sehingga dia memanggilku 'kaka'.

Musim semi di awal Desember

Angin sore di sebuah sabtu saat itu berhembus cukup kencang. Debu dan daun dengan asyik terbang kesana kemari seolah mereka sedang bermain kejar-kejaran. Seekor kucing tertunduk lesu di pinggiran post satpam yang kufikir dia sedang menunggu seseorang. Sedang aku duduk di samping si Kucing melakukan hal yang sama.

Waktu menunjukkan pukul 16.22. Hampir setengah jam berlalu setelah bel pulang sekolah dibunyikan. Dan aku masih menambah hitungan waktu yang bisa ku sia-siakan untuk menunggu seseorang. Seseorang yang tak yakin kepada siapa hatinya berlabuh. Tentunya disana, aku sedang menjadi salah satu dermaga yang berharap menjadi tempatnya mengikatkan jangkar. Dia Annisa. Si Pesek.

AH udahlah, lu pasti udah nebak kalo gw bakal jadi korban PHP. Jadi males gw lanjutin ini cerita -_-
Gw skip kalo gitu ke part 11... See u there.. 

Rabu, 21 Oktober 2015

NYERItain mantan #Part 5

Kapan pertama kali kamu bisa melihat dunia dengan pandangan yang berbeda? Kapan pertama kali kamu menyadari bahwa kamu memiliki pemikiran yang salah tentang sesuatu, bahkan tentang dirimu sendiri. Dan kapan pertama kali kamu mengambil jalan yang salah dan kamu menyadari resikonya, tapi tetap kamu ambil. Begitulah, akan tiba satu masa untuk aku berubah menjadi orang yang dewasa. Dan sayang, sampai detik ini masa itu belum juga tiba. Lalu untuk apa aku menanyakan hal tersebut? Aku menemukan dan melihat saat-saat itu terjadi pada seseorang. Seseorang yang begitu dekat.

Sepertinya terjadi di awal tahun 2010. Tepat ketika aku baru saja 2 bulan menginjakkan kaki di kursi kelas X Sekolah Menengah Atas. Mungkin cerita ini akan terasa sama membosankannya dengan ke-4 cerita sebelumnya. Masih tentang kesialan menjalani kisah asmara.

Namanya Gina. Dia adalah teman satu ekskul, tepatnya klub yang berhubungan erat dengan angka dan kata, matematika. Dan satu-satunya alasan aku masuk ke klub tersebut adalah Gina. Iya, sudah terlalu banyak aktifitas lain yang menghabiskan waktu diluar jam pelajaran. 

Pertemuanku dengan Gina dimulai sebelum aku menjadi Siswa Menengah Atas. Tepatnya di liburan panjang pasca kelulusan SMP. Dan aku menghabiskan waktu untuk berwisata ke sebuah perbukitan yang memiliki objek wisata yang beragam. Dimulai dari kaki pendakian, ada sebuah tempat pemandian dengan terapi ikan Hiu. Ikan Hiu itu bisa menghilangkan kejombloan seseorang. Jadi, ketika ada seorang jomvlo mencemplungkan diri kedalam kolam, tak perlu menghitung waktu lama sampai si jomblo itu hilang dimakan Hiu. 

Di kaki bukit ada objek wisata yang cocok untuk wisata bersama keluarga besar. Dataran luas yang rindang dengan pohon-pohon yang rimbun, rumput hijau bak karpet besar yang menutupi taman. Juga dilengkapi dengan gubuk-gubuk yang bisa digunakan untuk tiduran, makan-makan atau sekedar tempat merenung untuk mereka meratapi kejombloan. Dan yang paling penting, ada wahana seperti banci jumping wkakak, flying fox dan air terjun. Nah, di air terjun tersebut lah aku bertemu dengan Gina yang sedang sama-sama berwisata. 

Pertemuannya terasa seperti rindu, rasanya hambar. Dia duduk di tepian sungai yang air begitu jernih  mengalir dari air terjun yang tingginya 1/120nya Burj Khalifa, bersama seorang lelaki tampan yang sebaya denganya. Sedang aku duduk tak jauh dari mereka, cukup untuk mendengar suara mereka di kisaran 20 desibel. 

Sekilas obrolan mereka terdengar sadis. Mereka bercakap dengan panggilan darling. Cukup mengerikan untuk seumuran anak SMP, meski ada yang lebih buruk. Apa? Panggilan ayah-bunda. Tapi yang sadisnya adalah, obrolan mereka seolah-olah bermuara pada putusnya sebuah hubungan berpacaran. 

Dua sampai tiga menit berlalu, terdengar suara tangisan yang yang terasa berat dari Gadis berambut panjang itu. Rambut gina terurai panjang dan basah namun tak sebasah pipinya. Airmatanya mengalir cukup deras hingga terjatuh dari dagunya lalu ikut terbawa arus sungai. Tangisannya pecah tak terlalu lama sampai dengan tetiba lelaki disampingnya berjanjak pergi.

Aku tak begitu mengerti tentang bagaimana menjadi lelaki yang baik. Namun, dia yang meninggalkan seroang wanita dalam keadaan menangis sudahlah pasti brengsek. Dan karena tak begitu mengerti itulah, aku tak tahu apakah yang harus aku lakukan saat itu. Tetap bermain-main dengan air seolah tak tahu apa yang barusan terjadi. Ataukah bersikap seperti hansaplast, mengahapuskan luka seseorang.

Tetapi muncul sesuatu yang lebih tak aku mengerti. Aku beranjak dari tempatku, berjalan tanpa ku sadari dan singgah di samping wanita yang sedang menangis itu. Kemudian duduk tepat di sampingnya hingga bahukami saling beradu. Dia langsung terkaget, wajahnya menatap ke arahku. Matanya mencari-cari lelaki yang barusan pergi namun mendapati aku yang menatapnya dengan wajah penuh pertanyaan 'kamu kenapa? apa yang barusan terjadi? apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu berhenti menangis?'. Responnya tidak biasa, tatapannya seolah mengganggapku bukan orang yang baru dia lihat. Wajahnya tak menunjukkan sedikitpun rasa malu atas tangisannya. Padahal air matanya masih mengalir, pipinya masih basah, mukanya memerah dan sembap. Namun tak sepatah katapun terucap di momen itu. Hingga akhirnya aku yang membuka percakapan diantara kami.

"Biru.." Kataku singkat

"Hah? Apa yang biru? " Dia kembali menolehkan wajahnya kearahku, namun giliran dia yang menunjukkan wajah penuh tanya. Mungkin di benaknya, kenapa tidak ia bertanya kenapa atau setidaknya ia berkata cukup, jangan menangis lagi.

"Tali, di belakang.. " Jawabku dengan nada datar. Entah apa yang ada di fikiranku saat itu, tapi terlintas begitu saja. Dan tentu saja, aku terlalu frontal untuk mengungkapkan kecabulanku pada pertemuan pertama.

"Ehhh.. Haha Basah ya baju aku.. " Dia seketika tertawa, tapi tanganya menghapus sesuatu dari matanya. Dan di sela tawanya itu, aku melepaskan hoodie yang aku pakai lalu mengenakannya pada Gina.

"Sorry yaa.. Aku gatau harus ngomong apa biar gak jatuh lagi itu air mata... " seruku pelan. Aku menghembuskan nafas lebih kencang namun dengan ritme yang pelan. Bermaksud menuntun Gina untuk menggunakan ritme bernafas yang sama.  

"Ayo ke curug.. Kayaknya rame.. " Dia tetiba beranjak dari tempat duduknya. Menggenggam tangaku lalu menyeretku ke arah air terjun.

Kemudian aku dan dia berkenalan, bercerita tentang banyak hal namun tidak tentang kejadian mengerikan tadi. Saling bertukar nama, nomor telepon dan akun facebook. Dan disitulah aku tahu bahwa dia dan aku berniat melanjutkan sekolah di SMA yang sama. Disitu pula kami berjanji, apabila kami berdua bisa masuk ke SMA tersebut, kami akan pacaran.

Kembali ke paragraf tiga...

Singkat cerita kami berpacaran, namun kami berada di kelas yang berbeda. Padahal, ceritanya akan lebih menyenangkan kalau kami berada di satu kelas yang sama. Tentu! Siapa yang pernah bilang memiliki kekasih di satu kelas, satu sekolah atau satu kerjaan yang sama itu membosankan? Bohong!

Hari demi hari kami jalani dengan bahagia. Tentu, memiliki pacar yang perhatian, cantik, baik, pintar sangatlah menyenangkan bagiku. Setidaknya menyenangkan pada bulan-bulan pertama.

Aku memanggil dia 'darling' dan begitupun demikian. Bisa dibilang, dia adalah pacar resmi pertamaku. Tentu, sebelumnya aku hanya terjerat di hubungan tanpa status yang sah. Tidak jauh dari Friendzone dan ojekzone.

Setiap jam istirahat kami selalu pergi ke kantin bersama. Ikut ekskul bersama. Pulangpun bersama, tentu karena rumah kost aku dan dia berada pada satu jalan yang sama. Terkadang dalam satu minggu, dua atau tiga hari aku main ke kostnya setelah pulang sekolah. Tentunya untuk belajar bersama.

Semuanya berawal baik-baik saja, namun tidak sampai semester 3 dimulai. Apa yang terjadi? Kami berada di kelas yang sama, kelas XI IPA 2. Awalnya kufikir, dengan begitu hubungan kami akan lebih baik. Ternyata sebaliknya. Entah teori apa yang berlaku saat itu, hanya saja muncul masalah demi masalah yang memicu keretakan hubungan kami.

Kami mulai bertengkar mengenai hal-hal kecil. Sikap Gina-pun mulai berubah, dari perhatian menjadi cuek, dari sering mandi jadi jarang mandi sampai-sampai aku yang maksa mandiin dia. Sampai di suatu hari, terdengar sebuah berita dari beberapa tetangga tentang kedekatan Gina dengan kaka kelas. Ardian, dia bintang Basket sekolah.

Awalnya kufikir hanyalah berita palsu belaka. Namun tidak sampai dengan tetiba, Gina memberitahuku bahwa dia telah bergabung dengan klub Basket. Mungkin begitu, perasaanku menjadi buta karena terlalu sayang. Sampai tak menyadari apa yang sedang terjadi. Perasaan Gina padaku perlahan memudar. Kami tak lagi bertukar kabar setiap pagi. Kemudian tiba di satu musim hujan di Awal September. Dia meminta hubungan kami berakhir. Dan dia tak mau menjelaskan alasannya. Akupun tentu tak mau mendengar alasannya langsung dari mulut Gina.

Yang ada di benakku saat itu. Mungkin tak seharusnya kami bertemu. Tak seharusnya aku mengalami luka cinta menyesakkan ini. Dan sialnya lagi, kami masih berada di semester tiga. Tentunya masih ada setengah semester lagi aku menjalani hari-hari berada di kelas yang sama dengan mantan pacar.

Aku bahkan tak mampu mengingat dimana aku dan gina memutuskan untuk berpisah. Hari apa, atau jam berapa. Yang aku tahu hanyalah Awal september. Kenapa? Karena setelah peristiwa itu, aku mendengarkan 'September Ends' setiap menjelang tidur. Kudengarkan sampai September benar-benar berakhir.

Tapi patut bersyukur, dari luka itulah aku tahu rasanya bangkit. Tentunya, aku bangkit untuk merasakan jatuh yang lain. Yang mungkin lebih sakit, lebih lama, lebih membuat bekas luka yang lebih lebar dan dalam.

Akupun paham mengapa orang yang bilang bahwa memiliki kekasih di satu kelas, satu sekolah atau satu kerjaan yang sama itu membosankan. Mungkin ia relatif, tergantung pada dua hal. Pertama, apabila hubungan itu dapat bertahan setidaknya sampai lulus sekolah, mungkin tak akan jadi membosankan. Tapi  opsi yang kedua, jika hubungan itu berakhir ketika kalian masih berada di tempat yang sama seperti halnya yang terjadi denganku. Bukan hanya bosan, tapi sakit. 

-Mudzavv

Senin, 19 Oktober 2015

NYERItain mantan #Part 4

Setelah adegan yang agak kurang mendidik di postingan ke-3. Tibalah aku di satu masa dimana aku diharuskan menjadi orang yang lebih baik. Ceileh bahasanya make 'aku'. Jadi dikarenakan pada siang hari tadi ada sebuah complain dari beberapa reader mengenai bahasa yang kurang 'merenah' di postingan pertama, maka aku akan mencoba menggunakan bahasa aku-kamu pada postingan kali ini. Jadi apakah gw sanggup? Tuh kan gagal.


Ceritanya terjadi di pertengahan tahun 2010, tepat di semester terakhir pada masa pembelajaran Siswa Menengah Pertama. Di masa-masa itu, tentunya aku diharuskan untuk fokus pada sebuah event yang sangat sakral. UN (Uduk Nasi) Tapi sayangnya, aku malah mendapatkan banyak sekali cobaan. Dimulai dari Game Online, Gebetan Online, dan Mantan Online. Tapi yang paling sulit adalah adanya seorang gadis pindahan dalam satu kelas. Namanya Ayu. Ayu Ratna Azalia Nabilah. Anjiiir Ngidol lu nov.

Usianya tidak beda jauh denganku. Dia 14 tahun sedang aku 14. Sama aja kampret! Hubungan kami pada awalnya bisa disebut sebatas teman, biasa-biasa saja. Namun karena aku menjabat sebagai ketua kelas dan kelas kami sepakat untuk memposisikan dia sebagai sekretaris, hubungan kami menjadi semakin dekat. Dari sebatas teman menjadi TTM (Teman Tapi Menyusui

Dua sampai tiga minggu berlalu. Muncul-lah sebuah pertanyaan dari bibir ayu. Bentar, aku sepertinya melupakan bagian yang penting dari kisah ini. Oia, perawakan Ayu. Dia memiliki tinggi yang sama denganku. Bibirnya merah merona sekalipun tak mengenakan gincu. Matanya bulat warnanya kecoklatan.Kulitnya putih. Rambutnya sebahu. Apa yang paling kuingat dari dia adalah cara bicaranya, entah mungkin sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.

Sepertinya misalnya ketika dia mengatakan 'eh' pada dialog "eh, kamu udah ngerjain Tugas Matematika?" Mendengarnya seperti ada yang berdebar-debar di dada. 

Kembali pada topik sebelumnya di paragraf ke-5, muncul sebuah pertanyaan dari Ayu. Padahal sebelumnya kami belum pernah masuk dalam percakapan ini. Biasanya hanya membahas tentang agenda kelas, tugas-tugas yang menumpuk atau saling sharing rencana di masa depan. Dan disaat itu, dia yang memulai menanyakan tentang pacar mempacari.

"Em, Nov. Kamu kok ngga punya pacar?" Tanya ayu sambil mengerjakan tugas MTK. Sebelumnya memang belum ada topik untuk ngobrol. Tentu karena sedang membahas rumus-rumus, tapi aku tak menyangka bahwa tiba-tiba dia menanyakan hal tersebut.

"Ngga, emang aneh kalo ngga punya?" Jawabku dengan singkat.

Matanya tetiba melarikan diri dari buku atau pandanganku, dia memandang keluar jendela. Tepat ke lebatnya daun mangga yang sedang berbuah. 

"Ngga, aku pernah punya pacar. Dia brengsek" Jeda lebih dari 10 detik, dia melanjutkan percakapannya. Dan ternyata itu lebih mengagetkanku. Sejak pertama kali bertemu, aku tak pernah melihat wajahnya menampakkan mimik sedih atau kecewa. Seringkali tentang kegembiraan, mimik marah karena tugas, atau malu karena di taksir oleh ketua OSIS. Tapi tidak seperti wajahnya yang kulihat saat itu.

Saat itu aku berfikir, apakah ada sikapku yang membuatnya bertanya sehingga memunculkan pernyataan yang sangat krusial. Aku bahkan tidak menanyakan dan belum ada niat untuk menanyakan siapa lelaki yang dia suka. Tapi tentu, aku menyadari bahwa perasaan wanita memang sulit untuk di tebak. Dan apa yang ada dalam benakku saat itu adalah bertanya kenapa.

---- Lima persekian detik sebelum mulutku melontarkan pertanyaan 'kenapa', tetiba sesuatu muncul pertanyaan lagi di fikiranku yang ditujukkan untukku sendiri. Apa pertanyaan yang ia butuhkan saat ini?
Mungkin terlihat dibuat buat, tapi sungguh. Dalam detik-detik yang sangat sempit itu, terjadi banyak perdebatan hebat dibenak. Puluhan pertanyaan dengan beragam jawaban tentang kenapa dia bisa dengan tiba-tiba murung. Jawaban tentang se-brengsek apa bekas pacarnya itu. Termasuk jawaban tentang apa yang lebih baik aku lakukan di momen tersebut. Sialnya dari puluhan jawaban itu, muncul satu yang tak akan bisa dijelaskan dengan akal sehat. 

Apa?

Dengan tak aku sadari, tanganku meraih pundaknya. Lalu mendekatkan kepalanya di bahuku. Sedang mulutku tak berkata satu kalimatpun. 

Hembusan nafasnya dengan jelas bisa aku rasakan di dada. Hangat tangannya, wangi shampo rejoice di rambutnya, parfum violet di seragamnya, tak bisa aku lupakan sampai sekarang. Isak tangisnya mulai pecah.
Aku memeluknya lebih erat, hingga erat hingga dia kehilangan nafasnya. Kemudian dia mati.  

"Jangan takut Yu, aku ada disini" Akhirnya muncul kalimat yang bisa aku ucapkan. Dan entah harus bersyukur atau tidak, dia melepaskan pelukanku. Kedua bola matanya yang masih basah dengan air matanya mencoba mencari-cari wajahku.

"Nov, kamu mau bantuin aku?" seru Ayu dengan nada parau. Suaranya terdengar berat di tenggorokannya. Telingaku nyaris tak mampu menangkap apa maksud perkataannya. Namun gerakan bibir tipisnya menyampaikannya langsung ke otak-ku.


"Maksudnya apa Yu? Kalo bisa ya aku bantuin" Aku menanyakan kembali maksud permintaan Ayu untuk aku bantu dengan tanpa menerka-nerka maksudnya.

Seketika itu Ayu mengambil tanganku dari bahunya, kemudian mengarahkannya tepat di dadanya. Aku tersentak, tubuhku gemetaran dan tak bisa aku gerakkan. Aku ingin bertanya kembali 'apa maksudmu yu? ada apa dengan semua ini?'

"Hapusin bekas dia nov... Semuanya.. Aku ngga ingin bawa beban ini terlalu lama.." Permintaannya membuncah bersama dengan dua tiga bulir airmata yang jatuh dari pipinya. Aku hanya menatap kaku pada wajah sedihnya. Lidahku tak mampu berkata apa-apa. Tanganku masih menetap di dadanya.

Namun tetiba pandangan dan kesadaranku dibawa kabur oleh aku yang lain. Apa yang kulihat hanyalah gelap, namun semakin hangat. Aku tak lagi merasakan gemetar hebat di tubuhku. Aku tak dapat mengingat apa yang terjadi waktu itu. Yang kutahu hanyalah, aku terbangun di ruangan kelas di tengah malam. Terbangun tapi tak sendirian.  

Minggu, 18 Oktober 2015

NYERItain mantan #Part 3

Helium Lithium Natrium Magnesium Dicium.
Dibagian ke-3 ini mungkin bisa jadi bagian paling porno dalam kisah per-mantan-an gw. Iya, disini terjadi aksi cium-mencium. Siapa sama siapa? Jangan dulu penasaran.

Cerita ini dimulai pada satu musim panas di bulan Januari abad ke 21. Loh kok ada musim panas? Kemarau bos.
Saat itu, gw sedang duduk di bangku kelas VIII. Saat itu pula, gw sedang masuk di salah satu fase kehidupan tingkat ke 4. 

Note!
Fase Kehidupan Manusia adalah :
1. Balita
2. Anak-anak
3. Remaja
4. Alay
5. Dewasa
6. Tua

Yah begitulah. Tahun tersebut adalah tahun dimana lagi booming-boomingnya social media Facebook. Dan bahasa gw saat itu sudah menggunakan algortima tingkat menengah. Dimana 'a' jadi '4' dan 'i' jadi 'y'. Semisal lo mau nanya sama gebetan lo.
'Lagi ngapain manis? Nanti malem jalan yuk!'
dan gw akan ngetik
'Gy paen m4nys? Ty m4lm j4ln yuk!
Pastinya lu juga pernah ngalamin kejadian aib kayak gini. Entah sedikit kurang alay atau jauh lebih alay dari gw waktu itu.

Sedangkan cewek yang gw suka adalah gadis basket dari SMP sebelah. Padahal gw maen bola bekles aja gak becus, malah sok-sok an suka sama cewek sporty.

Tapi iya, namanya Rani. Dia jadi ratu di anak-anak basket satu rayon. Udah pinter olahraga, cantik, pinter di akademik juga, tapi agak jutek. Dan disana, gw juga jadi salah satu pemuja si Rani ini. Jadi jangan heran, kalo lagi ada event Olahraga gw ikutan, iya cuman ikutan nonton aja.

Sayangnya muncul sebuah momen dimana gw jadi kenal sama dia. Ceritanya setelah permainan basket usai, dia gak pulang bareng temen-temenya. Entah mau dijemput sama bokapnya atau cowoknya. Dan gw waktu itu emang ngga pulang cepet, terlebih masih asik maen gadget sama beberapa temen gw.

Sampai waktu menunjukkan pukul 17.45, diamasih duduk di kursi sebelah lapangan, depan ruangan guru. Sendirian sambil memainkan gadgetnya. Dengan tetiba salah satu temen gw yang kampret nyerocos ke telinga gw. 'nov, lu ga samperin si rani? Kasian sendirian... Nunggu lu anterin kali'

'Manada nunggu gw anterin, dia kenal gw juga kagak' timpal gw dengan hati ngarep bisa nganterin.

'Samperin aja coy.. Kenalan doang.. Kalo dapet nopenya, kasih gw. Wkakaka' seru si Andi

Karena emang gw lagi agak-agak brengsek. Akhirnya gw putusin buat nyamperin si Rani. Kebetulan disana ada 3 kursi berjejer. Dan rani duduk di kursi paling kiri.

'Hey.. Belum pulang ran?' sapa gw dari kedeketan.

'Hey.. Belum nov. Nunggu dijemput ayah' bales dia dengan nada ramah.

'Udah ampir malem, mau jam berapa di...... Ehhhhhhhhhh' Anjir, gw baru nyadar. Padahal belum aja kenalan. Kenapa dia bisa tau nama gw. Gw linglung nyari papan nama di baju gw, padahal make kaos oblong.

'Kenapa?' dia motong kalimat gw pas gw teriak 'eh' kepanjangan..

'Emang sebelumnya pernah kenalan? Kok bisa tau nama' Tanya gw dengan nada heran.

'Lah, kan kita temenan di Fb. Kamu add kan waktu itu? Dasar raja galau.. haha' Balas si rani sambil cengengesan.

Anjir... Gw khilap... Gw sembarang add cewek cakep.. Ngga tau kalo salah satunya Rani.
'Ah. masa sih.. Perasaan gak galau-galau amet' Gw ngeles dikit. 

'Cuman bahasanya agak-agak alay gitu ya? Gak pas banget sama orangnya kalo ketemu' serunya sambil mengirim sebuah sms.

'Yaa.. Bukan alay sih, itu bahasa yang cuman... cuman bisa di mengerti sama anak alay juga... Ahh udahlah, mau aku enterin pulang ngga? udah ampir magrib loh' Kembali ngeles kayak bajaj, bedanya langsung tudepoin (to the point) nganterin dia pulang.

'Boleh ni? Emang tau rumah aku?' tanya dia sambil melemparkan senyuman manis.

'Yaa ngga sih. Sambil jalan aja'.. Bales gw dengan mimik poker. Padahal dalem hati... uYEEEEEEEEEE

Singkat cerita, gw kenal sama dia, kemudian deket, sempet sayang-sayangan, gw sering maen kerumah dia, jemput dia pulang atau anterin dia berangkat sekolah, ngajak dia jalan jalan, dan itu berlangsung selama satu tahun, sampai akhirnya gw dapet first kiss dari dia. Dan di akhir cerita, gw sama dia terjerat Friendzone.. Sekian...

Lah? Mana part pas ciumannya? Singkat amet! Bentar, gw jelasin ceritanya di Part 3.5