Kali ini saya akan coba berbagi materi ilmu filsafat tentang hubungan antara Ilmu dengan Filsafat. Saat ini khususnya di lokal kami PAI Extension materi ilmu filsafat  ini belum dipelajari karena masih semester II, namun saya yakin banyak  dari rekan-rekan khususnya yang kuliah sejurusan dengan kami yang  membutuhkan makalah ilmu filsafat ini. Isi dari makalah ilmu filsafat tentang hubungan ilmu dan filsafat adalah sebagai berikut :
MUQODIMAH
Sebelum penulis membahas tentang bagaimana hubungan antara ilmu dengan filsafat agar ada kejelasan kita harus tahu apa itu yang dinamakan dengan ilmu dan apa yang dinamakan filsafat.
1.Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama.  Arti dasar dari kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam  proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science  dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli  Inggris, tetapi merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang  arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science  berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber  dari bahasa Latin Scire yang artinya mengetahui. Terlepas dari berbagai  perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan dengan kata  science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan.  Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah  “tahu”. Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya  suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu  yang dimiliki oleh seseorang.
Pendapat  yang sama diungkapkan M. Quraish Shihab. Ia berpendapat bahwa ilmu  berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar dari kata ini adalah  kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata ‘ilm  seperti kata ‘alm (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘alam  (gunung-gunung) dana ‘alamat mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan  demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Athur  Thomson mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman  secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat  sederhana. S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized  knowledge obtained by observation and testing of fact (ilmu adalah  susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan  percobaan dari fakta-fakta. Kamus bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu  sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem  menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan  gejala-gejala tertentu pula. Kamu ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat  diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi,  akhirat, lahir dan bathin.
Poincare  menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang  tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of  disguised definitions). Pengertian dan kandungan ilmu yang dicoba  ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh penolakan dari  berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran  Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis  dari pemikiran Poincare. Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science  consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that  is owes its apparent certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science  cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action  (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah  kaidah dalam berbuat.7 Dari beberapa definisi ilmu di atas, maka,  kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum.
Penjelasan  di atas juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi  sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak  memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu  putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide  yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan  secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
2.Pengertian Filsafat
Filsafat  berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philoshophos. Menurut  bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan shopia atau philos  dan sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti  kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang  dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan  perilakunya mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap  kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah.
Pada  awalnya, kata sofia lebih sering diartikan sebagai kemahiran dan  kecakapan dalam suatu pekerjaan, seperti perdagangan dan pelayaran.  Dalam perkembangan selanjutnya, makna dari kata kemahiran ini lebih  dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang sya’ir dan musik. Makna ini  kemudian berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat  mengantarkan manusia untuk mengetahui kebenaran murni. Sofia dalam arti  yang terakhir ini, kemudian dirumuskan oleh Pythagoras bahwa hanya Dzat  Maha Tinggi (Allah) yang mampu melakukannya. Oleh karena itu, manusia  hanya dapat sampai pada sifat “pencipta kebijaksanaan”. Pythagoras  menyatakan: “cukup seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah  dan berusaha untuk mencapainya.”
Harun  Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil dari bahasa Yunani,  filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti  mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat  mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya,  seseorang dapat disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh  kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih memperoleh  kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti sebagai  “Himbauan kepada kebijaksanaan”.
Harun  Nasution beranggapan bahwa kata filsafat bukan berasal dari struktur  kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau filosofen. Tetapi kata  filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur katanya berasal dari  kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti wisdom. Orang Arab  menurut Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa mereka dengan  menyesuaikan tabi’at susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu filsafat  dengan pola (wajan) fa’lala, fa’lalah, dan fi’la. Berdasarkan wajan itu,  maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya  disebut falsafat atau Filsaf.11
Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:
Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:
1.Pengetahuan tentang hikmah
2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3.mencari kebenaran
4.Membahas dasar dari apa yang dibahas
2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3.mencari kebenaran
4.Membahas dasar dari apa yang dibahas
Ali  Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia  memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Phyloshophy (Inggris),  Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata itu, berasal dari  bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri dari dua  suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai,  philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti  kebijaksanaan. Dengan demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara  etimologi dari kata filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila  istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan shopos, maka ia  berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (ia menjadi sifat).  Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan shopia, maka  ia berarti teman kebijaksanaan (filsafat menjadi kata benda)
3.Hubungan Antara Ilmu dan Filsafat
Berbagai  pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di  atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola relasi (hubungan) antara  ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk persamaan antara  ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara keduanya.
Di  zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan  ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi  semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan  filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan  dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam  perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung dengan  kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah  kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa  awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh  karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk  saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan  dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang  sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit  “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu  telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun  secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia  mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.13  Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat  didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat  yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan  demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan  sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh hasil kerja  filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang  terteoritisasi.14 Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada sepanjang  pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki  pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang  universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu dapat  dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya  ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang.  Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan  dan pendalaman untuk mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat  priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab  filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris seperti dimiliki ilmu.  Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini juga  dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat  itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan  melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan.  Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama  seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas  berpikir. Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan  aktifitas berpikir filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka  hasil kerja filosofis dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir  ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan dapat menjadi pembuka bagi  lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui bahwa tujuan akhir dari  ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa  Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir filosofis.
Di  samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara  kerja ilmuwan dan filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni  sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan  filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan. Aktivitas ilmu  digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan  filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta  itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Berbagai  gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat  menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang  lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan.  “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu  pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu  pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa  demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan  dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang  melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa  hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau  serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk  kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat  untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat  pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu  cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di  samping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah  persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas  melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan aktivitas  ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta,  sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana  sesungguhnya fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.  Selanjutnya kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak demi  perbaikan penulisan selanjutnya.







0 comment:
Posting Komentar