Jumat, 03 Juni 2011

Pola Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin

 
A. MASA KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq (632-634)
Setelah nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.

Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafizh al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin Khattab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulakn ayat-ayat al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an. Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.

Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.

  • Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
  • Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bargaul dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.
  • Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalah shalat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.

Lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya dikatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul yang terdekat. Lembaga pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an, dan lain sebagainya.

2. Masa Umar bin Khattab (13-23 H : 634-644 M)
Abu bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa itu meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.

Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampulan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.

Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar Hadits harus pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusan di Madinah.

Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, tampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu, Umar memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadan dan pendidikan. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fiqih kepada penduduk yang baru masuk Islam.

Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar ke daerah adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hasyim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya. Di samping para sahabat tersebut, sang khalifah Umar bin Khattab juga ikut mengambil peran sebagai pendidik, beliau juga ikut mengajarkan para murid.

Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.

Pada masa khalifah Umar, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.

Pendidikan pada masa itu dikelola di bawah pengaturan gubernur setempat yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan dari baitul-mal.

3. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 : 644-656 M)
Utsman bin Abi al-Ash bin Umaiyah masuk Islam atas seruan Abu Bakar Shiddiq. Utsman bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Utsman diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh khalifah Umar menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang enam adalah: Utsman, ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf.

Pada masa khalifah Utsman, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.

Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Utsman ini kebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyam sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.

Khalifah Utsman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam bacaan al-Qur’an. Berdasarkan hal ini, khalifah Utsman memerintahkan kepada tim untuk penyalinan tersebut, adapun tim tersebut adalah: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zain bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits.

Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa itu diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. Pada masa khalifah Utsman tidak banyak terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa kekhalifahan Umar bin Khattab, sebab pada masa khalifah Utsman, kondisi pemerintahan sedah banyak terjadi pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Utsman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.

4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H : 656-661 M)
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib adalah putra dari paman Rasulullah dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Beliah adalah khalifah yang keempat setelah Utsman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah beserta Thalhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Utsman, peperangan di antara mereka disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.

Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut dengan peperangan Shiffin, karena terjadi di lembah shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolah, tetapi karena desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang, sebab dengan tahkim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu Khawarij.

Pada masa Ali ini telah terjadi banyak kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits.

B. PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Pada masa khulafaur rasyidin pusat-pusat pendidikannya antara lain:
  1. Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan al-Qur’an dan fiqih.
  2. Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
  3. Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ary, dia adalah seorang ali fiqih dan al-Qur’an.
  4. Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, Hadits, dan fiqih.
  5. Damsyik (Damaskus/Syam). Setelah Syam menjadi bagian negara Islam dan penduduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu adalah Mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat ini mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Muaz bin Jabal di Palestina, dan Ubaidah di Hims.
  6. Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli Hadits.

0 comment:

Posting Komentar