Senin, 16 Mei 2011

Hikayat Batu Dan Pohon Ara


By MTA (Made Teddy Artiana)
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/
Alkisah pada suatu saat di sebuah negeri di timur tengah sana. Seorang
saudagar yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan bersama
kafilahnya. Diantara debu dan bebatuan, derik kereta diselingi dengus kuda
terdengar bergantian. Sesekali terdengar lecutan cambuk sais di udara. Tepat
di tengah rombongan itu tampaklah pria berjanggut, berkain panjang dan
bersorban ditemani seorang anak usia belasan tahun. Kedua berpakaian indah
menawan. Dialah Sang Saudagar bersama anak semata wayang nya. Mereka duduk
pada sebuah kereta yang mewah berhiaskan kayu gofir dan permata yaspis.
Semerbak harum bau mur tersebar dimana-mana. Sungguh kereta yang mahal.

Iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu berjalan perlahan,
dalam kawalan ketat para pengawal.Rombongan itu bergerak terus hingga pada
suatu saat mereka berada di sebuah tanah lapang berpasir. Bebatuan tampak
diletakkan teratur di beberapa tempat. Pemandangan ini menarik bagi sang
anak sehingga ia merasa perlu untuk bertanya pada ayahnya.

"Bapa, mengapa tampak oleh ku bebatuan dengan teratur tersebar di sekitar
daerah ini. Apakah gerangan semua itu ?".

"Baik pengamatan mu, anak ku", jawab Ayahnya,"bagi orang biasa itu hanyalah
batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu akan tampak
berbeda".

"Apakah yang dilihat oleh kaum cerdik cendikia itu, Bapa ?", tanya anaknya
kembali.

"Mereka akan melihat itu sebagai mutiara hikmat yang tersebar, memang hikmat
berseru-seru dipinggir jalan, mengundang orang untuk singgah, tetapi sedikit
dari kita yang menggubris ajakan itu.".

"Apakah Bapa akan menjelaskan perkara itu pada ku?"

"Tentu buah hatiku", sahut Sang Saudagar sambil mengelus kepala anaknya.

"Dahulu, ketika aku masih belia, hal ini pun menjadi pertanyaan di hati ku.
Dan kakek mu, menerangkan perkara yang sama, seperti saat ini aku
menjelaskan kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan seksama. Di balik batu
itu ada sebuah kehidupan. Masing-masing batu yang tampak oleh mu sebenarnya
sedang menindih sebuah biji pohon ara."

"Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar itu
Bapa ?"

"Tidak anak ku. Sepintas lalu memang batu itu tampak sebagai beban yang akan
mematikan benih pohon ara. Tetapi justru batu yang besar itulah yang membuat
pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan berkembang sebesar yang kau lihat
di tepi jalan kemarin".
"Bilakah hal itu terjadi Bapa ?"

"Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih benih pohon
ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi terhadap hembusan
angin dan dari mata segala hewan. Samapai beberapa waktu kemudian benih itu
akan berakar, semakin banyak dan semakin kuat. Walau tidak tampak kehidupan
di atas permukaannya, tetapi dibawah, akarnya terus menjalar. Setelah dirasa
cukup barulah tunas nya akan muncul perlahan. Pohon ara itu akan tumbuh
semakin besar dan kuat hingga akhirnya akan sanggup menggulingkan batu yang
menindihnya. Demikianlah pohon ara itu hidup. Dan hampir di setiap pohon ara
akan kau temui, sebuah batu, seolah menjadi peringatan bahwa batu yang
pernah menindih benih pohon ara itu tidak akan membinasakannya. Selanjutnya
benih itu menjadi pohon besar yang mampu menaungi segala mahluk yang
berlindung dari terik matahari yang membakar."

"Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa ?", tanya anaknya.

Sang Saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kemudian
meneruskan penjelasannya.

"Benar anak ku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu, merasakan
terhimpit suatu beban yang sangat berat ingatlah pelajaran tentang batu dan
pohon ara itu. Segala kesulitan yang menindihmu, sebenarnya merupakan sebuah
kesempatan bagi mu untuk berakar, semakin kuat, bertumbuh dan akhirnya
tampil sebagai pemenang. Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon
ara yang tertindih mati oleh bebatuan itu. Jadi jika benih pohon ara yang
demikian kecil saja diberikan kekuatan oleh Sang Khalik untuk dapat
menyingkirkan batu diatasnya, bagaimana dengan kita ini. Dzat Yang Maha
Perkasa itu bahkan sudah menanamkan keilahian-Nya pada diri-diri kita. Dan
menjadikan kita, manusia ini jauh melebihi segala mahluk dimuka bumi ini.
Perhatikanlah kata-kata ini anak ku. Pahatkan pada loh-loh batu hatimu,
sehingga engkau menjadi bijak dan tidak dipermainkan oleh hidup ini. Karena
memang kita ditakdirkan menjadi tuan atas hidup kita."

0 comment:

Posting Komentar