Jumat, 03 Juni 2011

Cara Terbaik dalam Bersuci

Makna bersuci (thaharah) menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah, digunakan dalam dua makna, yakni thaharah maknawiyah (menyucikan batin) dan thaharah hissiyah (menyucikan lahir).
Thaharah Maknawiyah
Thaharah maknawiyah adalah membersihkan hati dari kesyirikan dalam beribadah kepada Allah SWT dan membersihkannya dari penipuan dan kedengkian kepada para hamba-Nya yang beriman. Itulah sebabnya Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) memberikan predikat najis bagi orang-orang musyrik.
Sesungguhnya kaum musyrikin itu adalah najis. (At-Taubah [9]: 28)
Sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin tidaklah najis. (Riwayat Muttafaqun ‘alaihi).
Thaharah Maknawiyah meliputi:
1. Thaharah dari dosa besar, yakni syirik, membunuh, sihir, zina, durhaka kepada orang tua, mencuri, menuduh berzina, dan lari dari medan pertempuran; serta dari dosa kecil seperti melalaikan tugas, menyia-nyikan waktu, membicarakan dan mendengar aib orang lain, menyakiti hati orang lain.
2. Thaharah dari penyakit hati seperti riya’, ‘ujub, sombong, dengki, khianat, dan sebagainya.
Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, menegaskan bahwa dosa dan penyakit hati dapat mengotori hati. Perhatikan Hadits berikut ini:
Tiada satu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi bulan. Walaupun bulan bercahaya tetapi karena hatinya ditutup oleh awan ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir ia pun kembali bersinar.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Upaya membersihkan diri dari dosa dan penyakit hati berawal dari lingkup pribadi dengan menerapkan beberapa perintah Allah SWT di dalam Surah al-Muzzammil, yakni:
1. Membersihkan hati dengan shalat malam atau qiyamullail (qumillaila illah qaliilaa)
Rasulullah SAW menjadikan qiyamullail sebagai ciri seorang Mukmin dalam sabdanya:
عَنْ سَالِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللهِ بَعْدَ ذَلِكَ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَلِيلاً
Dari Salim bin Abdullah bin Umar, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda, ‘Sebaik-baik seorang laki-laki hamba Allah adalah sekiranya ia melaksanakan shalat malam’. Berkata Salim, ‘Maka Abdullah bin Umar sesudah itu tidak tidur di malam hari, kecuali sedikit”. (Riwayat Al-Bukhari No. 4528)
Ini karena qiyamullail termasuk ibadah yang utama. Sabda Rasulullah SAW
“Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah qiyamullail”. (Riwayat Muslim, Ash-Shahih, Kitaab Ash-Shiyaam, Hadits No. 1982)
2. Membersikan hati dengan membaca al-Qur`an (wa rattilil qur`aana tartiila)
Al-Qur`an adalah obat yang bisa membersihkan segala penyakit hati. Tapi membacanya harus dengan syahdu dan penuh ketelitian, baik makharijul huruf-nya, tajwidnya, serta kandungannya.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّ خَسَارًا (الإسراء : 82)
“Dan Kami turunkan al-Qur’an sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan al-Qur’an itu tidak memberi nilai tambah bagi orang-orang yang zhalim kecuali kerugian.” (Al-Israa’ [17]: 82)
3. Membersikah hati dengan zikir (wadzkurisma rabbika)
Zikir bermakna mengingat Allah SWT dalam keadaan apapun sebagaimana firman-Nya:
“… orang- orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring’. (Ali Imran [3]: 191)
Hati manusia tidak dapat tenang dengan mengingat harta, tahta, dan wanita. Akan tetapi hati manusia akan menemukan ketenangan yang hakiki hanya dengan berzikir kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:
‘Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram’ (Ar-Ra’d [13]: 28)
4. Mensucikan hati dengan tabattal (wa tabattal ilaihi tabtiilaa)
Ibnu Kastir dalam tafsirnya mengatakan makna tabattal adalah mengkhususkan diri semata untuk beribadah kepada Allah saja. Sedangkan al-Qurtuby menambahkan dengan: ”…dan jangan engkau menyekutukan dengan selain- Nya.”
5. Mensucikan diri dengan bertawakal hanya kepada Allah SWT (fattakhidzhu wakiilaa)
Tawakal merupakan bentukan kata al-wakalah. Contoh“wakala amrahu ila fulanin”. Artinya, menyerahkan urusan kepada fulan dan bersandar kepadanya. Dengan memberikan jaminan kemudahan hidup. Firman Allah SWT:
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Dan akan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. (Ath-Thalaaq [65]: 2-3)
6. Mensucikan dengan bersabar terhadap perkataan orang (washbir ’alaa maa yaquulun)
Kesabaran ini terutama dalam menghadapi fitnah, intimidasi, propokasi, dari orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Firman Allah SWT:
Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan (An-Nahl [16]:127)
7. Mensucikan diri dengan hijrah secara baik (wahjurhum hajran jamiilaa)
Rasulullah SAW Bersabda:
الْمُهَـاجِـرُ مَنْ هَجَـرَ السُّــوْءَ وَالْمُجَـاهِـدُ مَنْ جَـاهَدَ هَـوَاهُ
“Orang yang berhijrah, ialah orang yang berhijrah (meninggalkan) kejahatan. Dan orang yang berjihad, ialah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya” (Riwayat Ibnu Majah dan Nasaa-i)
Thaharah Hissiyah,
Thaharah hissiyah adalah membersihkan badan. Definisi thaharah dalam uraian ulama fiqh kebanyakannya seputar thaharah jenis ini (lihat Fathu dzil Jalaly wal Ikram bi Syarah Bulughul Maram hal. 39-40, karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin).
Sementara Ibnu Rusyd al-Qurthuby dalam Bidayatul Mujtahid berkata, “Kaum Muslimin sepakat bahwa thaharah yang syar’i ada dua, thaharah dari hadats dan thaharah dari najis. Dan mereka sepakat bahwa thaharah dari najis ada tiga jenis yakni wudhu, mandi, dan pengganti dari keduanya yaitu tayammum.”
Thaharah hissiyah dilakukan dengan melaksanakan perintah Allah SWT dalam al-Muddatstsir, yakni:
1. Membersihkan Pakaian (watsiyabaka fathahhir)
Islam yang suci tidak dapat disentuh kecuali oleh orang yang suci sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah al-Waaqi’ah ayat 79: ”Tidak akan menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan’.
Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut dalam beberapa pendapat. Ini terkait dengan makna tsiyab selain pakaian zahir adalah amal, hati, nafs, jasad, keluarga, akhlak, dan ad-diin (agama). Sehingga pengertiannya adalah:
a. Dan amalmu perbaikilah (demikian pendapat Mujahid, dan Ibnu Zaid).
b. Dan hatimu sucikanlah (menurut Mawardi, yaitu suci dari dosa dan maksiat serta khianat).
c. Dan jasadmu sucikanlah
d. Dan keluargamu sucikanlah (dari berbagai kesalahan dengan nasihat dan pendidikan). Penafsiran ini terkait dengan makna Surah al-Baqarah ayat 187: ”Mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.”
e. Dan akhlakmu baguskanlah (demikian pendapat al-Hasan dan al-Kurdzi)
f. Dan pakaian zahirmu sucikanlah (yaitu dari najis dan perbuatan haram)
2. Menjauhi Berhala (War-Rujza Fahjur)
Mujahid dan ‘Ikrimah mengatakan ar-rujz’ adalah al-autsaan’ artinya berhala. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu.” (Al-Hajj:30)
Menurut Ibnu Abbas, ar-rujz’ artinya al-ma’tsam, yakni perbuatan dosa. Meninggalkan ar-rujz merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
3. Menjaga Lingkungan dan Kesehatan Umum
Allah SWT memerintahkan kita untuk bersih dan rapi dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersih. (Al-baqarah [2]: 222)
Rasulullah SAW melarang membuang kotoran di jalanan, tempat tiupan angin, dan tempat-tempat berteduh, melarang mengencingi air diam dan air yang mengalir. Beliau juga mewajibkan untuk berwudhu sebelum shalat, membaca al-Qur`an, mandi Jumat, mandi Junub, setiap selesai melakukan hubungan suami-isteri, memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan bersiwak.
Wallahu a’lamu bish shawab. SUARA HIDAYATULLAH NOPEMBER 2009

0 comment:

Posting Komentar