Rabu, 01 Juni 2011

Gaul Seluas-luasnya Seperti Nabi

Luaskah pergaulan Nabi saw. dan para shahabat dengan lawan-jenis yang bukan muhrim? Sebatas dengan suami atau istri sajakah? Sebatas untuk kepentingan pernikahan dan keperluan darurat lainnya sajakah? (Ataukah meliputi semua bidang kehidupan manusia?) Manakah bukti yang menunjukkan sempitnya (atau luasnya) pergaulan tersebut?
Leluasanya Perbauran Pria-Wanita di Zaman Nabi
Ternyata, Abu Syuqqah ngedapetin lebih dari 300 hadits shahih Bukhari-Muslim yang nerangin “keterlibatan kaum wanita dalam berbagai bidang kehidupan bersamaan dengan kehadiran kaum laki-laki.” (KW1: 15) Hampir tidak ada satu pun dari berbagai lapangan kehidupan Nabi saw. dan para shahabat “yang tidak terdapat di dalamnya peran aktif kaum wanita dan pertemuannya dengan kaum laki-laki.” (KW2: 205) Dengan kata lain, mereka berbaur di hampir semua bidang kehidupan.
Di antara dalil-dalil yang dia dapetin itu, hampir seluruhnya ngisyaratin, pertemuan pria-wanita remaja dan dewasa pada masa Rasulullah biasanya berlangsung bukan karena terpaksa. Hampir semuanya “terjadi berdasarkan kemauan dan pilihan wanita dan laki-laki muslim itu sendiri.” Ada sih, hadits yang ngisahin beberapa peristiwa tatap-muka mereka dalam kondisi darurat. Tapi, “jumlahnya sedikit sekali.” (KW2: 206)
A-ha! Menarik sekali. Kami jadi pengen tahu, ada keperluan apakah mereka saling bertatap-muka. Kalo cuman untuk kepentingan hendak nikah, masak sih harus tatap-muka di hampir semua bidang kehidupan?
Rupanya, kepentingan yang melandasi pertemuan mereka itu nggak cuman buat menyongsong pernikahan, euy! Kemauan mereka beraneka-macam. Ada yang keperluannya sungguh serius, tapi ada pula yang tampak sepele.
Keperluan yang sungguh serius itu antara lain mencari rezeki. Contohnya, seorang lelaki miskin menemui Asma binti Abu Bakar untuk meminta izin berjualan di sekitar pekarangan milik perempuan ini. (Hadits yang menceritakan peristiwa ini bisa kau temui di Bab 7, pasal “Lawan-Jenis Pun Pintu Rezeki”.)
Sedangkan keperluan yang tampak sepele bisa berupa sekedar mampir. Contohnya: “Adalah Nabi saw. setiap kali lewat di dekat Ummu Sulaim, beliau singgah menemuinya.” (HR Bukhari dari Anas r.a.)
Di samping mencari rezeki dan singgah, ada buanyaaak keperluan lain yang dibenarkan syari’at untuk saling bertemu antarlawan-jenis. Yaaach… Namanya juga umat yang bermasyarakat, kebutuhannya banyak, dong.
Bisa kau bayangin sendiri luasnya bidang kehidupan yang dapat kita manfaatin buat saling bertatap-muka dengan lawan-jenis. Betapa banyaknya kegiatan yang bisa kita lakukan bersama dalam waktu yang sama dan tempat yang sama: belajar bersama, bekerja bersama, berdakwah bersama…
Sejauh pengamatan kami terhadap hadits2 shahih yang dihimpun Abu Syuqqah di kitab Tahrîrul Mar-ah, perbauran Nabi dan para shahabat itu meliputi berbagai kalangan. Tua-muda, miskin-kaya, rakyat-pejabat, kawin tidak kawin, rupawan tidak rupawan, warga desa atau pun penduduk kota… Semuanya gaul membaur dengan leluasa!
Waktu dan Tempat Baur Pun Leluasa
Sejauh ini, sudah kita amati leluasanya gaul islami dengan lawan-jenis dari sudut pandang keperluan, umur, rupa wajah, dan status pernikahan. Gimana kalo kita tilik dari segi tempat dan waktu tatap-muka? Apakah masih leluasa?
Ditilik dari segi tempat, kita masih leluasa. Ada kalanya, tatap-muka dengan lawan-jenis yang dilakukan oleh Nabi dan para shahabat bertempat di dalam rumah. Ada kalanya pula, pertemuan mereka dilakukan di luar rumah. (KW2: 207)
Untuk yang bertempat di dalam rumah, contohnya: Fathimah binti Qais tinggal di rumah Ibnu Ummi Maktum, Asy-Sya’bi bertamu ke rumah Fathimah binti Qais, Ummu Syarik menerima kedatangan banyak shahabat pria di rumahnya, dan Nabi saw. singgah di rumah Ummu Sulaim.
Untuk yang bertempat di luar rumah, satu contohnya nih….
Dari Zaid bin Aslam dari bapaknya, ia berkata: Aku pernah keluar bersama Umar bin Khatthab r.a. ke pasar, lalu ada seorang wanita muda menemuinya dan [menyampaikan curhat dengan] berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Suamiku telah wafat dan dia meninggalkan beberapa orang anak yang masih kecil. ….” Maka Umar [berada di pasar tersebut] bersama wanita itu selama beberapa saat. …” (HR Bukhari)
Ditilik dari segi frekuensi dan durasi waktu, perbauran yang dilakukan oleh Nabi dan para shahabat juga berlangsung dengan leluasa.
Memang, di sebagian kesempatan, perbauran mereka berlangsung singkat dan sesekali saja. (Contohnya, pertemuan antara Umar dan seorang wanita muda di pasar yang baru saja kita simak.) Namun, di kesempatan lain, tatap-muka muslim-muslimah di zaman Nabi dan shahabat berlangsung lama dan berulang. (KW2: 207)
Untuk contoh perbauran yang berlangsung berulang, tadi kami telah menyebut salah satunya. Itu tuh… hadits shahih Bukhari dari Anas r.a: “Adalah Nabi saw. setiap kali lewat di dekat Ummu Sulaim, beliau singgah menemuinya.” Jadinya, sering banget mereka bertatap-muka!
Bagaimana dengan contoh perbauran yang lama? Perhatikanlah hadits shahih yang menceritakan bagaimana Asy-Sya’bi bertamu ke rumah Fathimah binti Qais. Dia disambut dengan hidangan kurma dan bubur gandum. Dengan adanya hidangan ini, tatap-muka mereka tentu cukup lama.

here

0 comment:

Posting Komentar