Jumat, 03 Juni 2011

Khilafah Bani Abbasiyyah

 
Khilafah Bani Abbasiyyah
Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad, oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah. sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al Saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun (l32-656 H / 750-1258 M). Selama dynasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perpola perubahan pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasa masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode.
  1. Periode Pertama (132-232H / 750- 847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232- 334 H / 847-945 M), disebut masa pengaruh Turki Pertama.
  3. Periode Ketiga (334- 447 H / 945-l055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447-590H / 1055-1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
  5. Periode Kelima (590-656 H / 1194-l258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan fi lsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
.
Abdullah al Saffah Muhammad al-Abass (750 – 754 M)
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al Saffah Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini,sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M.
.
Abu Jafar al- Manshur (754-775 M)
Inilah pembina sebenarnya dari daulat Abbasiah. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekusaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al-Khurasani atas perintah Abu Jafar. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun 755 M.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas regara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahtn 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Fersia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan Penertiban pemerintahannya.
Hal ini kelak menyebabkan terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam.
Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh persia sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah. Pada masa khalifah al-Manshur ini Imam Abu Hanifah wafat (150 H / 767 M). Di saat yang sama, Imam Syafi’i lahir.
Di kota Madinah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah dalam madzabnya. Kelak ke dua mazhab hukum ini ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).
Di samping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab-madzab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Mulai muncul pemikiran Mu’tazilah. Tokoh perumusnya, Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H /752-849 M), ada di era ini.
Al-Manshur mengangkat sejumlah pejabat di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru mengangkat Wazir (Perdana Menteri) sebagai koordinator departemen. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal fui Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sektretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.
Jawatan pos yang ada sejak masa dinasti Bani Umayyah di tingkatkan perananya tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk impun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga ini strasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara -usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicil ia pada tahun 756-758. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan ati selat Bospoms. Di pihak lain, dia berdamai dengan Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, ium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berdengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia,Turkidi bagian lain Oksus dan India.
Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata, “lnnamd ana Sulthan Allah fi ardhlhl (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- K hulafi’ al – Rasyadun. Di samping itu, berbeda dari daulat Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai “gelar tahta”, seperti al-Manshur adalah “gelar tahta” Abu Ja’far.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al- Mu’tashim (833-842M), al-Wasiq (8 42-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
.
al-Mahdi (775-785 M)
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.
Secara umum, khalifah melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dibuat pendahulunya. Juga dalam bidang ilmu pengetahuan banyak diterjemahkan adalah karya-karya terutama dalam bidang astronomi dan manthiq.
Imam Ahmad ibn Hanbal lahir tahun 780 M.
.
al-Hadi (785-786M)
Secara umum, khalifah melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dibuat pendahulunya. Juga dalam bidang ilmu pengetahuan banyak diterjemahkan adalah karya-karya terutama dalam bidang astronomi dan manthiq.
.
Harun al-Rasyid (786-809 M)
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al- Rasyid unfuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Penerjemahan karya-karya terutama dalam bidang astronomi dan manthiq masih diteruskan. Al-Khawarizmi yang mencetuskan Aljabar adalah di era ini.
Murid Imam Abu Hanifah dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi di zaman Harun al-Rasyid.
Pada tahun 179 H / 795 M, Imam Malik wafat.
Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
.
Al-Amin (809-813 M)
.
al-Ma’mun (813-833 M)
Al-Ma’mun, pengganti al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli.
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran.
Lembaga-lembaga perpustakaan kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Imam Syafi’i wafat di era ini, 204H atau 820 M.
Pemikiran mu’tazilah berkembang di era ini. Tokoh perumus mu’tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H /752-849 M) dan al-Nazz am (l85-221H / 801-835 M).
.
al- Mu’tashim (833-842 M)
Al-Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.
Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
Setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Kemajuan pengetahuan selain di bidang umum, juga di bidang ilmu agama. Bidang ilmu tafsir, ilmu fikih, dan, ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
al-Wasiq (842-847 M)

.
al-Mutawakkil (847-861 M)

Selama masa pemerintahan, pengaruh Mu’tazilah berkurang dan pendapat al-Qur’an adalah makhluk pun berakhir.
Imam Ahmad ibn Hanbal wafat di era ini, 855 M.
Demikianlah, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.
.
.
Sumber utama: Dr. Badri Yatim, MA., Sejarah Peradaban Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
.
Ada buku karangan ulama ahlus sunnah waljamaah:
AS-SUYUTHI, Imam; TARIKH KHULAFA`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-KAUTSAR, 2006. ISBN 9795921754

Dari : Sini

0 comment:

Posting Komentar