Jumat, 03 Juni 2011

Perkembangan Pendidikan Islam di Andalusia


A. ANDALUSIA

Al-Andalus (Arab: الأندلس al-andalus) adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun 711 dan 1492. Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia. Andalusia adalah wilayah otonomi yang paling padat penduduknya dan yang kedua terbesar dari 17 wilayah yang membentuk Spanyol. Ibu kotanya adalah Sevilla. Andalusia sekarang terkenal diantaranya dikarenakan adanya satu club sepakbola ternama (Real Madrid). Andalusia juga terkenal karena arsitektur Moor-nya. Monumen-monumen terkenal di Andalusia antara lain adalah Alhambra di Granada, Mezquita di Cordova dan menara Torre del Oro dan Giralda di Sevilla dan Reales Alcázares di Sevilla. Sisa-sisa penggalian arkeologis termasuk Medina Azahara, dekat Cordova dan Itálica, dekat Sevilla.

Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Pada 711, pasukan Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (711), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada 719 hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis selatan sekarang.



Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang wali (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Pada 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.

Sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah menanamkan fondasi ilmu pengetahuan di Spanyol, sehingga telah mengangkat harkat Spanyol menjadi gudangnya ilmu pengetahuan di belahan Eropa. Hanya karena kefanatikan agama, sehingga orang Eropa mengusir cendikiawan muslim keluar dari daerahnya, sekiranya hal ini tidak dilakukannya, maka masyarakat Spanyol akan lebih maju seabad dari pada sekarang ini.

Karya-karya ilmuwan dan filsuf Al-Andalus, seperti Abul Qasim dan Ibnu Rusyd memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan intelektual di Eropa zaman pertengahan. Orang-orang Muslim dan non-Muslim sering datang dari luar negeri untuk belajar di berbagai perpustakaan dan universitas terkenal di Al-Andalus. Yang paling terkenal adalah Michael Scot, yang menerjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan Al-Bitruji dan membawanya ke Italia. Karya-karya ini kemudian memiliki dampak penting dalam berawalnya Renaisans di Eropa.


B. PERIODE ISLAM ANDALUSIA

Pemerintahan Islam di Andalusia yang mayoritasnya bertitah di cordova dan Granada (salah satu provonsi di andalusia) berlangsung selama 8 abad. Era ini dapat dikelompokkan menjadi enam periode, yaitu:
  1. Periode pertama (711 – 755 M), wali (gubernur) yang diangkat oleh khalifah Daulah Umayyah di Damaskus.
  2. Periode Kedua (755 – 912 M), diperintah oleh Abdurrahman I (Ad-Dakhil). Beliau tidak tunduk kepada Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad.
  3. Periode ketiga (912 – 1013 M), diperintah oleh Abdurrahman III yang bergelar Al-Nashir, sampai munculnya Mulk at Thawaif.
  4. Periode keempat (1013 – 1086 M), Andalusia terpecah menjadi 30 negara-negara kecil yang dikuasai oleh raja-raja setempat.
  5. Periode kelima (1086 – 1248 M), dikuasai oleh dinasti Al-Murabitun, Al-Muwahidun, dan Banu Marin/Bani Ahmar.
  6. Periode keenam (1248 – 1492 M), Islam hanya berkuasa di Granada dibawah Daulah Bani Ahmar.

C. PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA (Spanyol)

Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi.


Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota Al-Andalus seperti Cordova, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dn Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu.


Pada abad ke-10, kota Cordova memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki sekitar 2.000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.

a. Kuttab
Dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka didirikanlah lembaga-lembaga pendidikan seperti Kuttab dan masjid. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan di antaranya adalah:

1. Fiqih
Pemeluk Islam di Andalusia menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam Malik. Tokoh-tokoh yang termasyhur disini di antaranya ada Ziyad ibnu Abd. Ar-Rahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman, dan masih banyak nama-nama lain, seperti Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi, dan Ibnu Hazm yang sangat populer di kala itu.
Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar di kala itu.


2. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab menjadi bahasa resmi ummat Islam di Andalusia, bahasa ini dapat dipelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya diwajibkan untuk selalu melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi Islam, sehingga bahasa ini menjadi cepat populer dan menjadi bahasa keseharian.

Tokoh-tokoh bahasa pada saat itu adalah: Ibn Sayidih, Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Adapun tokoh-tokoh di bidang Sastra: Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, dan Al-Fath ibn Khaqan.


3. Musik dan Seni
Di andalusia berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh musik dan seni bermunculan ketika itu, diantaranya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Ziryab (789 – 857).

Ziryab selalu tampil pada acara-acara penjamuan kenegaraan di Cordova, karena ia merupakan aransmen musik yang handal dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan kepada seluruh lapisan dan tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang yang termasyhur di kala itu. Ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas sangat cepat.

b. Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi di Andalusia merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova yang berdiri tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal setara dengan Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad.

Perpustakaannya saat itu tiada tandingannya, dari 70 perpustakaan tersebut mencakup 500.000 naskah dan menampung kurang lebih empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku ini dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu.

Selain itu terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hukum Islam, kimia, dan lain-lain. Namun, secara garis besarnya pada perguruan tinggi di Andalusia terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:

1. Filsafat
Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.

Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangulasi.


Murid Al-Majriti yang terkenal adalah Abu Hakam Al-Kirmani, yang kemudian menjadi guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Ibnu Bajjah (Avenpace).

Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya ibnu Al-Sha’ig yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M.

Tokoh yang lainnya terdapat nama Abu Bakr ibnu Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M.
Pada akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan filsafat Islam, ia bernama Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Rusdy dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, yang terkenal dengan nama Ibnu Rusyd. Kepiawaiannya dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung di Cordova (Qadhi al-Qudhat).


Dengan adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual Yahudi. Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat (920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal Al-Andalus Maimonides (1135-1205), yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan bagi yang Bingung, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).

2. Kedokteran
Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern", yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.


3. Sains
Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan seperti Abbas Ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin Naqqash dalam bidang astronomi dapat menentukan kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya, ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Abbas dari Cordova ahli dalam bidang obat-obatan dan banyak lagi tokoh-tokoh yang disebutkan namun sangat besar jasanya dalam perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan pada masa itu.

D. FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN ISLAM DI ANDALUSIA
  1. Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali majunya, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
  2. Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Andalusia yang sangat terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
  3. Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur dan ujung barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini menunjukkan bahwa, meskipun ummat Islam terdiri dari beberapa kesatuan politik, terdapat juga apa yang disebut kesatuan budaya Islam.
  4. Adanya persaingan antara abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Andalusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas di Baghdad yang merupakan persaingan positif, tidak selalu dalam peperangan.


Selain itu pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku, seberat buku yang diterjemahkannya. Pemerintah juga memberikan subsidi kepada makanan pokok, sehingga masalah pengisian kepala dan pengisian perut tidak terlalu dihiraukan lagi dan relatif murah dijangkau serta didapat oleh masyarakat.

E. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN ISLAM DI ANDALUSIA
Ada beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran islam di Andalusia sekaligus menunjukkan kekuatan Islam di Andalusia tak berdaya lagi. Kemajuan dan kejayaan yang pernah dinikmati oleh umat islam Andalusia selama berabad-abad sekarang hanya tinggal sejarah yang dapat dibaca, dikenang dan menjadi pelajaran yang berharga diantara penyebab kemunduran dan kehancuran itu antara lain :

1. Konflik Agama
Para penguasa tidak menyebarkan islam secara kaffah, sehingga para umat Kristen masih tetap beragama Kristen di Andalusia, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran agama yang pada akhirnya mereka mengadakan penyerangan balik terhadap Islam. Disamping itu pula orang-orang Andalusia Kristen merasa kehadiran orang Arab Islam memperkuat rasa kebangsaan mereka, maka penyerangan terhadap islam tidak pernah terhenti sejak awal pemerintahan Islam di Andalusia.


2. Ideologi Perpecahan
Di tempat-tempat lain para mualaf diperlakukan sebagi orang sederajat, di Andalusia, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai pada abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan Muwalladun kepada para kelompok etnis non Arab.

3. Krisis Ekonomi
Andalusia Islam bagaikan terpencil dari dunia islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.

Umat Kristiani juga tidak lagi jujur membayarkan upetinya kepada penguasa Islam, mereka berdalih guna upeti dan pajak tidak lagi dikumpul kepada penguasa. Sering terjadi perampokan yang diskenario oleh kelompok Kristiani, dan pada akhirnya menuduh umat Islam yang berbuat aniaya kepadanya.

Dipertengahan kekuasaan Islam pada masa itu, pemerintah lebih mengutamakan kemajuan pendidikan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan kekuatan militer serta politik.

4. Peralihan Kekuasaan

Pola yang masih dipertahankan umat Islam dalam menggantikan tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan. Sebagaiman bukti sejarah yang mengangkat seorang raja atas pertimbangan keturunan yang masih berusia belasan tahun.

Peralihan kekuasaan seperti ini sering keliru dalam mengambil keputusan, dan kadang kala terdapat kesalahan besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya, maupun kestabilan kedaulatan dalam negeri Islam sendiri. Dengan demikian, tidak ada lagi kekuatan Islam untuk membendung kebangkitan Kristen di daerah ini.

Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci atau perang salib.


From : here

0 comment:

Posting Komentar