Untuk melengkapi materi bahasa Indonesia, dimana sebelumnya sudah saya posting makalah bahasa Indonesia dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengajaran Bahasa Indonesia, maka untuk makalah bahasa Indonesia kali ini berjudul :
KONTEKS KULTURAL BAHASA TULISAN
(MEDIAMORFOSIS BESAR TAHAP KEDUA)
A. Zaman Bahasa
Hingga  kini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimnan  bahasa itu muncul di permukaan bumi. Ada dugaan kuat bahasa nonverbal  muncul sebelum bahasa verbal . konon hewan prinata berevolusi sejak  kira-kita 70 juta tahun lalu. Jutaan tahun berlalu,sebelum hewan yang  mirip monyet muncul pertama kalinya di afrika, yang salah satu  spesiesnya kemudian berkembang menjadi makhluk yang mirip manusia  (hominid) dengan otak yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran  otak yang kita miliki.
1. Asal-usul Bahasa
Diduga  makhluk-makhluk yang mirip manusia dan menggunakan alat pemotong  terbuat dari batu ini namun masih seperti kera “berkomunikasi“ secara  naluriah , dengan bertukar tanda alamiah berupa suara (gerutan, geraman,  pekikan), postur dan gerakan tubuh, termasuk gerakan tangan dan lengan ,  sedikit lebih maju dari “komunikasi“ hewan primata masa kini. Mereka  tidak menggunakan bahasa lisan yang membutuhkan penciptaan berbagai  suara yang subtil. Salah satu sebabnya, kotak suata mereka identik  dengan kotak suara kera, simpanse, dan hewan primata lainnya yang kita  kenal sekarang ini, yang tidak mungkin mereka mengkombinasikan berbagai  suara untuk membentuk bahasa manusia. Pendeknya, cara komunikasi mereka  sangat primitive dibandingkan dengan komunikasi kita.
Banyak  makhluk yang mirip manusia ini bsertahan untuk beberapa waktu dengan  berburu dan mengumpulkan makanan, namun kira-kira 35.000 tahun yang lalu  akhirnya punah secara misterius. Sementara itu, “manusia modern“ (homo  sapiens), nenek moyang manusia, muncul secara misterius pula antara  90.000 dan 40.000 tahun lalu, di Eropa dan Timur dekat yang sebelumnya  dihuni generasi terakhir hominid. Makhluk baru ini akhirnya menyebar ke  berbagai bagian dunia, termasuk Asia dan Amerika.
Dulu  nenek moyang kita yang juga disebut Cro magnon ini tinggal di gua-gua.  Mereka punya sosok seperti kita, hanya saja lebih berotot dan lebih  tegap, mungkin karena hidup mereka penuh semangat dan makan makanan yang  lebih sehat. Ketika mereka belum mampu bserbahasa verbal, mereka  besrkomunikasi lewat gambar-gambar yang mereka buat pada tulang, tanduk,  cadas, dan dinding gua yang banyak ditemukan di Spanyol dan Prancis  Selatan. Mereka menggambarkan bison, rusa kutub, dan mamalia lainnya  yang mereka buru. Inilah sarana pertama yang dikenal manusia untuk  merkam informasi.
Kemudian antara  40.000 dan 35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan.  Ini dimungkingkan karena mereka punya struktur tengkorak, lidah, dan  kotak suara yang mirip dengan yang kita miliki sekarang. Kemampuan  besrbahasa inilah yang membuat mereka terus bertahan hingga kini, tidak  seperti makhluk mirip manusia sebelumnya yang musnah. Karena Cro Magnon  dapat berpikir lewat bahasa, mereka mampu membuat rencana, konsep,  berburu dengan cara yang lebih baik, dengan lebih efektif dalam  lingkungan yang keras dan cuaca yang buruk. Mereka juga dapat  mengawetkan makanan. Mereka juga punya waktu untuk bersenang-senang,  membuat inovasi dan berkontemplasi. Namun mereka belum dapat menulis.  Sementara itu, bahsas pun semakin beraneka ragam. Cara bicara yang baru  berkembang ketika orang-orang menyebar ke kawsan-kawasan baru tempat  mereka menemukan dan mengatasi problem-problem baru. Bahasa-bahasa lamu  pun terus berevolusi dari generasi ke generasi.
2. Sejarah Perkembangan Bahasa di Dunia
Perkembangan  sejarah bahasa dari jaman Yunani Kuno sampai sekarang tidak lepas dari  adanya kontroversi. Kontroversi yang pertama sudah ada sejak abad keenam  sebelum masehi. Dua kubu yang saling berhadapan saat itu kubu phusis  dan kubu thesis. Kubu phusis percaya bahwa dalam bahwa itu ada  keterkaitan antara kata dan alam. Keterkaitan antara kata dan alam itu,  menurut kubu phusis, bersifat alami dan memang sangat diperlukan.  Sebaiknya, kubu thesis percaya bahwa tidak ada keterkaitan antara kata  dan alam. Hubungan antara kata dan alam sifatnya arbitrar dan  konvensional.
Dalam mempertahankan  pendiriannya, kubu phusis mengemukakan beberapa alasan. Pertama, adanya  gejala onomatopoeia, yang berarti ‘gema suara alam’. Maksud kaum phusis  ialah bahwa gema suara alam itu dipakai manusia untuk menamakan  konsep-konsep kebendaan yang ada di sekelilingnya. Kata-kata dalam  bahasa Inggris, sekaligus artinya dalam Bahasa Indonesia seperti  misalnya, splash ‘percik’, pick ‘petik’, sway ‘ayun’, dan masih banyak  lagi adalah bukti keyakinan para penganut kubu phusis ini.
Gejala  onomatopoeia itu berkembang ke arah asosiasi bunyi dan dengan sifat  atau keadaan seseorang atau benda. Misalnya, bunyi i dalam Bahasa  Indonesia (menurut kesan saya) diasosiaskan dengan kecantikan,  kemungilan, atau kesucian. Kata-kata melati, suci, murni, dan kebanyakan  nama wanita Indonesia, adalah perwujudan dari asosiasi ini.
Selain  simbolisme bunyi di atas, pandangan terhadap gema suara alam itu  berkembang lagi ke arah asosiasi warna, lagu dengan perasaan.  Perkembangan onomatopoeia yang mengasosiakan warna dan lagu dengan  perasaan itu sangat bermanfaat dalam sistem pengaturan cahaya, warna  kostum lagu-lagu pengiring dalam pementasan seni, drama, dan tari.
Di  lain pihak, dalam mempertahankan pendiriannya, kubu thesis mengutarakan  bukti-bukti bahwa nama yang diberikan oleh manusia kepada benda-benda  di sekitarnya tidak menurut kaidah tertentu, misalnya menurut kaidah  asosiasi antara nama benda dengan suara alam. Nama-nama yang diberikan  itu hanyalah konvensi antara sesama anggota masyarakat pembicara dari  suatu bahasa. Mengapa orang Inggris mengatakan branches of a tree,  sementara orang Indonesia menyebut cabang-cabang pohon¸dan orang Jawa  menamakan pange wit, dan dalam bahasa lain disebut lain lagi. Hal  semacam itu sama sekali tidak mencerminkan adanya keterkaitan antara  nama benda atau konsep dengan gema suara alam.
Kontroversi  yang kedua terjadi sekitar abad ke-4 sebelum Masehi antara penganut  faham Analogi dan penganut faham Anamoli. Karena tajamnya perbedaan  keyakinan antara dua aliran ini, mereka tidak mau tinggal dalam satu  kota. Para penganut paham Analogi berpusat di kota Alexandria, sedangkan  para penganut paham Anomali lebih suka tinggal di kota Pergamum.
Dalam  bidang bahasa, kaum Analogi percaya bahwa bahasa itu tertata menurut  aturan yang pasti. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa ‘languange is  governed’. Keteraturan bahasa, menurut aliran Analagi, terdapat pada  semua aspek: aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Dalam bidang sastra, para anggota kubu Analogi menyarankan agar tujuan karya sastra itu terutama untuk menghibur.
Kedua  kubu itu menganjurkan agar kita mempelajari karya-karya sastra (puisi,  prosa, maupun drama) pengarang-pengarang terkenal. Pernyataan kedua kubu  itu mengandung maksud bahwa para sastrawan bertanggung jawab untuk  menjadi model yang baik dalam hal berbahasa yang benar dan dalam hal  mengajarkan moral. Kontroversi antara Analogi dan Anomali itu berlanjut  sampai sekarang.
Kontroversi yang  ketiga timbul pada jaman Renaissance, antara para penganut empirisme dan  para penganut nasional. Kaum empiris percaya bahwa jiwa manusia itu  mempunyai kemampuan, tetapi kita tidak tahu banyak tentang kemampuan  itu. Mereka menganggap bahwa jiwa manusia itu seperti kertas kosong yang  dalam istilah mereka yang sangat terkenal itu sebagai “tabula rasa”.  Sebelum jiwa manusia melakukan kegiatan, manusia tidak mempunyai  apa-apa. Dalam bahasa Latin ucapan mereka yang sangat terkenal ialah  ‘Nihil estis intellectu, quod non prius tuerist in sensus’. Dalam Bahasa  Indonesia ucapan di atas artinya kurang lebih ‘Jiwa kita ini kosong  sebelum ada rangsangan lewat indera kita.’ Dalam masalah bahasa, kaum  empiris percaya bahwa bahasa itu dipelajari dari lingkungan sekitar.  Jadi, bahasa itu pada hakekatnya, menurut mereka, learned ‘dipelajari’.
Di  pihak lain, kaum rasionalis percaya bahwa segala sesuatu itu dapat  dicari rasionalnya, karena tidak mungkin segala sesuatu itu terjadi  begitu saja tanpa ada alasannya. Gagasan pokok kaum rasionalis ialah  bahwa jiwa manusia itu tidak seperti kertas kosong. Jiwa manusia  berbekal pemikiran-pemikiran yang logis.
Dalam  masalah bahasa, kaum rasionalis menyangkal bahwa bahasa itu didapat  dari lingkungan. Sebaliknya, mereka percaya bahasa itu sudah ada dalam  jiwa manusia sebagai pembawaan yang dalam istilah bahasa Inggris disebut  innate. Karena pada hakekatnya manusia itu mempunyai bawaan yang  universal sifatnya, bahasa pun mempunyai sifat yang universal pula. Di  pihak lain, pengikut-pengikut paham empirisme, terutama Johann Gottfried  von Herder (1744-1803), percaya bahwa jiwa dan pikrian manusia itu  berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain, tergantung pada  budaya yang melingkunginya. Sebagai konsekuensi, Herder mengungkapkan  adanya nasionalisme kebahasaan, dan ia tidak percaya bahwa bahasa itu  mempunyai sifat universal.
Kontroversi  yang sempat kita amati dewasa ini ialah kontroversi sejarah bahasa  dalam abad ke-20, yaitu antara paham struktualisme dan para Cartersian  Modern dengan Gramatika Transformasi Generatifnya.
Holisme  yang diterapkan di dalam sejarah perkembangan bahasa melahirkan aliran  struktualisme. Kata struktualisme berasal dari bahasa Latin strunctura,  yang artinya bangunan. Menurut kaum struktualis, konsep apapun dapat  dihayati sebagai bangunan. Dengan sendirinya, bahasa pun dapat dihayati  sebagai bangunan. Menurut konsep ini, bahasa dibangun dari  kalimat-kalimat; kalimat dibangun dari klausa-klausa; selanjutnya,  klausa dibangun dari frasa-frasa; frasa dibangun dari kata-kata; kata  dibangun dari morfem-morfem; dan akhirnya, morfem dibangun dari fonem.  Tidaklah mengherankan jika gramatika yang diperkenalkan oleh aliran  struktualisme itu terbatas pada gramatika struktur frasa yang dalam  bahasa Inggris disebut Phrase Structure Grammar.
Chomsky  berpendapat bahwa dalam masalah bahasa, kaum strukturalis mengacu pada  kerangka pikir keperilakuan. Padahal, bahasa manusia itu sangat rumit,  tidak sesederhana seperti yang diperkirakan oleh para penganut  struktualisme. Selanjutnya, sarjana ini mengatakan bahwa jiwa kita ingin  memahami bagaimana bahasa dikuasai dan dipergunakan dan dipergunakan  oleh manusia, kita harus memisahkan sistem kognitif secara tersendiri,  suatu sistem pengetahuan dan keyakinan yang berkembang sejak anak-anak,  yang telah berinteraksi dengan factor-faktor lain, untuk menentukan  jenis perilaku kebahasaan yang dapat kita amati. Dalam istilah  linguistic, Chomsky menggunakan istilah kompetensi, yaitu yang mendasari  itu tidak didasari oleh manusia. Dari konsep ini dapat dimengerti bahwa  bahasa itu bukan learned¸ melainkan innate.
Di  Indonesia kontroversi antara kelompok yang percaya bahasa itu mempunyai  fungsi transaksional dan kelompok yang percaya bahwa bahasa itu  berfungsi interaksional. Bagi para penganut transaksional, fungsi bahasa  yang penting ialah daya penyampai pesan yang terkandung dalam kalimat  atau ujaran. Kelompok ini percaya bahwa satuan bahasa yang terkecil  ialah kalimat, sebab kalimat itu berisi pesan yang dianggap lengkap.  Siapa yang menerima pesan tidaklah penting. Agar pesan dapat diterima  tanpa salah kalimat haruslah jelas, seperti jelasnya kalimat yang  diciptakan oleh seorang penutur yang ideal, tanpa cela.
3. Fungsi Bahasa Dalam Kehidupan Manusia
Mengapa  manusia berbahasa dan mengapa terdapat banyak bahasa di dunia?  kemampuan berbahasa munusia, yang membedakannya dari hewan lain yang  lebih rendah, merupakan akibat dari pembesaran dan perkembangan otak  manusia. Salah satu pandangan mengatakan bahwa orang – orang yang hidup  di berbagai bagian dunia merasa perlu merncang solusi untuk memecahkan  berbagai cara hidup, dan bersama hal itu, bahasa – bahasa berlainan  untuk memenuhi kebutuhan merekan. Misalnya, cara hidup orang Eskimo yang  unik harus menawrkan cara – cara bagi orang – orang ini untuk mengatasi  lingkungan mereka.
Kita sering tidak  menyadari pentingnya bahasa, karena kita sepanjang hidup  menggunakannya. Kita baru sadar bahasa itu penting kerika kita menemui  jalan buntu dalam menggunakan bahasa, misalnya : ketika kita berupaya  bserkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak memehami bahasa kita  yang membuat kita frustasi; ketika kita sulit menerjemahkan suatu kata,  frase, atau kalaimat dari surat bahasa ke bahasa lain; ketika kita harus  menulis lamaran pekerjaan atau diwawancarai dalam bahasa inggris untuk  memperoleh suatu pkerjaan yang bagus.
Fungsi  bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek,  dan peristiwa. Setiap orang punya nama untuk identifikasi social. Orang  juga dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainanm termasuk  perasaan tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah dimensi pertama  bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka  mereka, yang lalu menjadi konvensi. Mengapa matahari disebut matahari?  karena ia disebut matahari! Adalah keliru menganggap sesuatu itu  mempunyai hanya satu nama yang benar. Benda yang kita terima dari tukang  pos kita sebut surat. Kestika isinya kita ketahui menawarkan barang  atau jasa, kita sebut iklan. Karena kita tidak tertarik pada penawaran  itu, benda itu kita buang ke keranjang sampah, dan kita menyebutnya  sampah. Bagaimana kita menjuluki Emha Ainun Najib? budayawan,  cendikiawan, seniman, penulis, kolumnis, kiai, penyanyi atau pelawak?  Salah satu cara menjawabnya: bergantung pada apa yang sedang ia lakukan  saat itu. Bila ita sedang berceramah agama, ia kiai. Bila ia sedang  menulis buku, artikel atau kolom, ia penulis, dan bila ia senang  menyanyi dengan iringan kelompol musiknya ia adalah penyanyi. Suatu  objek mempunyai bebeapa tingkat abstraksi. Ibu kita adalah ibu, ibu  adalah wanita, wanita adalah manusia, manusia adalah makhluk hidup, dan  makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan. Semakin luas kelasnya, semakin  abstrak konsep tersebut. Sepanjang hidup kita sebenarnya belajar  mengabstraksikan segala sesuatu.
Menurut  Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi: penamaan (naming atau  labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan  merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan  menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi  interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dpat mengundang  simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa,  informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda juga menerima  informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda tidur kembali,  dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa  misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi tranmisi.  Keistimewaan bahasa sebagi sarana tranmisi informasi yang lintas waktu,  dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan  kesinambungan budaya dan tradisi kita. Tanpa bahasa kita tidak mungkin  bertukar informasi: kita tidak mungkin menghadirkan semua objek dan  dapat tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita.
Book  mengemukakan, agar komunikasi; kita berhasil, setidaknya bahasa harus  memenuhi tiga fungsi, yaitu: untuk mengenal dunia di sekitar kita;  berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan kohetensi dalam  kehidupan kita.
Mari kita jabarkan  ketiga fungsi ini. Fungsi pertama bahasa ini jelas tidak terlakkan.  Melalui bahasa anda mempelajari apa saja yang menarik minat anda, mulai  dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu yang tidak pernah  anda temui, seperti bangsa Mesir Kuno atau bangsa Yunani. Kita dapat  berbagi pengalaman, bukan hanya pristiwa masa lalu yang kita alami  sendiri, tetapi juga pengetahuan tentang masa lalu yang kita peroleh  melaui sumber kedua, seperti media cetak atau media elektronik. Kita  juga menggunakan bahasa untuk memperoleh dukungan atau persetujuan dari  orang lain atas pengalaman kita atau pendapat kita. Melalui bahasa pula  anda memperkirakan apa yang akan dikatakan atau dilakukan seorang kawan  anda, seperti dalam kalimat “kemarin kawan saya begitu marah kepada  saya. Jangan-jangan ia tidak mau lagi berhubungan dengan saya“. Meskipun  gambaran kita mengenai masa depan tidak selalu akutat, setidaknya  bahasa memungkinkan kita memikirkan, membicarakan, dan mengantisipasi  masa depan, misalnya apa yang akan terjadi terhadap manusia dan alam  semesta berdasarkan dugaan yang dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan  dan orang bijak lainnya, juga berdasarkan wahyu Tuhan atau sabda nabi.
Fungsi  kedua bahasa, yakni sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain,  sebenarnya banyak berkaitan dengan fungsi-fungsi komunikasi, khususnya  fungsi social dan fungsi instrumental. Ringkasnya bahasa memungkinkan  kita besrgaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi  mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat  mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.  Seorang nyonya rumah dapat memerintahkan, “tolong bawakan minuman buat  saya“, kepada pelayannya. Seorang kandidat dari sebuah partai politik  dapat menyampaikan gagasannya, namun selaigus juga membujuk rakyat untuk  memilih partainya dan mempertimbangkan dirinya sebagai calon presiden  yang potensial. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain bergantung  tidak hanya pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman yang sama dan  makna yang sama yang kita berikan kepada kata-kata. Semakin jauh  perbedaan antara bahasa yang kita gunakan dengan bahasa mitra komunikasi  kita, semakin sulit bagi kita untuk mencapai salaing pengertian.  Meskipun orang Indonesia dan orang Malaysia berbicara bahasa melayu,  atau orang Amerika dan orang Inggris berbicara bahasa inggris, mereka  belum tentu mencapai kesepahaman, karena bebeapa perbedaan yang ada  dalam kedua bahasa tersebut.
Sedangkan  fungsi ketiga memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur , saling  memehami mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan  tujuan-tujuan kita. Kita tidak mungkin menjelaskan semua itu denan  menyusun kata – kata secara acak, melainkan berdasarkan aturan-aturan  tertentu yang telah kita sepakati bersama. Akan tetapi, kita sebenarnya  tidak selamanya dapat memenuhi ketiga fungsi bahasa tersebut, oleh  karena, meskipun bahasa merupakan sarana komunikasi dengan manusia lain,  sarana ini secara inheren mengandung kendala, karena sifatnya yang cair  dan keterbatasannya. Seperti dikatakan S.I. Hayakawa, “ kata itu bukan  objek “. Bila orang-orang memaknai suatu kata secara berbeda, maka akan  timbul kesalahpahaman di antara mereka.
Apa  yang akan terjadi jika manusia terisolasi, baik sengaja atau tidak,  dari penggunaan bahasaa? Manusia hanya akan bserbahasa jika siasuh dalam  komunitas manusia. Manusia yang “di asuh “ hewan seperti “ manusia  srigala “ asal Hessia tahun 1349, “manusia beruang“ asal Lithuania tahun  1661, tidak berbicara bahasa manusia karena tidak berhubungan dengan  manusia, mereka boleh jadi akan berbahasa meskipun tidak sesempurna  manusia yang sejak lahir diasuh manusia. Pada tahun 1920-an seekor  srigala “mengadopsi“ dua kembali ke masyarakat manusia. Tahun 1940-an  kasus Isabella berusia enam tahun yang tidak dapat berbicara cukup  mengejutkan. Sebagai putrid seorang bisu-tuli diluar perkawinan,  Isabella di kurung di dalam sebuah ruangan gelap, dipisahkan dari  keluarganya yang lain. Ketika ditemukan, ia hanya bisa berkoak-koak  dengan suara parau. Isabella kemudian dirawat dokter dan psikolog  klinis. Dua tahun kemudian ia bisa bicara normal.
C. Zaman Cetak
Lepas  dari zaman tulisan, salah satu penyempurnaan paling besar dari  perkembangan manusia berkomunikasi adalah ditemukannya cetakan. Sebelum  abad ke 15 orang-orang eropa memproduksi buku-buku dengan menyiapkan  manu scripti (salinan yang dicetak dengan menggunakan tangan). Walaupun  hal demikian merupakan perkembangan bagus dalam dunia tulisan, proses  tersebut sering tidak lepas dari kesalahan. Lebih penting lagi adalah,  jumlah buku-buku yang disediakan sama sekali terbatas. Cetakan membawa  perubahan yang fantastis. Ratusan bahkan ribuan salinan buku-buku  tertentu dapat diproduksi dengan tepat dan cepat. Bisa dikatakan,  penemuan mesin cetak merupakan kemajuan yang menakjubkan.
Hal  penting yang mengikuti perkrmbangan era cetak ini adalah penggunaan  kertas sebagai bahan untuk merekam tulisan. Hal demikian sudah dimulai  di dunia islam sepanjang abad ke 18 dengan kertas kulit (meskipun  sebenarnya kertas sudah muncul di China). Lama kelamaan, sostem  pemakaian tulisan di atas kertas tersebar ke umat Kristen Eropa,  khususnya ketika tentara moors menduduki Sepanyol. Tulisan yang awal  mulanya dimonopoli oleh kalangan pendeta, elite politik, ilmuan dan ahli  lain mulai bergeser. Masyarakat umum yang punya kemampuan untuk menulis  dan membaca mulai merasakan kemanfaatannya.
Proses  pembuatan cetakan dengan memakai sebuah tanda pada tanah liat memang  yang tertua dalam proses cetak mencetak. Kemudian prises itu dilanjutkan  dengan mencetak di dalam balok kayu lunak, baru kemudian digunakan  tinta atau mencetak ke dalam kertas. Orang-orang China sendiri telah  melakukan proses mencetak pada tahun 800 Masehi. Satu penemuan penting  yang dilakukan orang China adalah mereka telah berhasil mencetak buku  pertama yang berjudul Diamond Sutra.
Cetakan  sebagaimana yang kita ketahui saat ini tidak mungkin terjadi tanpa  perantaraan tukang emas di Mainz, Jerman pada tahun 1455. Tukang emas  ini kemudian dikenal dengan nama Johan Gutenberg. Ialah yang awal  mulanya memperkenalkan cara unuik mencetak. Sesudah melakukan banyak  percobaan, dia membangun gagasan dengan membuat mesin baja untuk  masing-masing huruf. Ternyata, mesin cetaknya mampu mencetak secara  benar dan tepat, paling tidak jika hanya dibandingkan dengan salinan  tulisan dengan memakai tangan.
Awalnya  Gutenberg sendiri heran bahwa percobaannya bisa melipatgandakan jumlah  cetakan. Tetapi dia khawatir, jangan-jangan penemuannya akan dianggap  orang lain sebagai tiruan murah dari tulisan tangan. Kekhawatiran itu  justru membuat dia menjadi sangat hati-hati. Kemudian, dia melakukan  proyek pertama kali dengan mencetak injil. Ternyata pecobaannya sungguh  luar biasa.
Tetapi Gutenberg  sebenarnya tidak pernah menikmati hasil kreativitas dan imajinasinya,  mes-kipun orang lain jelas akan mengakui kehebatan penemuannya.  Ceritanya, suatu saat dia meminjam uang ke-pada pengacaranya untuk  me-nyempurnakan penemuannya.
Baru  saja menyelesaikan proyeknya yang pertama (mencetak injil yang belum  pernah dilakukan orang lain) pengacaranya menuntut pembayaran kembali  pinjamannya, bahkan mengadilinya dan “membersihkan” took, cetakan dan  semua penemuannya (200 injil yang sudah tercetak dan segala hal yang dia  miliki). Sepuluh tahun kemudian Gutenberg meninggal di dalam kemiskinan  dan keputus asaan. Dia tidak penah menyangka bahwa penemuannya itu  menjadi titik awal munculnya abad cetakan dan sangat berguna bagi umat  manusia dewasa ini, khususnya awal munculnya era komunikasi massa. Bisa  dikatakan inilah babak awal yang menjadi embrio munculnya era komunikasi  massa.
Awal abad ke 16 baru saja  dimulai, mesin cetak Gutenberg telah mampu mencetak dan melipatgandakan  cetakan yang dapat dipindah dan telah mampu mencetak ribuan salinan buku  cetak di atas kertas. Mereka menerbitkannya ke dalam bahasa Eropa dan  bahasa lain. Hasil cetakan itu dapat dibaca oleh setiap orang yang mampu  membaca ke dalam bahasanya masing-masing. Tersedianya buku-buku itu  memacu perluasan akan arti pentingnya belajar membaca.
Dalam  perkembangannya, kitab injil tidak hanya dicetak dalam bahasa Latin,  tetapi juga bahasa-bahasa lain. hal demikian menimbulkan kekhawatiran  pihak Gereja Roma. Pihak Gereja khawatir jangan-jangan keaslian kitab  itu terancam. Oleh karena itu, Gereja selalu menjaga keaslian kitab ini  dengan mencetak ke dalam bahasa kuno. Tetapi perkembangan cetak mencetak  sudah sedemikian pesat. Kitab itu tidak hanya dimonopoli kalangan  Gereja saja, tetapi juga masyarakat umum. Akhirnya, dengan pemahaman  yang didapatkan di Gereja, mereka mulai berani menentang otoritas dan  intrepertasi tunggal atas kitab injil pihak Gereja Roma. Sebuah media  komunikasi baru ini membuka peluang cara untuk memprotes keberadaan  agama dan struktur sosial. Munculnya gerakan Protestan juga mengarahkan  pada perubahan besar yang mempunyai dampak pada hak-hak masyarakat barat  sampai hari ini.
Ide dasar  pengembangan surat kabar lebih awal di benua Eropa, Inggris dan “Dunia  Baru” (negara taklukan ata yang ditemukan masyarakat Eropa). Pers  kolonial orang Amerika baru mapan beberapa tahun sebelum Amerika Serikat  ditemukan sebagai negara baru. Di Amerika sendiri baru tahun 1830-an  ada surat kabar yang boleh dibilang sukses. Itu terjadi di New York.  Surat kabar tersebut bisa disebarkan ke beberapa belahan dunia. Pada  dekade ke tiga abad ke 19 dampak perkembangan cepat dari media cetak  sungguh terasa sekali. Bahkan sudah ada gagasan untuk mengkombinasikan  surat kabar ke dalam media massa komunikasi lainnya.
Melvin  D Fleur dan Sandra J. Ball-Rokeach (1989) mengatakan ada dua hal  penting yang layak dicermati dalam era ini. Pertama, media surat kabar  dan juga media cetak lainnya bisa muncul setelah seperangkat  kompleksitas elemen budaya muncul dean terus berkembang di masyarakat.  Kedua, seperti hampir terjadi pada semua penemuan sebelumnya, penemuan  mesin cetak merupakan gabungan antar elemen dalam masyarakat. Masyarakat  menerima perkembangan media cetak itu karena tak lain sebagai sebuah  kompleks budaya yang terus berkembang.
Di  akhir abad ke 19 menjadi jelas munculnya beberapa media cetak seperti  surat kabar, buku dan majalah yang semua itu dipergunakan secara luas  oleh masyarakat. Media tersebut mewakili bentuk baru komunikasi yang  mempengaruhi tidak hanya pola interaksi didalam komunitas dan  masyarakat, tetapi juga pandangan psikologis. Sekedar contoh, ahli  sosiologi Amerika Charles Horton Cooley menyatakan, ada beberapa faktor  yang membuat media baru jauh lebih efisien dari pada proses-proses  komunikasi pada masyarakat sebelumnya. Media baru itu lebih efektif  sebagaimana yang dia katakannya sebagai;
1) Expressiveness, membawa perluasan gagasan dan perasaan.
2) Permanent of Record, mengatasi waktu
3) Swiffness, mengatasi ruang
4) Diffussion, jalan masuk ke kelas-kelas yang ada dalam masyarakat.
2) Permanent of Record, mengatasi waktu
3) Swiffness, mengatasi ruang
4) Diffussion, jalan masuk ke kelas-kelas yang ada dalam masyarakat.
Zaman  emas media cetak sepanjang tengahan abad kesembilan belas, sederetan  teknologi zaman industrial telah menimbulkan ledakan media cetak. Tetapi  pertumbuhannya mulai melambat pada tahun 1870-an, sebagian karena  ongkos dan waktu yang diperlukan dalam merakit huruf-huruf secara manual  membatasi jumlah halaman yang bisa diterbitkan secara ekonomis.
Sejak  zaman Guttenberg, tukang-tukang cetak memerlukan sekitar satu menit  untuk merangkai sebaris huruf. Sejak tahun 1840-an telah dilakukan  upaya-upaya mengembangkan sebuah mesin yang bisa merangkai huruf lebih  cepat, tetapi tidak ada yang bisa diterima. Terobosan kritis akhirnya  terjadi pada tahun 1886 ketika Ottmar Mergenthaler, seorang imigran  Jerman penduduk Baltimore, mendemonstrasikan penemuannya kepada koran  New York Tribute, yaitu sebuah mesin yang bisa mengecor barisan-barisan  huruf dengan urut sebagai unit-unit terpisah. Dengan memakai keyboard,  seperti yang dimiliki mesin tik, dengan mengagumkan seorang operator  bisa menghasilkan lima barisan huruf per menit, atau sekitar 6.000 huruf  setiap jam.
Periode dari 1890 sampai  1920 sering disebut sebagai zaman emas media cetak.  Perusahaan-perusahaan besar penerbitan berkembang dengan subur, dan  banyak penerbit koran, misalnya William Randolf Hearst, Joseph  Pulitizer, dan Lord Northcliffe, menjadi sama terkenalnya bagi pembaca  mereka dengan para selebritis dan para pemimpin dunia yang diliput oleh  koran-koran mereka. Kekuasaan dan pengaruh para penerbit waktu itu besar  sekali sehingga mereka bisa mengangkat atau menjatuhkan tokoh-tokoh  polotis dan mengerahkan dukungan rakyat untuk peperangan di luar negeri,  serta dukungan untuk kepentingan pribadi mereka sendiri.
B. Zaman Tulisan
Setelah  berlangsung ribuan tahun lamanya, sampailah manusia ke zaman tulisan  (era ini muncul sekitar 5000 tahun SM). Artinya, komunikasi yang  dilakukan tidak lagi mengandalkan lisan, tetapi tertulis. Meskipun ini  bukan berarti mereka tidak menggunakan komunikasi lisan. Mereka tetap  menggunakan bahasa lisan tetapi didukung pula dengan bahasa tulis. Era  ini berlangsung lebih pendek dari era sebelumnya. Sejarah tulisan itu  sendiri adalah salah satu proses dari pergantian dari gambaran  piktigrafi ke sistem fonetis, dari penggunaan gambar ke penggunaan surat  sederhana untuk menyatakan maksud yang lebih spesifik. Era ini juga  bisa disebut proses awal usaha manusia dalam usahanya merekam informasi  dengan melukiskan atau menggambarkan gagasannya. Manusia Cro Magnon  menjadi titik awal usaha manusia merekam informasi dengan menggambarkan  kembali kehidupan binatang dan adegan dalam memburu binatang pada batu.  Itulah media pertama kali yang dikenal manusia (terutama sekali yang  tertulis). Kita juga telah mengetahui bahwa orang-orang Cro Magnon  memproduksi lukisan-lukisan bagus pada dinding gua. Jadi sejarah tulisan  itu sendiri sejalan dengan usaha manusia untuk merekam informasi yang  diperolehnya.
Standarisasi makna  sebuah gambar menjadi tahap penting awal perkembangan tulisan. Di awal  perkembangannya, dorongan penting bagi pengembangan munculnya sistem  tulisan itu adalah bahwa orang-orang tersebut perlu untuk menyimpan  informasi, terutama yang berhubungan dengan batas tanah dan kepemilikan  yang lain. proses merekam dilakukan agar terjadi persamaan pemahaman  antara satu orang dengan orang lain. tak terkecuali bagi mereka yang  terlibat dalam proses perdagangan. Para pedagang ini sangat membutuhkan  bagaimana caranya merekam pembelian dan penjualan. Disamping itu, ada  banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi di lapangan pertanian dengan  proses merekam informasi ini. Sekedar contoh adalah bagaimana mengetahui  pasang surut sungai (sebagaimana kasus di sungai Nil) yang sangat  berguna bagi perencanaan proses mencocok tanam di masa yang akan dating.  Dengan kata lain, akan ditanami apa jika sungai dalam keadaan surut.  Jangan heran mengapa era tulisan kemunculannya dimulai di wilayah Mesir  dan Sumeria kuno. Salah satu alasannya, di tempat inilah praktek  pertanian dengan berbagai perhitungan yang memanfaatkan tulisan dimulai.
Sebuah  prasasti yang ditemukan menginformasikan bahwa sekitar tahun 4000 SM  ditemukan kota kuno di Mesopotamia dan Mesir. Sebagian besar prasasti  ini menggambarkan lukisan dengan kasar atau goresan pada dinding  bangunan. Dari penemuan prasasti ini bisa dikemukakan bahwa sudah ada  standarisasi makna pesan. Misalnya secara sederhana gambaran matahari  bisa berarti siang hari, membungkuk dengan tanda panah berarti berburu,  garis yang berombak berarti danau atau sungai. Semua ini menjadi symbol  awal dari sejarah kemunculan era tulisan. Standarisasi yang terjadi  diuda kota kuno tersebut menjadi salah satu solusi manusia dalam  menyampaikan pesan. Pesan-pesan itu jelas bisa mengatasi jarak dan  waktu. Dengan standarisasi seperti itu sangat mungkin untuk menyampaikan  pesan-pesan dari orang yang berjauhan letaknya atau bahkan pesan dari  orang yang sudah meninggal dunia.
Bangsa  Mesir menjadi penemu pertama pengembangan sistem glyps atau karakter  simbolis. Pada tahap pertama kali mereka mengukir di atas batu, tetapi  di waktu yang lain mereka menggambar dan melukis. Glyps milik orang  mesar ini bisa dijadikan alasan awal munculnya standarisasi makna. Sitem  ini hampir sama seperti yang dipunyai bangsa China dewasa ini.
Pada  komunitas yang lain, seperti orang Sumeria yang tinggal di sebelah  utara teluk Persia, juga melakukan hal yang sam. Orang Sumeria telah  mampu mrngembangkan bentuk tulisan lain. mereka mulai menuangkan  gagasannya dengan menggambar pada seonggok tanah lunak. Kemudian, karena  sulit menggambar secara detail dalam tanah tersebut, mereka mulai  memikirkan bentuk lain yang bisa mewakili ide-ide mereka. Tidak lama  setelah itu, mereka menggunakan pucuk tongkat yang diruncungkan ke dalam  sebuah bentuk yang dipecah-pecah (tidak utuh), untuk membuat tanda di  dalam tanah itu. Hasil dari bentuk yang terpecah-pecah itu sering  disebut sebagai tulisan cuneiform (tulisan kuno berbentuk baji) saat  ini.
Penggunaan karakter untuk  mempresentasikan suku kata adalah tahap pertama di dalam pembangunan  tulisan phonetic (sistem bunyi ujaran) dan sebuah pemecahan yang cukup  besar di dalam komunikasi manusia. Secara khusus, itu jelas akan membuat  tingkat melek huruf semakin menjadi kenyataan.
Tulisan  alpabet muncul kurang dari seratus tahun kemudian dan berkembang secara  cepat. Tulisan tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia kuno, dan  baru beberapa abad kemudian sampai ke negeri Yunani. Lambat laun gagasan  penggunaan symbol huruf konsonan dan vocal muncul, lalu kemudian suku  kata. Waktu itu karakter yang dibutuhkan kurang lebih seratus. Suatu  jumlah yang sangat besar tentunya. Padahal saat sekarang kita hanya  mengenal duapuluh enam karakter huruf saja.
Orang-orang  Mesir awal mulanya sangat menyukai karakter simbolis tertentu. Tetapi  lambat-lun mereka menggunakan konsonan saja. Meskipun sulit dimengerti,  tetapi menjadi perkembangan tersendiri dan berarti bagi proses  pengenalan huruf-huruf. Misalnya, kita menulis “bldg” dan mengatakan  “building”. Jika kita tidak melengkapinya dengan vocal jelas akan sulit  bukan?. Bisa jadi “bldg” diartikan dengan “buldog” atau “bledeg”. Ini  salah satu alas an bahwa bangsa Mesir membangun tulisan phonetic, tetapi  itu bisa dikatakan sudah terlambat jika dibandingkan dengan  perkembangan di negara lain.
Sesudah  banyak variasi pembahasan sejarah perkembangan tulisan, satu kejadian  yang tidak boleh kita tinggalkan adalah yang terjadi di Yunani. Bangsa  ini telah secara efektif dan sederhana mempunyai sistem standarisasi  huruf. Sekitar 500 SM mereka telah secara luas menggunakan alpabet.  Akhirnya, alpabet orang-orang Yunani masuk ke Roma yang kemudian  dibangun serta dimodifikasi. Dewasa ini, kita menggunakan huruf-huruf  capital (majuscule) dan huruf kecil (minuscule) yang berasal dari Roma  itu.
Lambat laun sistem tulisan  alpabetis ini berkembang secara cepat dan lengkap. Tanpa bantuan sistem  tulisan ini bisa jadi populasi penduduk yang buta huruf akan menjadi  lebih besar. Perkembangan yang pentingpun terjadi pula dalam ilmu  pengetahuan, lukisan, pemerintahan dan keagamaan. Tingkat melek huruf  yang kian meningkat mau tidak mau menjadi salah satu faktor perkembangan  ini.
Sekitar 2500 tahun (sebelum  munculnya ajaran Kristen), orang Mesir menemukan metode pembuatan jenis  kertas yang dapat tahan lama dari papyrus. Dibandingkan dengan batu,  papyrus jelas lebih baik. Alasannya, lebih mudah menulis di papyirus  dengan kuas dan tinta dari pada memahat di atas batu. Papyrus itu  sendiri asal usulnya ditemukan di muara sungai Nil.
Hal  yang paling penting dalam era ini adalah perubahan dari menulis di batu  ke media portable dan industri ringan. Perkembangan ini akan membuka  kemungkinan perubahan penting pula di dalam organisasi sosial dan budaya  masyarakat. Pertumbuhan teknologi komunikasi didasarkan pada media  industri ringan dan portable ini, ditambah lagi symbol sistem tulisan  yang dapat diproduksi secara cepat.
Perkembangan  ini memberikan pengaruh pada perubahan kelembagaan. Sekedar contoh,  orang-orang Mesir di sekitar tahun 2000 SM menggunakan papyrus untuk  mengirimkan pesan tertulis dan merekam berbagai macam informasi. Tingkat  melek huruf yang baik menjadi keahlian yang sangat berharga. Bahkan  menjadi pembuka jalan bagi kemakmuran masyarakatnya. Para ahli (yang  bisa membaca dan memahami tulisan) menjadi kelas istimewa dan mempunyai  hak khusus dibawah kontrol elit. Ini tak lain karena adanya perubahan  besar dibidang politik dan institusi keagamaan yang terus berlangsung.  Perpustakaanpun dibuka. Dokrin agama dan kitab injil ditulis.  Sekolah-sekolah bermunculan untuk mencetak para ahli. Bahkan seni dan  ilmu pengetahuan mulai berkembang pula. Kesuksesan ini membawa berkah  pada perkembangan tulisan. Semua hal bisa ditulis. Observasi dalam ilmu  pengetahuan bisa direkam. Gagasan yang dibuat direkam, dilipatgandakan  dan digambar serta diwariskan pada generasi selanjutnya. Fenomena ini  menjadi tahapan yang penting dalam proses menuju zaman digunakannya  mesin cetak sebagai alat komunikasi.
Hubungan  antara tulisan dan bahasa (lisan) dapat dilihat secara histories maupun  dari sudut pertumbuhan bahasa perorangan. Jauh sebelum masa histori,  yaitu sebelum adanya tulisan-tulisan yang dipakai untuk mencatat  kejadian-kejadian, manusia telah lama berbahasa, dan bahasanya tentulah  bahasa lisan. Segala peraturan di dalam masyarakat pada waktu itu  hanyalah dicatat di dalam ingatan anggota-anggotanya, dan anggota yang  tertua biasanya merupakan anggota terhormat, karena menjadi  “penyimpanan“ aturan-aturan dan catatan-catatan yang penting, atau  dengan kata lain merupakan arsip hidup daripada masyarakat itu.  Kejadian-kejadian yang penting diteruskan secara lisan dari orangtua  kepada anak dan dari anak kepada cucu, turun temurun. Demikian pula  cerita-cerita anggitan (fiction) di dongengkan kepada anak cucu. Hal-hal  semacam itu masih jelas dapat dilihati di dalalm kehidupan masyarakat  kita di desa-desa, di mana hukum-hukum tak tertulis, adaptasi, dan  kebiasaan merupakan ugeran-ugeran atau norma-norma kehidupan. Kalau kita  hitung, orang-orang yang tidak mempergunakan tulisan jauh lebih banyak  daripada yang mempergunakan di dunia ini.
Ditinjau  dari pertumbahan bahasa perorangan, anak-anak memperlajari dan  menguasai bahasa lisan terlebih dahulu, sebelum mereka dapat menuliskan  bahasanya. Kepandaian menulis ini biasanya didahului oleh kecakapan  membaca. Sekolah dan alat massa, yaitu Koran, mendesakkan pengaruh  tulisan kepada kehidupan manusia ini. Biarpun yang kedua itu dikurangi  oleh alat massa yang lain, yaitu radio dan televise, sekolah-dalam arti  penambahan ilmu pengetahuan-bertambah banyak dan meninggikan pengaruh  tulisan itu.
Betapa pun besarnya  peranan tulisan itu di dalam kehidupan masyarakat modern ini, bahasa  pertama-tama ialah lisan, sedangkan tulisan itu hanyalah alat pencatat  yang tidak sempurna belaka. Ketidaksempurnaan tulisan itu ialah karena  tidak semua aspek bahasa dapat dinyatakan dengan tulisan, biarpun ada  tanda-tanda bacaan, yang bisa menggantikan beberapa dari aspek-aspek  itu. Tekanan, nada dan lagu kalimat seringa tidak dinyatakan di dalam  tulisan.
Kekutangn tulisan itu dapat  pula dilihat pada tidak tetapnya tanda-tanda tulissan itu dipakai untuk  menyatakan bunyi-bunyi atau urutan-urutan bunyi bahasa. Dalam hal ini  bahasa Indonesia mempunyai system tulisan yang baik, artinya sedikit  sekali ketidak tetapan tanda-tanda tulisan kita yang terdapat. Hal ini  umpamanya pemakaian tanda (e), yang dipakai untuk menyatakan bunyi-bunyi  seperti yang terdapat di dalam suku pertama kata-kata tempe, kesan, dan  nenek. Karena hal ini, orang yang yang tidak tahu sebuah kata yang di  tulis dengan tanda itu akan bingung menafsirkan nilai tanda (e) itu,  umpamanya pada tulisan kata (esa).
System  tulisan yang sangat buruk ialah system tulisan bahasa inggris. Tanda  yang sama dipakai untuk menyatakan bermacam-macam bunyi, seperti (ough),  masing-masing di dalam kata-kata tough, though , dan hiccough.  Sebaliknya tanda yang berbeda-beda dipakai untuk menyatakan bunyi atau  urutan bunyi yang sama, seperti [e], [ee], [ea], [ei], dan [eo] yang  dipakai untuk mewkili bunyi [i;], yang terdapat masing – masing di dalam  kata-kata regent, flee, flea, receove, people dan receipt. Karena lah  ini, dikabarkan bahwa George Bernard Shaw, penulis terkenal, menuliskan  di dalam surat wasiatnyq untuk memberikan hadiah kepada siapa saja yang  menciptakan ejaan yang sangat mudah bagi bahasa inggris. Rupa-rupanya,  waktu masih hidupnya penulis itu banyak mendapat kesukarn dari ejaan  bahasa inggris yang sangat buruk itu.
Bahasa  dan tulisan adalah dua macam sistem tanda yang jelas berbeda; yang  kedua hanya ada melulu untuk keperluan pencatatan yang pertama. Obyek  ilmu bahasa bukanlah tulisan dan bahasa, melainkan hanyalah bahasa,  sedangkan tulisan bisa dipakai untuk membantunya. Tetapi bahasa lisan  yang mempunyai sistem tulisan demikian erat hubungannya dengan  tulisannya, sehingga yang kedua ini bserhasil mengaburkann peranannya  yang pokok. Orang lebih memperhatikan tanda tulisan daripada bunyi itu  sendiri. Kesalahan yang sama ialah, apabila seorang menyangka akan lebih  banyak dapat mempelajari gambar seseorang daripada orangnya sendiri.
Tetapi bagaimana menerangkan pengaruh tulisan itu ?
1)  bentuk grafis daripada kata-kata kelihatannya seperti sesuatu yang  tetap stabil, lebih sesuai untuk memperhitungkan kesatuan bahasa  sepanjang masa daripada bunyi. Biarpun tulisan itu menciptakan kesatuan  yang fictive, jaminan yang dangkal dripada tulisan lebih mudah ditangkap  daripada jaminan satu-satunya yaitu jaminan daripada bunyi.
2)  kebanyakan orang lebih tertarik kepada kesan visual hanya karena  kesan-kesan ini lebih tegas dan lebih lama daripada kesan-kesan  pendengaran; itulah sebabnya mereka lebih suka kepada tulisan. Bentuk  grafis berhasil mendesak diri kepada orang banyak dengan kerugian di  pihak bunyi.
3) bahasa sastra  (tulisan) menambah pentingnya tulisan. Bahasa sastra mempunyai kamusnya  dan tatabahasanya; di sekolah anak-anak di ajarkan dari dan dengan  memakai buku; bahasa rupanya dikuasai oleh system tanda; system tanda  itu sendiri atas seperangkat kaidah-kaidah pemakaian yang tertulis,  yaitu ejaan; dan karena inilah maka tulisan memperoleh kepentingan yang  pertama. Hasilnya ialah bahwa orang-orang lupa bahwa mereka itu belajar  berbicara terlebih dahulu sebelum menulis, dan urutan yang sebenarnya  ini dibaliknya.
4) apabila terdapat  ketidak-cocokan antara ujar dan tulisan, penyelesaiannya sukar bagi tiap  orang, kecuali bagi ahli bahasa (linguist); dan karena ahlibahasa tidak  diberikan suara untuk penyelesaian itu, bentuk tulisan itu hamper  selalu akan dimenangkan, sebab tiap penyelesaian yang didukung oleh  tulisan itu telah gampang; demikian tulisan memperoleh kepentingan yang  tidak selayaknya
Ada empat macam sistem tulisan, yaitu:
1)  di dalam sistem ideografi tiap ide dinyatakan oleh sebuah tanda yang  tidak dihubungkan dengan bunyi atau urutan bunyi tanda ide itu. Tiap  tanda mewakili seluruh kata dan karena itu mewakili ide yang dinyatakan  oleh kata itu. Contoh ideografi ialah “ tulisan “ di Mesir Kuno, di  Babilonia dan di Cina
2) ada  persangkaan bahwa evolusi tulisan itu terjadi dari ideografi kepada  piktografi. Hal ini dapat dibayangkan, karena “ tulisan “ ideografi itu  kurang berkecil-kecil menunjukkan edenya atau konsepnya. Umpamanya saja  ideografi “ gedung “ dapat pula ditafsirkan sebagi rumah , pondok ,  gubug , dan juga gedung yang besar, sehingga mungkin kurang tepatnya.  Itulah sebabnya timbul pengkhususan, dan lahirlah “ tulisan “ piktograf.  Sistem ini memberikan gambar-gambar yang konvensional sebagai  tanda-tanda konsep, seperti gambar rumah, pondok , pohon cemara , pohon  nyiur, dan lain sebagainya. Tulisan kebanyakan bangsa Indian(Amerika)  adalah system piktograf seperti ini.
3)  system suku kemudian lahir, yang kira-kira sebagai tingkatan berikut  sistem piktografi. Sistsem suku ini tentulah baik bagi bahasa-bahasa  yang suku-suku kata-katanya sederhana, seperti bahasa Jepang, umpamanya.  Oleh sebab itu, bahasa jepang mempunyai sistem suku ini di samping  masih juga mempergunakan system ideografi, yang dinamakan Kanji. Menurut  keterangan, penulisan bahasa dengan “huruf” Kanji belum dapat lengkap,  lebih-lebih untuk “menyatakan” akhiran-akhiran, kata-kata baru atau  kata-kata pungutan, sedankan arena itu diperlukan tambahan. System suku  yang dipakai bangsa Jepang ada dua macam, yaitu Hiragana dan Katakana.  Mula-mula bangsa Tamil, Arab, dan Hebreu juga mempergunakan sistem suku.  Hal ini memang masih tampak pada tulisan arab, umpamanya yang lebih  mementingkan konsonan-konsonannya. Bahasa-bahasa Semit memang baik  sekali mempunyai tulisan semacam itu, karena pada dasarnya akar-akar  kata yang terdapat merupakan jajaran konsonan-konsonan belaka, sedangkan  sonan-sonan itu dipakai untuk “ memberikan variasi “, artinya untuk  mengadakan derivasi dan konjugasi.
4)  system yang sangat praktis ialah system fonetik. Sistem ini mencoba  menghasilkan ututan bunyai-bunyi yang merupakan kata. Sistem fonetik ini  kadang-kadang bersifat suku, kadang-kadang bersifat abjad, yaitu  didasarkan kepada unsur-unsur yang tak terbagikan di dalam ujar.  Dikabarkan bahwa abjad fonetis yang mula-mula terdapat di Fonesia  (Lebanon yang sekarang) kira-kira 1725 tahun SM. Abjad itu rupa-rupanya  hanya sekali itu diciptakan, yang pokok-pokok pikirannya kemudian dibawa  orang ke India dan ke Yunani. Yang pertama itu, setelah mengalami  perubahan-perubahan menjadi abjad Devanagari itu. Di Yunani abjad itu  mendapat tambahan tanda-tanda vocal, smuanya disesuaikan dengan  keperluan penulisan bahasa Yunani Kuno. Dengan tersebarnya agama  Kristen, tulisan itupun tersebar pula, mula-mula ke Romawi, dan kemudian  ke Eropa sebelah utara-tengah, yang kemudian melahirkan abjad-abjad  Armenia, Georgia dan Gotia. Di Romawi, abjad Latin menjadi terkenal dan  kemudian tersebar bersama bahasa Latin sebagai bahasa ilmu pengetahuan  di sebagian besar Eropa yang lain. Demikianlah sejarah “perantauan“  abjad fonetis dengan singkatnya. Sudah barang tentu tiap pengambilan  oleh bangsa lain, abjad itu mengalami perubahan-perubahan, yang di  sesuaikan dengan keperluan bangsa itu, sehingga sekarang ini terdapatlah  bermacam-macam abjad.
Ejaan suatu  bahasa yang sempurna ialah apabila tiap bunyi bahasa itu dinyatakan oleh  sebuah tanda atau huruf. Ejaan semacam ini biasanya disesuaikan dengan  bunyi – bunyi yang membedakan, yang disebut fonem, di dalam bahasa itu,  sehingga ejaan yang sempurana itu bisa kita sebut ejaan fonemis. Seperti  kami terangkan di atas, ejaan bahasa Indonesia belum fonemis, karena  masih terdapat penandaan yang tidak mengikuti dasar yaitu satu tanda  untuk satu fonem.
Penulisan huruf (u)  dengan diagraf (oe) pada sementara nama orang sebenarnya menyalahi  ejaan bahasa Belanda. Sudah banrang tentu tiap orang Indonesia mempunyai  hak untuk menuliskan namanya semau hatinya, tetapi orang – orang yang  menuliskan namanya dengan ejaan Belanda itu tidak luput dari purbasangka  kebelanda-belandaan. Ada yang menerangkan, bahwa mereka itu dilahirkan  sebelum kemerdekaan, artinya pada waktu penjajahan Belanda, jadi tidak  mungkin namanya dituliskan dengan ejaan kita yang sekarang. Orang  tentulah heran akan keterangan itu, karena jangankann ejaan nama tidak  dapat diubah, sedangkan pemerintah colonial yang beratus tahun itu bisa  diubah dalam beberapa waktu saja. Lepas dari soal-soal itu, jika  penulisan tidak sesuai dengan ejaan kita sendiri, tidak dapat dielakkan  orang atau lebih-lebih anak-anak kita membaca nama-nama yang ditulis  seperti: Doel, Kaboel, Koeloer, dan sebagainya, sebagai dowel, kabowel,  dan kowelower.
1. Sejarah Huruf
Sejarah  huruf bermula di Mesir purba. Pada 2700 SM orang Mesir telah  membangunkan set dari sesetengah 22 hieroglyph untuk mempersembahkan  konsonan individu dari bahasa mereka, tambahan ke-23 yang seolah-olah  telah dipersembahkan kata-initial atau vokal kata-akhir. Glyph ini telah  digunakan sebagai panduan sebutan untuk lologram, untuk menulis  infleksi tatabahasa, dan, kemudian, untuk transkripkan kata pinjaman dan  nama asing. Walaupun huruf dibuat secara semulajadi, sistem ini tidak  digunakan secara tulen untuk menulis huruf. Huruf skrip tulen pertama  adalah dipikirkan telah dibangunkan sekitar 2000 SM untuk pekerja  Semitik di Mesir tengah. Lebih lima abad kemudiannya ia sebar ke utara,  dan semua huruf berikutnya sekeliling dunia telah samada berasal-usul  darinya, atau telah diinspirasikan oleh salah satu dari keturunannya,  dengan kemungkinan berkecuali dari huruf Meroitik, sebuah hieroglyph  adaptasi abad ke-3 SM di Nubia ke selatan Mesir.
a. Huruf Semitik
Skrip  Zaman Gangsa Pertengahan dari Mesir telah kelak untuk ditafsirkan.  Bagaimanapun, mereka muncul untuk menjadi kurang sebahagian, dan mungkin  dengan lengkap, berhuruf. Contoh tertua dijumpai sebagai graffiti dari  Mesir tengah dan bertarikh sekitar 1800 SM. Skrip Semitik ini tidak  membatasi sendiri kepada tanda konsonantal Mesir yang wujud, tetapi  menggabungkan sebilangan dari hieroglyph Mesir yang lain, untuk sejumlah  yang mungkin tiga-puluh, dan menggunakan nama Semitik untuk mereka.  Jadi, sebagai contoh, hieroglyph per (”rumah” dalam Mesir) menjadi bayt  (”rumah” dalam Semitik). Ia tidak jelas pada masa ini samada glyph ini,  apabila digunakan untuk menulis bahasa Semitik, telah tulennya berhuruf  secara semulajadi, mempersembahkan hanya konsonan pertama dari nama  mereka menurut dasar akrofonik, atau samada mereka boleh juga  persembahkan babak konsonan atau malahan juga perkataan seperti mana  moyang mereka ada. Sebagai contoh, “rumah” glyph mungkin bangkit hanya  untuk b (b sepertimana beyt “rumah”), atau mungkin ia bangkit untuk  kedua-dua p dan babak pr dalam Mesir. Bagaimanapun, apabila suatu masa  skrip telah diwarisi oleh orang Canaan, ia telah tulennya berhuruf, dan  hieroglyph asalnya mempersembahkan “rumah” bangkit hanya untuk b.
b. Keturunan abjad Semitik
Huruf  Proto-Canaan ini, seperti prototaip Mesirnya, hanya mempersembahkan  konsonan, sebuah sistem dipanggil abjad. Darinya dapat dikesan hampir  kesemua huruf yang pernah digunakan, kebanyakan dimana turunnya dari  yang lebih muda versi skrip Phoenicia.
Abjad  Aramia, dimana berkembang dari Phoenicia pada abad ke-7 SM sebagai  skrip rasmi Empayar Parsi, muncul menjadi keturunan dari hampir kesemua  huruf moden Asia:
1. Abjad Ibrani moden dimulakan sebagai Aramia pelbagaian. (Abjad Ibrani asal telah dikekalkan oleh Samaritan).
2. Abjad Arab diturunkan dari Aramia via huruf Nabatean dari apa yang dipanggil sekarang selatan Jordan.
3.  Abjad Syriak digunakan selepas abad ke-3 CE dikembangkan, melalui  Pahlavi dan Sogdian, kedalam huruf dari utara Asia, seperti Orkhon  (kemungkinan), Uyghur, Mongolia, dan Manchu.
4.  Huruf Georgia adalah dari tempat asal yang tidak pasti, tetapi muncul  menjadi sebahagian keluarga Parsi-Aramia (atau mungkin jadi Greek).
5.  Abjad Aramia juga sudah pastinya keturunan dari Huruf Brahmic dari  India, dimana disebarkan ke Tibet, Asia Tenggara, dan Indonesia bersama  agama Hindu dan Buddha. (China dan Jepun, semasa menyerap Buddhisme,  telahpun literat dan mengekalkan skrip logographik dan ejaan sukuan.)
Huruf  Hangul alphabet telah diciptakan di Korea dalam abad ke-15. Tradisi  mengatakan bahawa ia merupakan ciptaan autonomi; bagaimanapun,  penyelidikan terkini mencdangkan bahawa ia mungkin berdasarkan kepada  separuh sedozen huruf yang diambil daripada skrip Tibet melalui imperial  huruf Phagspa dari dinasti Yuan dari China. Memang unik di kalangan  huruf-huruf dunia, lebihan daripada huruf-hurufnya adalah diambil  daripada teras ini sebagai satu sistem featural .
Selain  Aramia, huruf Phoenicia memberi kebangkitan kepada huruf Greek dan  Berber. Dimana huruf untuk vokal boleh sebenarnya menghindarkan  legilibiliti Mesir, Berber, atau Semitik, ketidakhadiran mereka adalah  bermasalah untuk Greek, dimana mempunyai struktur morfologikal yang amat  berlainan. Bagaimanapun, terdapat penyelesaian mudah. Kesemua nama  huruf dari huruf Phoenicia bermula dengan konsonan, dan konsonan ini  adalah apa yang mempersembahkan huruf. Bagaimanapun, beberapa dari  mereka adalah agak lembut dan tidak dapat disebutkan oleh Greeks, dan  demikian beberapa nama huruf datang menjadi disebut dengan vokal  initial. Mengikut dasar akrofonik yakni adalah sistem basis, huruf ini  sekarang berdiri ubtuk vokal itu. Contohnya, Greeks tidak mempunyai  hential glotal atau h, jadi huruf Phoenicia ’alep dan he menjadi Greek  alpha dan e (kemudian dinama semula epsilon), dan berdiri untuk vokal a  dan e berbanding dari konsonan ? dan h. Laksana perkembangan bertuah ini  hanya dibekalkan untuk enam dari dua-belas vokal Greek, Greeks akhirnya  mencipta diagraf dan lain-lain pengubahsuaian, seperti ei, ou, dan  (dimana menjadi omega), atau dalam sesetengah kes dengan mudah abaikan  kekurangan, seperti dalam panjang a, i, u.
Greek  dalam giliran adalah sumber untuk semua skrip moden Eropah. Huruf  dialek Greek barat awal, dimana huruf eta ditinggalkan h, memberi  kebangkitan kepada Italik Kuno dan huruf Roman. Dalam dialek Greek  timur, dimana tidak mempunyai /h/, eta berdiri untuk vokal, dan  ditinggalkan vokal dalam Greek moden dan semua lain-lain huruf  dipemerolehan dari pelbagaian timur: Glagolitik, Cyrillic, Armenia,  Gothik (dimana menggunakan kedua-dua huruf Greek dan Roman), dan mungkin  jadi Georgia.
Walaupun deskripsi ini  persembahkan evolusi skrip dalam fesyen linear, ini adalah  diperkemudahkan. Sebagai contoh, huruf Manchu, diturunkan dari abjad  Asia Barat, adalah juga dipengaruhi oleh hangul Korea, dimana samada  bebas (pandangan tradisional) atau dipemerolehan dari abugida Asia  Selatan. Georgia nyata dipemerolehan dari keluarga Aramia, tetapi kuat  dipengaruhi dalam konsepsyennya oleh Greek. Huruf Greek, sendiri  akhirnya adalah pemerolehan dari hieroglyph melalui yakni huruf Semitik  pertama, kemudian mengambilguna tambahan separuh dozen hieroglyph  demotik apabila ia digunakan untuk menulis Coptik Mesir. Kemudian  terdapat Suku Kata Cree (sebuah abugida), dimana muncul menjadi fusyen  dari Devanagari dan tangan pendek Pitman; terkemudiannya mungkin adalah  ciptaan bebas, tetapi berkemungkinan mempunyai asalan akhir dalam skrip  Latin kursif.
c. Nama Huruf dan Siri
Tidak  diketahui berapa banyak huruf-huruf dalam huruf Proto-Sinaitik, atau  apa susunan huruf mereka. Di kalangan warisnya, huruf Ugaritik mempunyai  27 konsonan, huruf Arab Selatan mempunyai 29, dan abjad Phoenicia telah  dikurangkan kepada 22. Skrip-skrip ini disunsunan dalam dua susunan,  satu arahan ABGDE dalam bahasa Phoenicia, dan satu arahan HMHLQ di  selatan; Ugaritic menyimpan arahan-arahan tersebut. Kedua-dua jujukan  telah dibuktikan secara tak disangka-sangka ia telah dibuktikan stabil  di kalangan waris-waris skrip ini.
Nama  huruf ini dibuktikan stabil dikalangan waris Phoenicia, termasuk  Samaritan, Aramia, Syriak, Ibrani dan huruf Greek. Bagaimanapun, mereka  telah terbiar dalam Arab dan Latin. Huruf siri terus lagi ayau kurang  sempurna kedalam Latin, Armenia, Gothik, dan Cyrillic, tetapi telah  terbiar dalam Brahmi, Runik, dan Arab, walaupun susunan abjad  tradisional ditinggalkan atau telah diperkenalkan semula sebagai  altenatif dalam terkemudiannya
22  konsonan akaun ini untuk fonologi Semitik Barat Laut. Dari pembinaan  semula konsonan Proto-Semitik, tujuh yang hilang: iaitu frikatif  interdental ?, ?, ?, lateral frikatif tanpa suara ?, ??, frikatif uvular  disuara g, dan perbezaan antara uvular dan frikatif tanpa suara farigil  ?, ?, dalam Canaan bercantum dalam ?et. Enam pelbagaian huruf ditambah  dalam akaun huruf Arab untuk ini (kecuali untuk ?, dimana terus hidup  sebagai fonim terpisah dalam Ge’ez ?): ? > ??l; ? > ??‘; ? >  ??d; g > gayn; ?? > ??‘; ? > ??‘ (tetapi nota yakni pembinaan  semula ini adalah dengan berat dimaklumkan oleh Arab; lihat  Proto-Semitik dengan lebih terperinci).
d. Huruf Bebas Bergrafik
Huruf  moden kebangsaan yang hanya yakni telah tidak secara grafiknya dijejak  balik kepada huruf Canaaan adalah skrip Maldivia, dimana yang uniknya  adalah, walaupun a jelasnya dimodelkan selepas Arab dan mungkin jadi  lain-lain huruf yang wujud, ia dipemerolehan dari bentuk hurufnya dari  angka. Huruf Osmanya difikirkan untuk Somali pada 1920an telah ko-rasmi  di Somalia dengan huruf Latin hingga 1972, dan bentuk konsonannya  kelihatan menjadi inovasi lengkap.
Dikalangan  huruf yang tidak digunakan sebagai skrip kebangsaan kini, beberapa yang  jelas bebas dalam bentuk huruf mereka. Huruf fonetik Zhuyin  dipemerolehan dari watak Cina. Huruf Santali dari India timur kelihatan  menjadi berdasarkan pada simbol tradisional seperti “bahaya” dan “tempat  mesyuarat”, baik juga seperti piktograf yang dicipta oleh penciptanya.  (Nama huruf Santali adalah yang berhubung kepada bunyi mereka  persembahkan melalui dasar akrofonik, seperti dalam huruf asli, tetapi  ia adalah konsonan akhir atau vikal dari nama yakni huruf ini  mempersembahkan: le “pembengkakan” mempersembahkan e, manakala en  “membanting bijirin” mempersembahkan n.)
Dalam  dunia purba, Ogham terdiri dari tanda bersamaan, dan inskripsi  monumental dari Empayar Parsi Kuno telah ditulis dalam skrip cuneiform  berhuruf berkeperluan yang empunya bentuk huruf kelihatan telah dicipta  untuk kadang-kadang. Bagaimanapun, manakala semua huruf dari sistem ini  mungkin telah grafikalnya bebas dari lain-lain huruf di dunia, mereka  telah difikirkan dari contoh mereka.
e. Huruf dalam Media Lain
Perubahan  kepada medium penulisan baru kadangkala menyebabkan pemecahan dalam  bentuk geografi, atau membuat perhubungan sukar untuk dijejak. Ia tidak  segera ketara yakni cuneiform huruf Ugaritik dipemerolehan dari abjad  Semitik prototipikal, sebagai contoh, walaupun ia kelihatan menjadi kes.  Dan manakala huruf manual adalah penerusan terus dari huruf tempatan  bertulis (kedua-dua dua-tangan British dan huruf Perancis/satu-tangan  Amerika mengekalkan bentuk huruf Latin. seperti huruf manual India buat  Devanagari, dan Korea buat Hangul), Braille, semafor, bendera isyarat  maritim, dan kod Morse adalah perlunya bentuk geografi rambang. Bentuk  Braille Inggeris dan huruf semafor, sebagai contoh, adalah dipemerolehan  dari susunan berhuruf dari huruf Latin, tetapi bukan dari bentuk grafik  huruf mereka sendiri. Tangan pendek moden juga kelihatan menjadi  geografinya tidak berhubungkait. Jika ia dipemerolehan dari huruf Latin,  perhubungan telah hilang dalam sejarah.
2. Sejarah Perkembangan Tulisan
Sistem  tulisan yang dikenal paling dahulu, mula-mula bergambar, tampaknya  adalah sistem tulisan bangsa Sumeria (sekitar 3000 SM, di Mesopotamia).  Beberapa pakar menunjukkan sebuah hubungan derivasi antara sistem  tulisan ini dengan sistem tulisan Mesir Kuno dan bahkan sistem tulisan  Cina. Meskipun berhubungan dengan sistem tulisan Cina tampaknya tidak  mungkin ada.Tulisan Sumeria mula-mula digunakan hanya dalam konteks  terbatas untuk keperluan administratif, ketimbang untuk komunikasi umum  dan sastra. Tulisan ini kemudian diperluas rentangan dan pemakaiannya.
Dalam  makalah ini, kita mengawali sejarah kajian linguistik dengan  hasil-hasil yang telah dicapai bangsa Yunani kuno. Hal ini dikarenakan  alasan yang sederhana yaitu bahwa para pemikir Yunani tentang bahasa,  dan tentang masalah-masalah yang ditimbulkan penelitian linguistik,  mengawali di benua Eropa kaji-kajian yang dapat kita sebut ilmu  linguistik dalam pengertian yang paling luas, dan bahwa ilmu ini  merupakan suatu fokus minat yang berkelanjutan dari zaman Yunani kuno  hingga ke zaman sekarang ini dalam suatu urutan kepakaran yang tidak ada  putus-putusnya.
Tulisan yang semula  dalam huruf bergambar atau tulisan yang diciptakan orang Mesir dan di  tempat-tempat lainnya, secara terpisah, seperti di Cina dan Amerika  Tengah. Tulisan silabik yang kemudian menjadi sumber abjad Yunani  barangkali diciptakan dengan meniru tulisan Mesir, dan secara bertahap  diubah.
Perkembangan apa pun dari  suatu sistem tulisan yang memungkinkan pencatatan secara visual, suatu  bahasa sebagaimana bahasa itu diucapkan dan dipahami merupakan suatu  hasil karya besar. Biasanya selama beberapa generasi dalam analisis  linguistik yang secara khusus diterapkan atau diarahkan kepada  kebutuhan-kebutuhan praktis. Akan tetapi, terlepas dari penemuan tulisan  sebelumnya dan berlanjut dari tulisan itu, kita mempunyai contoh-contoh  naskah Gramatiks Kuno dari Babilonia, yang berasal dari kurang lebih  1600 SM dan sesudahnya yang ditulis pada tablet dengan tulisan kuno  berbentuk baji (cuneiformscript) yang menuliskan dalam bentuk contoh  tasrif infleksi-infleksi kata ganti, kata kerja dan jenis kata lain dari  bahasa Sumeria dengan padanannya dalam bahasa Akkadi (bahasa  Babilonia).Tujuan karya ini adalah untuk pelestarian pengetahuan tentang  bahasa Sumeria suatu bahasa yang telah menjadi bahasa mati, namun  banyak menuliskan kesusastraan Babilonia masa lalu.
Namun  pada zaman Yunani kunolah linguistik teoritik memiliki asal Eropanya,  sebagian karena persyaratan-persyaratan praktis. Namun dari zaman itu  pulalah kita memiliki catatan-catatan pertama kita mengenal  perkiraan-perkiraan linguistik, namun jauh melampaui perkiraan-perkiraan  itu, kita memiliki linguistik rakyat dan penerapan-penerapan praktis.
Dalam  perkembangan sejarahnya ia telah berhubungan dengan  kontribusi-kontribusi utama kelompok pakar-pakar linguistik.Bangsa  Yunani klasik telah sadar akan adanya bangsa-bangsa yang memakai bahasa  lain, bukan bahasa Yunani dan pembagian dialek di antara penduduk yang  berbahasa Yunani. Herodotus dan lain-lainnya mengutip dan membahas  kata-kata asing. Plato mengakui dalam percakapan di Cratylus kemungkinan  bahwa sebagian dari kosakata Yunani berasal dari bahasa asing dan kita  mengetahui adanya penutur dwibahasa dan juru bahasa profesional.
Pada  bagian awal tahun 1000 SM, sistem abjad untuk penulisan untuk penulisan  bahasa Yunani diupayakan dan ini berfungsi sebagai dasar dari abjad  Yunani Attic klasik (dari Atena) dan dialek-dialek sastra lainnya dan  bersama-sama dengan abjad Romawi yang berasal dari abjad Yunani versi  Yunani bagian barat, menjadi asal mula dari sistem tulisan yang tersebut  ke seluruh dunia dewasa ini.Kini kita tahu bahwa tulisan dikembangkan  di Yunani dalam dua periode yang terpisah. Selama milenium kedua bangsa  Mycenea menggunakan sistem tulisan silabik yang mencakup beberapa  logogram (lambang untuk tiap kata terpisah). Ini juga dikenal sebagai  linear B, dan selama jangka waktu yang lama tetap tidak bisa dibaca.  Seperti tulisan Sumeria awal, sistem ini tampaknya sebagian besar  terbatas penggunaannya di dalam bidang administrasi dan akuntansi.  Tafsiran dari tulisan ini dan penentuan yang hampir pasti dari bahasa  yang direkamnya sebagai variasi permulaan bahasa Yunani merupakan salah  satu peristiwa utama tentang pengetahuan klasik belakangan ini dengan  pengaruh yang sangat dalam terhadap pengetahuan kata tentang kebahasaan  dan kesejarahan Yunani kuno.
Namun,  selama zaman gelap yang mengikuti invasi bangsa Dorian, pengetahuan  tulis-menulis lenyap, dan abjad Yunani sebagai yang kita ketahui  sekarang ini dikembangkan secara bebas dari suatu penyesuaian tulisan  bangsa Phoenicia. Sistem Phoenicia sebagian besar berupa seperangkat  tanda-tanda konsonan, sedangkan bunyi vokal pada umumnya diberikan oleh  pembaca tulisan itu berdasarkan perasaannya tentang apa yang ditulis.  Jadi (alif),yang melambangkan (a) dalam bahasa Phoenicia menjadi huruf A  (alfa) Yunani yang melambangkan fonem vokal a. Peristiwa sejarah yang  sangat berarti ini dicatat secara mistik. Cadmus dikatakan telah  memperkenalkan tulisan dari luar Yunani, suatu pengakuan bahwa asal mula  abjad Yunani secara historis adalah dari luar Yunani.
Perkembangan  dan kegunaan tulisan adalah bentuk pertama dari pengetahuan tentang  linguistik di Yunani dibuktikan oleh sejarah kata grammatikos sampai dan  termasuk zaman Plato dan Aristoteles kata itu hanya berarti seseorang  yang memahami pemakaian huruf, grammata dan dapat membaca dan menulis  dan techne grammatike adalah keterampilan membaca dan menulis.
Pada  zaman klasik kesusasteraan Yunani dan zaman setelah itu kita dapat  mengikuti kemajuan spekulasi linguistik yang sadar, ketika manusia  merenungkan tentang hakikat dan penggunan bahasa mereka.Istilah  grammatike pada mulanya berarti tidak lebih daripada pemahaman huruf dan  banyak dari apa yang dianggap orang sekarang ini sebagai pengkajian  ilmu linguistik zaman dahulu yang bisa digolongkan di bawah judul  philosophia.
Aristoteles (384-322 SM)  kenal karya-karya Plato, dan menggunakan karya-karya tersebut sebagai  dasar bagi pengembangan pemikirannya sendiri. Zaman Aristoteles menandai  akhir dari suatu era dalam sejarah Yunani. Di antara aliran-aliran  filsafat yang berkembang di Atena setelah Aristoteles yang paling  penting di dalam sejarah linguistik adalah aliran Stoik.Aliran Stoik  didirikan oleh zeno (kira-kira 300 SM), menggarap sejumlah bidang yang  telah digarap Aristoteles, aakn tetapi dalam segi-segi tertentu dalam  bidang filsafat dan retorika mereka mengembangkan metode dan ajaran  mereka sendiri.
Aliran Stoik  didirikan pada zaman Hellenistik. Di bawah pengaruh aliran  Stoik,linguistik mencaapi suatu temapt dengan batasan yang jelas di  dalam tautan filsafat secara keseluruhan dan masalah-masalah linguistik  secara nyata dibahas dalam karya-karya terpisah yang diperuntukkan bagi  segi-segi bahasa dan dibahas secaar bersistem. Pada zaman Hellenistik  dihasilkan sejumlah takarir dari dialek-dialek non-Attik yang  berbeda-beda. Suatu bukti dari kajian sistematis tentang  perbedaan-perbedaan antara berbagai ragam bahasa Yunani yang telah  memilikii sistem tulisan yang representatif.
Tanda-tanda  aksen tulisan Yunani berasal dari zaman Hellenistik yang dipakai  sebagai petunjuk bagi pengucapan kata-kata secara benar, dan deskripsi  unsur-unsur aksen dan jeda yang dilambangkan secara grafis dengan batas  kata dan tanda-tanda baca, di bawah judul umum prosodiai. Prosodiai  merupakan bagian dari gerakan yang mendukung ketepatan, atau  Hellenisme,atau Hellenismos.
Bangsa  Romawi telah lama menikmati kontak dengan budaya material dan gagasan  intelektual Yunani, melalui tempat-tempat bermukim bangsa Yunani di  daerah Italia bagian selatan; dan mereka telah belajar menuls dari  orang-orang Yunani barat. Dari segi linguistik hal ini tercermin dalam  bahasa-bahasa yang dipakai secara umum di provinsi-provinsi Romawi  bagian timur dan barat. Di belahan barat kerajaan ini tidak memiliki  hubungan dengan suatu peradaban yang diakui. Bahasa Latin menjadi bahasa  pemerintahan, perdagangan, hukum, pendidikan dan kemajuan sosial.  Namun, di wilayah timur, yang sebagian besar telah berada di bawah  pemerintahan Yunani sejak zaman Hellenistik, bahasa Yunani  mempertahankan posisi yang telah dicapainya. Para pejabat Romai sering  belajar dan menggunakan bahasa Yunani dalam melaksanakan tugas-tugas  mereka, dan kesusasteraan serta filsafat Yunani sangat dihormati orang.  Pada akhirnya pembagian bahasa ini diakui secara politis dalam pemisahan  kekaisaran Romawi ke dalam kerajaan Barat dan kerajaan Timur dan  Konstatinopel (Byzantiium) dijadikan ibukota Kerajaan Timur yang  bertahan sebagai ibukota Domini Byzantiium meskipun wilayahnya menjadi  kecil, sampai pada zaman Renaisans barat.
Begitu  besar prestise tulisan Yunani, sehingga puisi bahasa Latin meninggalkan  meter-meter aslinya dan diciptakan selama zaman klasik dan sesudahnya  dalam meter-meter yang dipelajari dari pujangga-pujangga Yunani.  Penyesuaian meter Yunani pada pada meter-meter Latin ini mencapai titik  puncaknya dalam Hexameter Vergil yang hebat dan Elegiacs Ovid yang  disempurnakan (elegiacs = puisi yang mengungkapkan kesedihan dan  ratapan, catatan penerjemah).
Pemikir-pemikir  Yunani dan cendekiawan Yunani pada umumnya memasuki dunia Romawi dalam  jumlah yang semakin besar pada pada zaman Varro(116-27 SM), baik  pendapat aliran Aleksandria dan Stoik tentang bahasa dikenal dan  dibahas.Varro mengemukakan peandangannya tentang bahasa yang menurutnya  berkembang dari seperangkat terbatas himpunan kata-kata asli, yang  dikenakan pada benda-benda untuk mengacu pada benda tersebut dan menjadi  sumber yang produktif dari sejumlah besar kata-kata lain melalui  perubahan-perubahan pada huruf, atau pada bentuk fonetis (dua modus  deskripsi ini mengacu pada hal yang sama baginya). Perubahan huruf ini  terjadi dalam masa bertahun-tahun, dan bentuk yang lebih dahulu ,  seperti dullum untuk bellum yang klasik, yang bermakna ‘perang’  merupakan contoh dari perubahan-perubahan ini. Pada waktu yang sama,  makna berubah seperti makna hostis yang dulu berarti ‘orang asing’,  namun pada zaman Varro dan di dalam bahasa Latin klasik dan kemudian  yang lebih mutakhir, maknanya adalah ‘musuh’.Pernyataan -pernyataan  etimologis ini didukung oleh pakar-pakar modern, akan tetapi banyak di  antara etimologi ini yang menempuh jalan yang saam dan berfungsi untuk  mencapai tujuan-tujuan yang sama, seperti kata Yuanni dalam bidang  ini.Anas,’itik,dari nare,’berenang ‘ vitis, ‘anggur’ dari vis,  ‘kekuatan’, dan cura, perhatian dari cor urere, ‘membakar hati’, adalah  khas baik dari karyanya maupun kaji-kajian etimologis Latin pada  umumnya.
Ketidaktahuan mendasar  tentang sejarah linguistik terlihat dalam-acuan-acuan Varro kepada  bahasa Yunani.Kesamaan-kesamaan dalam bentuk kata yang memiliki arti  yang sepadan dalam bahasa Latin dan Yunani telah jelasDua contoh kiranya  menjadi iliustrasi yaitu,kata Yunani phero dan kata fero, Latin ‘saya  membawa’ , keduanya merupakan refleksi dari kata kerja Indo-Eropa yang  direkonstruksi bher-.Kata Latin feretrum, ‘bir’ adalah kaat serapan  langsung kata Yunani pheretron.
Di  dalam bahasa Latin, equitatus, ‘pasukan berkuda’, dan eques (kata dasar  equit-) ‘ penunggang kuda’, dapat diasosiasikan dengan dan diacu kembali  secara deskriptif kepada equus, ‘kuda’, akan tetapi tidak ada  penjelasan lebih lanjut yang mungkin diberikan dengan cara yang sama  terhadap kata equus. Di dalam bahasa Latin kata itu adalah kata asli dan  penjelasan tentang bentuk dan maknanya melibatkan penelitian diakronik  dalam tahap-tahap yang lebih awal dari keluarga bahasa Indo-Eropa dan  bentuk-bentuk berkaitan dalam bahasa-bahasa Latin.
Dalam  bidang keragaman bentuk kata dari akar tunggal, baik derivasional  maupun infleksional, Varro mengemukakan argumen-argumen mendukung dan  menolak analogi dan anomali, dengan memberikan contoh-contoh keteraturan  dan ketidakteraturan dalam bahasa Latin.Dengan cukup logis dia  menyimpulkan bahwa kedua asas itu harus diakui dan diterima dalam  pembentukan kata suatu bahsa dan dalam makna-makna yang berhubungan  dengannya.Jadi, equus, ‘kuda’ dan equa, ‘kuda betina’, memiliki bentuk  yang berbeda untuk binatang jantan dan betina karena perbedaan kelamin  penting bagi para penutur itu. Akan tetapi corvus, ‘nama sejenis  burung’, tidak memiliki karena perbedaan antara jantan dan betina dalam  hal ini tidak penting bagi manusia. Dulu juga berlaku bagi merpati,  namun sejak burung dara dipelihara , bentuk analogik yang berbeda untuk  jantan, yaitu Colombus diciptakan.
Secara  kultural kita melihat, semenatra tahun-tahun berlalu dari Zaman Perak  (akhir abad ke-1 Masehi), menurunnya nilai-nilai sastra , habisnya tema  lama secara bertahap, dan hilangnya gairah dalam mengembangkan tema-tema  baru.Kecuali dalam masyarakat Kristen yang sedang menanjak, ilmu  pengetahuan mengalami kemunduran, dalam bentuk karya ilmiah yang  semata-mata mengikuti standar yang telah diakui di masa lalu.Di Latin  barat, seperti Yuanni timur, ini merupakan zaman komentar, ringkasan dan  kamus.Tatabahasawan Latin yang mempunyai pandangan yang serupa dengan  pandangan pakar-pakar Yunani Aleksandria, seperti mereka ini,  mengarahkan perhatian mereka kepada bahasa sastra klasik dan tatabahasa  berperan sebagai pengantar dan dasar utnuk  mempelajarinya.Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bahasa Latin lisan  dan bahasa Latin tulis yang nonsastra di sekeliling mereka kurang  membangkitkan minat mereka; karya-karya mereka secara bebas dijelaskan  dengan teks yang kesemuanya berasal dari penulis prosa dan puisi Latin  klasik dan pendahulu mereka, yakni Plautus dan Terence.
Betapa  berbeda jadinya bahasa Latin tulis yang dianggap baik dapat dilihat  dengan membandingkan tatabahasa dan gaya terjemahan injil(Vulgate) pada  abad ke-4 oleh St.Jerome, di dalmnya beebrapa unsur tatabahasa bahasa  Roman diantisipasi, dan bahasa Latin dilestarikan dan diperikan oleh  para tatabahasawan, salah seorang diantaranya, Donatus, tatabahasawan  terkenal, setelah Priscian, sebenarnya adalah guru dari  St.Jerome.Meskipun dia banyak memakai gagasan-gagasan pendahulunya,  tujuannya, seperti tujuan mereka, adalah mengalihkan sebisa-bisanya  sistem tatabahasa dari techne dan karya-karya Apollinus ke dalam bahasa  Latin.
a. Zaman Pertengahan
Zaman  pertengahan adalah istilah yang digunakan untuk menamai dan menandai  periode sejarah Eropa antara hancurnya kekaisaran Romawi sebagai suatu  daerah kesatuan peradaban dan administratisi dengan urutan peristiwa dan  perubahan kultural yang dikenal sebagai Renaisans dan pada umumnya  dianggap sebagai fase permulaan dunia modern.
Orang-orang  Latin dari provinsi barat dapat bertahan melawan penjajah Germanik,  yang bahasanya hanya tersisa beberapa unsur-unsur leksikal dalam  bahasa-bahasa Roman modern yang merupakan turunan dari bahasa Latin  lisan dari wilayah-wilayah tersebut.
Di  barat, kebanyakan sastra klasik telah hilang sama sekali; selama  beberapa abad kajian dan bahkan pengetahuan bahasa Yunani menjadi sangat  berkurang dan dalam Abad Gelap kebanyakan filsafat Yunani yang ada  terdapat dalam bentuk terjemahan dalam bahasa Latin dari karya-karya  terpilih.Sumbangan yang besar bagi pelestarian kesinambungan pendidikan  dan ilmu pengetahuan diberikan oleh biara dan tempat para rahib, gereja  dan kemudian universitas, yang didirikan selama awal zaman  pertengahan.Dalam lembaga-lembaga yang dikuasai oleh pejabat gereja  Kristen, literatur politheistik, yaitu literatur klasik zaman kuno,  cenderung dicurigai, dan terdapat banyak contoh kebencian yang disengaja  ditujukan kepada penulis-penulis ini dan bahasa yang digunakan dalam  tulisn-tulisan itu, yang berbeda, dari bahasa Latin kemudian yang hampir  mendekati ragam sehari-hari, bahasa Latin Vulgate (kitab Injil  berbahasa Latin yang dipakai Gereja Katolik (catatan edita) dan yang  dipakai di lingkungan gereja.Bahasa Latin tetap merupakan bahasa ilmu  pengetahuan, dan wewenangnya meningkat karena bahasa itu dipakai sebagai  bahasa literatur keagamaan dan untuk pelayanan dan administrasi Gereja  (Roma) barat.
Dalam sejarah ilmu  pengetahuan linguistik, bagian kedua abad pertengahan dari sekitar 1100  hingga akhir zaman itu, adalah lebih penting.Ini merupakan zaman  filsafat Skolastik yang memberikan tempat penting kepada kajian  linguistik dan yang ditandai dengan banyaknya jumlah karya linguistik  yang dihasilkan orang.Zaman ini juga ditandai dengan perkembangan  arsitektur dan sastra abad pertengahan (yang dikenal juga sebagai  ‘Gothik’) dan pendirian beberapa universitas yang paling awal di  Eropa.Hingga zaman ini karya linguistik hampir keseluruhan bertujuan  pedagogis dan sebagian besar bersifat derivatif dalam doktrinnya, karena  diterapkan dalam pengajaran bahasa Latin menurut himpunan bahan Donatus  dan priscian.Karya-karya yang bersifat didaktis murni semacam itu  dilakukan orang di sepanjang periode Skolastik.Beberapa buku petunjuk  tatabahasa Latin diterbitkan dalam bentuk syair, sebagai cara membantu  siswa untuk mengingatnya.Salah satu dari karya ini adalah Doctrinale  dari Aleksandria asal Villedien,yang ditulis di sekitar tahun 1200, yang  terdiri dari 2645 baris dengan sajak bersusun heksameter yang kasar.
Deskripsi  linguistik bahasa-bahasa lain muncul selama zaman ini, yang berfungsi  untuk memenuhi keperluan menulis dan membaca sastra populer, dan  standar-standar pendidikan. Kemasyhuran sastra Provencal Troubadour  menumbuhkan suatu kebutuhan akan informasi gramatikal tentang bahasa  Provencal, dan dari sekitar tahun 1240 beberapa deskripsi tatabahasa  telah ditulis orang.
Salah satu dari  contoh-contoh yang menonjol dari karya ptraktis di masa ini adalah First  Grammatical treatis, oleh seorang pakarIng menakjubkan dan kebebasan  berpikir.Dia terutama tertarik dengan perbaikan ejaan, dengan  penyempurnaan pemakaian abjad yang diturunkan dari abjad Latin untuk  menulis bahasa Islandia pada zamannya.Di samping ini, pengamatannya  mengenai pelafalan bahasa, yang secara tersendiri merupakan bukti yang  berharga untuk tahap perkembangan bahasa Islandia di masa  ini,menunjukkan bahwa dia adalah seorang pakar fonetik yang tidak  tertandingi oleh pakar-pakar fonetik pada zamannya.
Tatabahasa  spekulatif merupakan suatu tahap yang jelas dan berbeda dalam teori  linguistik dan penulis-penulisnya yang berbeda, atau Modistae,  sebagaimana kadang-kadang mereka dinamai orang, dengan acuan kepada  istilah pokok modi significandi menunjukkan secara substansial pandangan  teoretik yang sama dan memiliki konsepsi ilmu pengetahuan linguistik,  yang sama, tujuan-tujuannya dan tempat yang sama di antara kajian  intelektual lainnya.Tatabahasa spekulatif merupakan hasil dari pemaduan  deskripsi gramatikal Latin sebagaimana dirumuskan oleh Priscian dan  Donatus ke dalam sistem filsafat skolastik.Kebangkitan dan pertumbuhan  filsafat skolastik diakibatkan oleh sejumlah faktor sejarah, di samping  adanya manusia-manusia yang berkemampuan intelektuald dan pengabdian  yang tinggi.Di samping itu, pengetahuan mengenai bahasa Yunani, tentang  penulis-penulis Yunani dan yang paling penting lagi tentang filsafat  Yunani sebagaimana yang dirintis oleh Aristoteles menjadi semakin banyak  tersedia bagi barat di sekitar abad ke-12.Dari Spanyol cukup banyak  tulisan filsafat Yunani yang diperkenalkan kembali ke daerah-daerah lain  di Eropa Barat melalui terjemahan bahasa Arabdan bahasa Ibrani dan  melalui komentar-komentar dalam bahasa-bahasa tersebut.Filsuf Kristen  terdahulu telah lebih memberi tekanan kepada Plato dan pemikiran Plato  daripada kepada Aristoteles, sebagian karena teori Plato lebih mudah  diperoleh melalui tulisan-tulisan neoPlatonis abad ke-3 dan setelah  itu.Dari abad ke-12 dan seterusnya, mereka memberi dorongan ke arah  tatabahasa spekulatif dan teori bahasa yang diciptakan dalam kerangka  filsafat zaman itu.Juga terdapat suatu peningkatan mencolok dalam jumlah  penelitian dan kajian tatabahas yang dilakukan.
b. Zaman Renaissans dan Sesudahnya
Renaissans  secara tradisi dianggap sebagai saat lahirnya dunia modern dan sejarah  modern.bagian terpenting dari ilmu pengetahuan Renaissans adalah  tuntasnya kebangkitan pengkajian terhadap bahasa Latin klasik dan bahasa  Yunani klasik, yang telah dimulai Italia, bukan untuk tujuan komunikasi  internasional dan komunikasi ilmiah, dan untuk dipakai dalam  berfilsafat seperti halnya bahasa Latin di abad pertengahan; akan tetapi  sebagai sarana sastra yang menarik dan sebagai bahasa zaman lampau dari  sebuah peradaban besar, terpisah dari dan ada sebelum Gereja.Zaman ini  dapat kita tandai dengan dimulainya pengkajian serius terhadap sastra  klasik dan sejarah Yunani kuno dan Romawi kuno (literae humaniores)  sebagai komponen yang penting, sekurang-kurangnya hingga akhir-akhir  ini, dari pendidikan di sekolah-sekolah dan di universitas di Eropa.Dan  pada akhir abad ke-14 Manuel Chrysoloras, yang diundang dari  Konstatinopel sebagai guru bahasa Yunani, menulis tatabahasa modern  pertama bahasa itu di barat.
Pengkajian  tatabahasa Yunani dan bahasa Latin terus dilanjutkan dan perbaikan dan  perkembangan lebih lanjut yang meneruskannya dari masa pertengahan  kepada praktik pengajaran modern dalam bahasa-bahasa klasik merupakan  objek yang cocok untuk studi spesialis; akan tetapi hal ini tidak lagi  mewakili kuliah sejarah linguistik secara keseluruhan.Pada akhir abad  pertengahan bahasa Arab dan bahasa Ibrani telah dipelajari di Eropa dan  di Universitas Paris pada abad ke-14 kedua bahasa itu secara resmi  diakui.
Pengetahuan akan bahasa  Yunani,Latin dan Ibrani ini merupakan kebanggaan bagi ‘homo brilinguis’  pada zaman Renaissans.Sejumlah tatabahasa Ibrani ditulis di Eropa,  terutama dalam De rudimentis Hebraicis karya Reuchlin.
Mulai  awal abad pertengahan, ilmu pengetahuan linguistik juga berkembang di  bawah pengaruh karya linguistik Arab.Ini sebagai akibat baik dari  kemiripan struktural kedua bahasa Semit maupun kekuasaan politik bangsa  Arab sesudah ekspansi pengaruh Islam ke Timur Dekat, Afrika Utara, dan  Spanyol.Menjelang akhir abad ke-12 tatabahasa bahasa Ibrani masih dalam  penulisan yang dilakukan oleh orang -orang Yahudi yang tinggal di  Spanyol dan di tempat lainnya sebagai teman-teman seagamanya Kajian  linguistik Arab,seprti kajian bahasa Ibrani, memperoleh inspirasi dari  sastra suci, seperti kitab suci Al Quran bagi orang Arab.Ilmu pengetahua  linguistik Arab mencapai puncaknya pada akhir abad ke-8 dalam bentuk  taat baahsa Sibawaih dari Basra, yang sebenarnya bukan orang Arab tetapi  orang persia, yang membuktkan adanya dorongan terus menerus bagi  peelitian linguistik dalam hubungannya dalam hubungannya antara bahasa  dan budaya.Di samping itu, Sibawaih menghasilkan deskripsi fonetik yang  orisnal untuk penulisan bahasa Arab.
Selama  abad pertengahan tatabahasa bahasa asli Provencal dan Katalan telah  ditulis orang dan arti historis dan manfaat metodologis tatabahasa ini  baru sekarang mendapat apresiasi yang tepat.Dante,yang bagi sejumlah  orang dianggap sebagai nabi telah menghimbau orang-orang untuk  mempelajari dialek-dialek bahasa Roman daripada bahasa Latin tulis, dan  melalui tulisan-tulisannya dalm bahasa asli, dia telah banyak berbuat  dalam memantapkan suatu ragam bahasa Italia lisan sebagai bahasa tulis  dan kemudian sebagai bahasa resmi di semenanjung itu.
Tatabahasa  asli pertama bahasa Spanyol dan Italia muncul pada abad ke-15, dan  taatbahasa bahasa asli Prancis pertama awal abad ke-16.Dalam periode  yang sama tatabahasa diterbitkan untuk bahasa Polandia dan bahasa Gereja  Tua Slavonik.Tatabahasa bahasa Inggris pertama yang dicetak terbit paad  tahun 1568.Keadaan di sekitar penulisan dan penelitian tatabahasa ini  berbeda dengan keadaan umum pada zaman sebelumnya.Penemuan mesin cetak  menyebarluaskan pengetahuan dengan kecepata yang sangat tinggi, dan  bangkitnya pedagang kelas menengah menyebarkan pendidikan tulis-baca  pada daur-daur masyarakat yang lebih luas dan mendorong orang  mempelajari bahasa asing modern.Tambahan pula keekonomian cetak-mencetak  menyebabkan diakuinya satu raga bahasa tunggal (‘bahasa baku’) dan satu  ejaa yang seragam adalah suatu persyaratan yang mendesak.Penerbitan  kamus, baik ekabahasamaupun dwibahasa, di samping penerbitan tatabahasa,  telah terus menerus berlangsung sejak zaman itu.
Secara  keseluruhan bahasa tulis kelompok masyarakat terpelajar dijadikan pusat  studi tatabahasa.Namun bahasa-bahasa tulis tersebut juga dipakai dalam  berbicara dan ditulis untuk dilafalkan.Tatbahasa baru dari bahasa-bahasa  modern memberikan perhatian besar kepada hubungan antara ejaan, yang  sekarang dibakukan dalam bentuk cetak dan lafal.
Di  antara tatabahasawan Renaissans dikenal nama Pierre Ramee(Petrus  Ramus,lahir sekitar 1515) yang dijuluki perintis strukturalisme  modern.Pembaharuan kependidikannya lebih luas pengaruhnya di Eropa  Utara, dan dengan penolakannya yang terkenal terhadap Aristoteles dalam  karya untuk memperoleh gelar sarjananya bahwa segala yang dikatakan  Aristoteles adalah keliru, menurutnya.Ramus menulis tatabahasa Yunani,  Latin dan Prancis dan meletakkan teori tatabahasa dalam Scholae  grammaticae-nya.Daripada mengikuti argumen-argumen filosofis tentang  tatabahasa, dia menekankan kebutuhan dalam bahasa-bahasa kuno untuk  mengikuti pemakaian yang dapat diamati oleh penulis-penulis klasik dan  dalam bahasa-bahasa modern pemakaian yang dapat diamati dari penutur  asli.
Cina telah mengembangkan  tradisi asli mengenai studi-studi linguistik menjelang waktu  ilmuwan-ilmuwan barat membuat hubungan dengan negara dan bahasa-bahasa  di negara trsebut.Sistem penulisan karakter yang secara tepat  didefinisikan sebagai lambang grafis masing-masing morfem sebagai  simbol-simbol terpisah, telah digunaka sejak pertengahan Tahun 2000  milenium kedua sebelum Masehi (1500 tahun SM) dan asli dari Cina,  meskipun terdapat kesamaan yang dangkal dengan sistem karakter di tempat  lain di dunia ini.Cara perlambangan bahasa tulisan ini, bersama-sama  dengan struktur tatabahasa Cina yang analitik dan terpisah-pisah,  menentukan langkah yang diambil studi linguistik dalam peradaban Cina.
Dari  akhir abad ke-16 ciri-ciri sistem tulisan Cina dikenal di Eropa dan hal  itu memainkan peranan yang penting dalam beberapa arah yang ditempuh  penelitian linguistik, di samping menyebabkan ilmuwan-ilmuwan Eropa  sadar akan keberadaan suatu kelompok bahasa yang sistem fonologis,  gramatikal, dan organisasi leksikalnya jelas sekali berbeda dengan  sistem bahasa-bahasa yang dikenal oleh generasi terdahulu.Tatbahasa  pertama bahasa Cina diterbitkan dalam bahasa-bahasa Eropa oleh Fransisco  Varo dan oleh J.H. de premare pada awal abad ke-18.
Kamus-kamus  dihasilkan di Cina mulai dari abad ke-2 Masehi.Seperti di tempat lain  rangsangan yang menyebabkan orang menyusun kamus adalah  perubahan-perubahan linguistik dalam bidang leksikal bahasa tulis.Salah  satu dari kamus Cina yang dikenal yang paling awal,Shuowen (sekitar  tahun 100 Masehi), yang memanfaatka sistem tulisan yang sudah direvisi  karakter-karakter dengan cara yang digunakan sejak zaman itu, dengan  ‘akar kata’ dan didaftar sedemikian di bawahnya juga disusun menurut  deret naik berdasarkan jumlah goresan dalam unsur fonetik.Kamus-kamus  yang terbit kemudian berupaya menangani masalah dalam memberikan  petunjuk mengenai lafal karakter berdasarkan paad perubahan-perubahan  fonetik yang telah berlangsung dalam bahasa itu sejak zaman baca tulis  klasik.Ini memberikan erka matriks untuk pengembangan penelitian  fonologis bahasa Cina ragam tulis (sastra).Tidak terdapat lambang  segmental untuk komponen-komponen sukukata dalam tulisan Cina, terpisah  dan pada cara menunjukkan lafal karakter-karakter yang telah tidak  terpakai lagi atau yang dulu memiliki nilai-nilai fonetik yang berbeda.
Kemajuan  berikutnya, pada abd ke-11 tabel-tabel sajak yang terkenal  mendeskripsikan jumlah keseluruhan sukukata yang ada dalam bahasa Cina  ragam sastra yang dilambangka dengan karakter-karakter, pada sebuah  bagan di mana kolom tegak mendaftarkan sukukata awal dan baris mendatar  mendaftarkan sukukata akhi, yang sekarang dianalisis lebih lanjut lagi  untuk membedakan semivowel pada posisi tengah kata seperti /-w-/, vokal  akhir atau vokal ditambah konsona, dan nadanya.
Telah  terlihat betapa penting peranan yang dimainkan oleh hubungan linguistik  dari luar dalam perkembangan analisis fonologis bahasa Cina.Akan tetapi  Cina itu mungkin adalah sumber suatu masalah linguistik dan  pemecahannya, yaitu penyesuaian sistem tulisan karakter Cina kepada  suatu bahasa yang memiliki struktur yang sangat berbeda dan tidak  memiliki hubungan dari segi historis.Bahasa Jepang secara historis tidak  ada hubungannya dengan bahasa Cina, akan tetapi mulai dari abad ke-5  Masehi terdapat hubungan yang cukup kuat antara Jepang dan Cina,dan  segi-segi lain dari budaya Cina , dan sejumlah besar kata-kata Cina  terserap ke dalam bahasa itu.Tulisan diperkenalkan dari Cina dan dengan  seketika timbul masalh penguraian karakter-karakter yang dalam bahasa  Cina melambangkan sukukata tunggal yang tidak berubah kepada kebutuhan  suatu bahasa yang kaya dari segi derivasi dan infleksi aglutinatif.
Karya-karya  ilmiah selama bertahun-tahun ditulis dalam bahasa Latin,akan tetapi  meningkatkan status bahasa-bahasa Eropa dan penyebarluasan ilmu  pengetahuan duniawi dalam negara-negara sekuler meningkatkan bahasa  nasional sebagai sarana yang tepat bagi publikasi keilmuan dan ilmiah.
Pengaruh-pengaruh  terhadap kajian linguistik yang ditimbulkan oleh kebangkitan humanisme,  nasionalisme, dan pemerintahan sekuler, bersama-sama dengan perluasan  Eropa ke luar benua Eropa telah dijelaskan: zaman Renaissans juga  merupakan zaman dimulainya kegiatan cetak-mencetak di Eropa (secara  terpisah Cina telah memasukkan kertas pada abad ke-1 Masehi dan cetak  balok pada abad ke -10).Dari zaman itu tradisi tulis baca dan tuntutan  terhadap pendidikan berkembang terus, meskipun pendidikan secara  universal tidak dicapai di Eropa sebelum abad ke-19.Penemuan alat  cetak-mencetak menyebabka ejaan baku lebih penting, dalam mnengarahkan  perhatian kepada hubungan-hubungan antara tulisan dan lafal, menimbulkan  minat, sejak itu untuk selama-lamanya, terhadap pembaharuan ejaan.
c. Zaman Sebelum Zaman Modern
Apabila  kita dapat menetapkan tahun untuk menandai awal dari dunia kontemporer  ilmu pengetahuan linguistik, maka tahun itu adalah tahun 1786.Pada tahun  ini, Sir William Jones, seorang hakim di pengadilan Inggris di India  ,membacakan makalahnya yang terkenal di hadapan the Royal Asiatic  Society,dan di situ dia menetapkan dengan pasti sekali hubungan  kekeluargaan historis bahasa Sansekerta , bahasa klasik India, dengan  bahasa Latin, bahasa Yunani dan bahasa-bahasa Germania.Pernyataan Jones  bahwa bahasa Sansekerta, apapun bentuk kunonya, memiliki susunan yang  menarik; lebih produktif daripada bahasa Latin, dan lebih halus dari  segi keelokannya daripada salah satu dari kedua bahasa tersebut; namun  memiliki hubungan lebih dekat dengan kedua-duanya; baik dari sudut akar  kata verba maupun dari sudut bentuk tatabahasanya,daripada sesuatu yang  telah dihasilkan secara kebetulan; begitu kuatnya hubungan itu  sesungguhnya ,sehingga tidak seorang pun pakar teologi dapat meneliti  ketiga bahasa itu tanpa sampai kepada pendapat baha ketiga bahasa itu  telah tumbuh dari suatusumber yang sama yang, barangkali, tidak ada  lagi.
Tatabahasa Sansekerta pertama  dalam bahasa Inggris terbit pada awal abad ke-19, dan dari tahun 1808  sastra Sansekerta klasik India diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa  Eropa.Pengkajian linguistik bahasa Sansekerta oleh orang-orang Eropa  menimbulkan suatu pengaruh ganda; perbandingan bahasa Sansekerta dengan  bahasa-bahasa Eropa merupakan tahap pertama pertumbuhan bersistem  linguistik komparatif dan historis dan di sampng itu, dalam  tulisan-tulisan bahasa Sansekerta orang Eropa sekarang mengenal tradisi  ilmu pengetahuan linguistik yang telah berkembang secara mandiri di  India dan yang keunggulannya diakui segera dan pengaruhnya terhadap  beberapa cabang linguisti Eropa bersifat mendalam dan berlangsung lama.
Ilmu  pengetahuan India tentang bahasa Sansekerta berfungsi sebagai model  untuk India.Ilmu tersebut memberi inspirasi bagi penulisan Tolkappiyam,  salah satu dari tatabahasa yang paling awal dari bahasa Tamil, sebuah  bahasa Dravida dari India Tengah dan Selatan dan bagi tradisi gramatika  Tibet.
Di pertengahan abad ke-18 dua  filsof Prancis membahas asal mula dan perkembangan awal bahasa  manusia.Yaitu Condillac dan Rousseau.Condillac menulis menurut tradisi  intelektualis,sementara Rousseau berharap untuk mengikuti gerakan  Romantis.Konsepsi mereka tentang asal mula bahasa sangat mirip satu sama  lainnya.Bahasa berasal dari isyarat-isyarat yang dipakai untuk menunjuk  sesuatu dan dipelajari dengan meniru dari orang lain dan teriakan  -teriakan alamai, akan tetapi karena isyarat kurang efisien sebagai  tanda komunikatif maka unsur bunyi dalam bahasa menjadi dominan.
d. Abad Ini
Melalui  sejumlah peristiwa historis dan kecenderungan sebelumnya dalam  linguistik,abad ke-19 didominasi oleh kajian-kajian historis; akan  tetapi dalam menelusuri beberapa perkembangan yang timbul langsung dari  karya-karya tatabahasawan baru kita diarahkan melintas ke dalam abad  ke-20 dan begitu juga ,dalam mengikuti asal mula teori dan sikap masa  kini, kita menoleh lagi ke abad ke-19 dan abad-abad sebelumnya.
Perbedaan  utama dan yang paling mencolok anatara dua abad yang lalu adalah  peningkatan yang pesat dalam linguistik deskriptif yang mencapai  kedudukannya yang kuat dewasa ini yang dikontraskan dengan linguistik  historis.
Setelah dasawarsa kedua  abad ke-20, setelah pengajaran de Saussure, seorang pakar linguistik  berkebangsaan Swiss yang meyumbangkan ilmu linguistik komparatif  Indo-Eropa,mulai menunjukkan dampaknya,fonem dipakai secara luas, dan  segera setelah itu menjadi suatu unsur linguistik universal.Namun  perkembangan pertama yang benar-benar bermakna dalam evaluasi teori  fonem adalah hasil karya aliran Praha pada tahun 20-an dan 30-an.Aliran  Praha adalah sekelompok ilmuwan Cekoslovakia dan lain-lainnya, termasuk  Roman Jakobson, yang secara doktrin berpusat di sekitar Pangeran Nikolai  Trubetzkoy, seorang profesor Wina tahun 1923-38.Hubungan realisasi  (perlambangan atau penerapan) antara satuan-satuan pada satu tingkat dan  satuan-satuan pada tingkat lainnya merupakan suatu yang mendasar bagi  teori Praha.Sementara upaya utama aliran Praha diarahkan kepada  penjelasan konsep fonem dan perkembangan teori  fonologi,anggota-anggotanya memberikan sejumlah sumbangan kepada  bidang-bidang linguistik seperti kajian sintaksis diterbitkan dan  tipologi sintaktik komparatif bahasa Cekoslovakia dan bahasa-bahasa  Slavik lain terlihat secara jelas dalam karya-karya pakar-pakar  Cekoslovakia seja tahun 1945.
Sementara  dapat dipertahankan bahwa bagian terbesar dari perkembangan dalam teori  dan metode deskriptif linguistik sejak tahun 1950-an telah terfokus  pada reaksi-reaksi, dalam bentuk satu atau lainnya, terhadap apa yang  dirasakan oleh konsep ‘strukturalis’.
Pada  tahun 1964 Katz dan Postal menulis : ‘Suatu desakripsi linguistik  tentang suatu bahasa alami adalah suatu upaya untuk menyingkap hakikat  penguasaan penutur yang fasih terhadap bahasa itu.’
Pada  tahun-tahun 1966 R.D.King menulis buku teks pertama tentang linguistik  historis yang mengikuti konsep ini, dan perubahan-perubahan dalam suatu  bahasa dianggap sebagai perubahan-perubahan daam satu bahasa dianggap  sebagai perubahan-perubahan dalam satu subseperangkat kaidah, atau dalam  urutan penerapan kaidah-kaidah tersebut, yang membentuk tatabahasa  bahasa tersebut (dalam arti luas).
3. Sejarah Tulisan di Indonesia
Kebudayaan  masa silam merupakan unsur kebudayaan nasional yang dapat memberikan  corak dan karakteristik kepribadian bangsa. Upaya pembinaan dan  pengembangan kebudayaan nasional tidak dapat terlepas dari penggalian  serta pengkajian sumber-sumber kebudayaan daerah yang tersebar di  seluruh Nusantara.
Salah satu sumber  informasi kebudayaan yang sangat penting artinya dalam rangka perwujudan  kesatuan budaya nasional adalah naskah. Naskah dapat dipandang sebagai  dokumen budaya, karena berisi berbagai data dan informasi ide, pikiran,  perasaan dan pengetahuan sejarah, serta budaya dari bangsa atau  sekelompok sosial budaya tertentu.
Sebagai  sumber informasi sosial budaya, dapat dipastikan bahwa naskah-naskah  lama termasuk salah satu unsure budaya yang erat kaitannya dengan  kehidupan sosial budaya masyarakat atau melahirkan dan mendukungnya.  Sedangkan lahirnya naskah-naskah lama erat pula kaitannya dengan  kecakapan baca tulis atau pengetahuan mengenai aksara. Berkat adanya  tradisi demikian, maka naskah-naskah lama (kuno) sebagai karya tulis  yang mengandung berbagai informasi mengenai kehidupan masyarakat masa  lampau yang disusun oleh para pujangga pada masa itu, akhirnya sampai  pula kepada generasi sekarang untuk dapat dibaca dan dipahami.
Naskah-naskah  kuno ditulis pada ketas daun lontar, kulit kayu, bamboo atau rotan.  Secara umum isinya mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa lampau yang  menyiratkan aspek kehidupan masyarakat, terutama tentang keadaan sosial  dan budaya yang sangat penting dan dapat dijadikan sumber pengetahuan  bagi masyarakat kini.
Adapun tulisan-tulisan yang terdapat di Nusantara dapat digolongkan menjadi tujuh kelompok:
a). Aksara Hancaraka (Jawa, Sunda, Bali)
Ketiga  aksaran ini sangat mirip sekali dan disebut hanacaraka menurut lima  aksara yang pertama. Menurut De Casparis, tulisan hanacaraka berasal  dari aksara Jawa Kuno (Kawi), sementara aksara Kawi secara langsung  berasal dari aksara Pallawa (Casparis 1975).
b). Aksara Ka-Ga-Nga (Kerinci, Rejang, Lampung, Lembak, Pasemah, dan Serawai)
Aksara  Ka-Ga-NGa (disebut demikian menurut bunyi ketiga aksara pertama) yang  terdapat di bagian selatan pulau Sumatera juga sangat mirip satu sama  lain dan dipakai di dalam daerah yang sangat luas yang mencakup empat  propinsi yakni Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
c). Aksara Batak (Angkola-Mandailing, Toba, Simalungun, Pakpak-Dairi,Karo)
Kelima jenis aksara Batak menunjukkan beberapa variasi tetapi pada dasarnya sangat mirip sekali.
d). Aksara Makasar
Naskah  yang ditulis dengan menggunakan aksara tersebut sangat sedikit  jumlahnya karena aksara Makasar Kuno sudah sejak abad ke-19 tidak  dipakai lagi. Di kemudian hari aksara Bugis digunakan untuk menggantikan  aksara Makasar Kuno.
e). Aksara Bugis
Aksara Bugis yang juga dipakai di Makasar dan Bima berbeda dengan aksara Makasar Kuno.
f). Aksara Filipina (Bisaya, Tagalog, Tagabnuwa, Mangyan
Seperti  juga halnya dengan ketiga kelompok di atas, aksara Filipina juga  merupakan suatu kelompok yang mempunyai beberapa system tulisan yang  satu sama lainnya banyak menunjukkan perasaan.
g). Aksara Tionghoa
Aksara  Tionghoa yang terdiri dari huruf-huruf adalah satu di antara bahasa  tulisan yang tertua di dunia. Secara umum, setiap huruf mewakili sebuah  suku kata yang memiliki arti. Jumlah keseluruhan dari huruf Tionghoa  diperkirakan lebih dari 50.000 yang mana hanya 5.000-8.000 digunakan  secara umum. Diantaranya hanya 3.000 digunakan untuk keperluan  sehari-hari.
4 Rekaman Tertulis dalam Tradisi Sejarah Masyarakat Berbagai Daerah di Indonesia
Cerita-cerita  dari berbagai daerah dapat memberi petunjuk kea rah fakta-fakta sejarah  dari suatu bangsa. Setelah suku bangsa yang bersangkutan mengenal  tulisan tradisional dan mempunyai kesusastraan tradisional, maka  petunjuk kea rah fakta-fakta sejarah itu semakin banyak dan semakin  jelas. Terdapat ribuan naskah-naskah hasil karya kesusastraan  tradisional yang sampai kepada kita sekarang. Naskah-nskah yang banyak  decanal dalam tradisi tulis berupa kakawin, serat, babad, piwulang,  primbon, suluk, tembang, dongeng dan sebagainya. Karya-karya itu menurut  James Dananjaya dapat digolongkan sebagai foklor yang dapat digunakan  sebagai sumber penulisan sejarah.
Seorang  peneliti yang meneliti cerita rakyat Bugis misalnya, akan mencari  keterangan mengenai asal mula suku bangsa Bugis. Ia harus menganalisa  benda-benda kebudayaan suku bangsa Bugis yang mereka temukan di daerah  sekitar lokasi penelitian. Ia juga harus berusaha membaca dan  mempelajari tulisan-tulisan tersebut yang sering kali termuat dalam  berpuluh-puluh naskah kuno dalam tulisan tradisional. Naskah-naskah kuno  tersebut biasanya menguraikan kehidupan masyarakat dan adat istiadat di  kerajaan-kerajaan Bugis tradisional. Naskah-naskah itu jumlahnya banyak  sehingga perlu dipelajari dan diseleksi untuk mendapatkan naskah-naskah  khusus yang relevan bagi penelitiannya dan mana yang dapat memberi  keterangan mengenai asal mula rakyat Bugis.
a. Prasasti
Prasasti  merupakan peninggalan tertulis yang dipahatkan pada batu atau logam.  Ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman  Indonesia Klasik. Prasasti tersebut merupakan dokumen resmi yang  dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi kerajaan. Prasasti-prasasti  ini pda umumnya mempunyai bentuk dan susunan yng hampir serupa, yaitu  diawali dengan uraian pembebasan tanah disertai dengan angka tahun,  batas serta ukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang uang  diserahi kekuasaan untuk melaksanakan tugas, hadiah-hadiah yang  disediakan untuk keselamatan, selanjutnya upacara-upacara yang dilakukan  dan akhirnya kutukan-kutukan terhadap mereka yang tidak menaati apa  yang ditetapkan oleh raja.
Pada abad  ke-4 sampai abad ke-8 prasasti di Nusantara menggunakan huruf Pallawa  dan bahawa Sansekerta. Tulisan Pallawa ini mirip dengan tulisan yang  digunakan di India Selatan, Sri Lanka, dan Asia tenggara Daratan.  Prasasti-prasasti tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan  menggunakankaidah-kaidah dari India.
Prasasti-prasasti  Yupa yang dikeluarkan oleh Raja Mulawarman dari Kutai, Kalimantan Timur  menunjukkan proses penghinduan. Selain penggunaan huruf Pallawa dan  bahasa Sansekerta pada prasasti, nama-nama raja pun menunjukkan proses  penghinduan. Nama keturunan Kundungga (nama penduduk asli setempat)  menjadi bernama Mulawarman (nama Sansekerta).
Huruf  Pallawa di Indonesia berubah menjadi huruf kawi (Jawa Kuno). Bentuk  huruf atau simbol-simbol yang digunakan dalam huruf Kawi merupakan  bentuk khas jawa. Sejak Prasasti Dinoyo dari tahun 682 Saka (760 M) yang  ditemukan di Malang, huruf Kawi ini bahasanya pun bukan lagi bahasa  Sansekerta yang menjadi bahasa resmi melainkan bahasa Kawi (Jawa Kuno).  Bahasa dan huruf Kawi selanjutnya menjadi bahasa dan tulisan resmi di  Indonesia klasik. Ada juga pengecualian misalnya, prasasti-prsasti  raja-raja Sailen-dra di Jawa Tengah yang menggunakan huruf Dewa-nagri  dan bahasa Sansekerta. Akan tetapi, peranannya untuk masa-masa  berikutnya tidak banyak.
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan prasasti-prasasti di Indonesia dapat dibagi sebagai berikut.
1) Prasasti Berbahasa Sansekerta
Prasasti  yang menggunakan bahasa Sansekerta pada umumnya digunakan oleh  kerajaan-kerajaan dari abad ke-5 sampai dengan abad ke-9.
2) Prasasti Berbhasa Jawa Kuno
Prasasti  yang menggunakan bahasa Jawa Kuno dipakai pada abad ke-10, misalnya  Prasasti Kedu atau Prasasti Mantyasih (970M) peninggalan Mataram Kuno,  Prasasti Randusari, dan Prasasti Trowulan yang berasal dari kerajaan  Majapahit.
3) Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
Prasasti  yang menggunakan bahasa Melayu kuno adalah prasasti-prasasti  peninggalan kerajaan Sriwijaya, baik di Sumatera maupun di Semenanjung  malaka. Misalnya, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang tuo, Prasasti  Telaga Batu, Prasasti Ligor.
4) Prasasti Berbahasa Bali Kuno
Prasasti  yang menggunakan bahasa Bali Kuno merupakan peninggalan  kerajaan-kerajaan di Bali. Prasasti tersebut pada umumnya berisi Raja  Casana atau peraturan dari raja. Huruf yang diperlukan adalah huruf  Pallawa, Jawa Kuno, dan Pranagari. Misalnya, Prasasti Julah, Prasasti  Ugrasena, dan Prasasti Tugu Sanur.
b. Kitab Kuno
Kitab-kitab  kuno dari zaman Hindu-Budha hingga perkembangan Islam dikemas dalam  bentuk sastra, baik prosa maupun puisi. Karya sastra yang berhubungan  dengan sejarah yang disebut sebagai sastra sejarah. Dalam sastra sejarah  aspek-aspek sastranya tersiri dari unsur fiktif atau fantasi yang  dikemas dalam bentuk mitologi (cerita dewi-dewi), legenda, hagiografi  (ajaran ten-tang akhir zaman). Adapun unsur sejarahnya seperti: Ken  Arok, Ken Dedes, Pamanahan, Panembahan Senapati, dan Iskandar  Zulkarnain.
Di Indonesia, pembagian kitab-kitab peninggalan zaman kerajaan-kerajaan dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:
1) Zaman Hindu-Budha
Pada zaman kerajaan Hindu dan Budha berkembang di Indonesia kesusastraan di bagi menjadi sebagai berikut:
- Zaman Mataram (sekitar abad ke-9 dan ke-10)
- Zaman Kediri (sekitar abad ke-11 dan ke-12)
- Zaman Majapahit I (sekitar abad ke-14), degan bahasa Jawa Kuno
-  Zaman Majapahit II (sekitar abad ke-15 dan ke-16), dengan bahasa Jawa  tengahan. Sebagian kesusastraan Zaman Majapahit II ini berkembang di  Bali (Zaman kerajaan Samprangan Gregel)
Hasil-hasil kesusastraan dari zaman majapahit yang dimaksud sebagai kitab sejarah selain kitab sastra adalah sebagai berikut.
- Nagarakertagama
- Paraton
- Sundayana
- Panji Wijayakarma
- Ranggalawe
- Sorandaka
- Pamancangah
- Usana Jawa
- Usana Bali
- Paraton
- Sundayana
- Panji Wijayakarma
- Ranggalawe
- Sorandaka
- Pamancangah
- Usana Jawa
- Usana Bali
2) Zaman Islam
Kesusastraan  pada zaman Islam terutama berkembang di daerah-daerah sekitar Selat  Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Hasil peninggalan kesusastraan pada  Zaman Islam adalah sebagai berikut:
- Hikayat
Hasil kesusastraan pada zaman Islam ini menghasilkan hikayat diantaranya adalah Hikayat Raja-raja Pasai dan hikayat Hasanuddin.
- Babad
Hasil  kesusastraan pada zaman Islam ini menghasilkan babad, diantaranya  adalah Babad Tanah Jawi yang menceritakan nabi adam sampai tahun 1647  kalender Jawa (1722 Masehi) dan babad giyanti yang dikarang oleh  Yasadipura yang mengisahkan pecahnya perang kerajaan Mataram yang  berlangsung pada tahun 1755 dan tahun 1757.
- Bustan Us-Salatin
Kitab  ini dkarang oleh Nurdin ar-raniri atas perintah dari Sultan Iskandar II  pada tahun 1638 Masehi. Selain berisi tentang ajaran-ajaran keagamaan  dan
kesusilaan, kitab ini juga berisi tentang sejarah yang dalam banyak hal dapat dipercaya.
Perjalanan  sejarah di Indonesia berisi tentang naik turunnya proses pengumpulan  sumber-sumber sejarah. Apa yang dituliskan dalam sejarah sebagimana ia  dikisahkan, merupakan upaya menangkap dan memahami jejak-jejak masa  silam dalam keidupan manusia sebagai mahkluk sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Asmah Hj. Omar. 1985. Susur galur bahasa Melayu.
Barus, Sedia Willing. 1996. Petunjuk Praktis Menulis Berita. Jakarta: CV Mini Jaya Abadi.
Chaedar, A. Alwasilah. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Habib, M. Mustopo. 2006. Sejarah. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Keraf, Gorys. Linguistik Bandingan Historis.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Marsden, W. A. Grammar of The Malayan Language.
Mees, C.A. 1967. Ilmu Perbandingan Bahasa-Bahasa Austronesia.
Mulia, dan Hidding, K.A.H. 1955. Ensiklopedia Indonesia (F-M).
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Yogyakarta: CESPUR.
Pudji, Titik Astuti. 2000. Tradisi Tulis Nusantara Menjelang Millenium III. Jakarta: Manassa Pusat.
Robins, R. H. 1995. Sejarah Linguistik. Bandung: ITB.
Ryan. N.J. 1965. Sejarah Semenanjung Tanah Melayu.
Safioedin, Asis. 1963. Tatabahasa Indonesia.
Safwan Fathy. 1988. Kisah dari al-Quran.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa .Jakarta : Erlangga.
Slametmuljana. 1975. Asal bangsa dan bahasa Nusantara.
Wahab, Abdul. 1991. Isu Bahasa, Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Airlangga University Press.
Asmah Hj. Omar. 1985. Susur galur bahasa Melayu.
Barus, Sedia Willing. 1996. Petunjuk Praktis Menulis Berita. Jakarta: CV Mini Jaya Abadi.
Chaedar, A. Alwasilah. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Habib, M. Mustopo. 2006. Sejarah. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Keraf, Gorys. Linguistik Bandingan Historis.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Marsden, W. A. Grammar of The Malayan Language.
Mees, C.A. 1967. Ilmu Perbandingan Bahasa-Bahasa Austronesia.
Mulia, dan Hidding, K.A.H. 1955. Ensiklopedia Indonesia (F-M).
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Yogyakarta: CESPUR.
Pudji, Titik Astuti. 2000. Tradisi Tulis Nusantara Menjelang Millenium III. Jakarta: Manassa Pusat.
Robins, R. H. 1995. Sejarah Linguistik. Bandung: ITB.
Ryan. N.J. 1965. Sejarah Semenanjung Tanah Melayu.
Safioedin, Asis. 1963. Tatabahasa Indonesia.
Safwan Fathy. 1988. Kisah dari al-Quran.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa .Jakarta : Erlangga.
Slametmuljana. 1975. Asal bangsa dan bahasa Nusantara.
Wahab, Abdul. 1991. Isu Bahasa, Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Airlangga University Press.







0 comment:
Posting Komentar