Di antara syahwat besar yang dapat menyesatkan manusia adalah syahwat  perut dan kemaluan. Puasa membiasakan jiwa mengendalikan kedua syahwat  tersebut.
 “Puasa adalah separuh kesabaran” [HR. Tirmidzi & Ibnu Majah, sanad hasan].
 Ada tiga tingkatan puasa:
 1. Puasa orang awam: menahan perut dan kemaluan dari mengikuti kemauan syahwat.
 2. Puasa orang khusus: menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa.
 3. Puasa orang super khusus : puasa hati dari berbagai keinginan  rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari  selain Allah secara total. Aktifitas duniawi mereka pun diperuntukkan  demi bekal akhirat.
 Ada enam (6) cara menggapai puasa para shalihin (orang khusus):
 a. Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci.
 “Pandangan adalah salah satu anak panah yang beracun di antara  anak panah Iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah  maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatan di dalam  hatinya.” [HR. al-Hakim -yg men-shahih-kan sanadnya].
 b. Puasa lisan: menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan,  kekejian, perkataan kasar, pertengkaran dan perdebatan; mengisinya  dengan diam, dzikrullah dan tilawah al-Quran.
 “Sesungguhnya puasa itu tidak lain adalah perisai; apabila salah  seorang di antara kamu sedang berpuasa maka janganlah berkata kotor dan  jangan pula bertindak bodoh; dan jika ada seseorang yang menyerangnya  atau mencacinya maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya aku berpuasa,  sesungguhnya aku berpuasa.” [HR. Bukhari & Muslim].
 c. Menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci  (makruh) karena setiap yg diharamkan perkataannya diharamkan pula  mendengarkannya.  Allah SWT menyetarakan orang yang mendengarkan dan  yang memakan barang yang haram, “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.” [Al-Maidah: 42].
 d. Menahan berbagai anggota badannya dari berbagai dosa; seperti  menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang dibenci, menahan perut dari  berbagai syubhat pada waktu tidak puasa. Tidak ada artinya berpuasa dari  yang halal, tapi berbuka puasa dengan yang haram. Barang yang haram  adalah racun yang menghancurkan agama, sedangkan barang yang halal  adalah obat yang bermanfaat bila dikonsumsi sedikit tetapi berbahaya  bila terlalu banyak.
 Apa artinya pula berpuasa dari makanan halal tapi ‘memakan daging manusia’ (berghibah -yang notabene haram) ketika berbuka.
  “Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga.” [HR. Nasa'i & Ibnu Majah].
 e. Tidak memperbanyak makanan yang halal pada saat berbuka puasa  sampai penuh perutnya. Tujuan puasa ialah pengosongan dan menundukkan  nafsu untuk memperkuat jiwa mencapai taqwa. Dan esensi puasa adalah  melemahkan berbagai kekuatan yang menjadi sarana syetan untuk kembali  kepada keburukan. Semua ini tidak akan tercapai kecuali dengan  mengurangi makanan yang biasa dimakan pada di tiap malam ketika tidak  berpuasa. Bahkan di antara adabnya adalah mengurangi tidur siang agar  merasakan lapar kemudian berusaha agar setiap malam bisa bertahajjud  beserta wiridnya sehingga hatinya menjadi jernih, karena bisa jadi  syetan tidak mengitari hatinya dan dia bisa melihat berbagai keghaiban  langit.
 f. Ber-ifthar dengan hati cemas dan harap, mengkhawatirkan ‘nilai’  puasanya. Hendaklah hati dalam keadaan demikian di akhir setiap ibadah  yang baru saja dilaksanakan. Sebagian ulama’ berkata: ‘berapa banyak  orang yang berpuasa sesungguhnya dia tidak berpuasa dan berapa banyak  orang yang tidak berpuasa tetapi sesungguhnya dia berpuasa.
 -Diringkas dari “Rahasia Puasa dan Syarat-Syarat Batinnya”, buku Tazkiyatun Nafs susunan Sa’id Hawwa-a







0 comment:
Posting Komentar