Minggu, 06 September 2015

Pujangga

Sunyi senyap, Di selimuti warna kelabu pada pekatnya malam ImajinasiMu menggebu. 

Sendiri, Menepi disisi kota. Jauh dari kawan, jauh pula dari keramaian. Terjaga dari kedipan mata, segala bayang segala bahasa dan segala rasa kau satukan dalam tinta.

Angin berhembus dingin Menghampar di padang kesunyian dan ilalang seakan berbisik dalam nyanyian "amboi betapa indahnya angan- angan" Kau pun kembali melukis keindahan kata- kata yang terlahir secara alami. Tapi ibahnya, dan enggan mengerti sebab hanya mampu menafsir di sebagian kata...

Duhai Sang Pujangga ! Kau jauhkan sang perawan dari mata, tapi kau mengukirnya di Alam Maya, apakah itu yang kau sebut cinta ??

Duhai Sang Pujangga ! Dalam kata-kata indah cintaMu bersayap Hingga mungkin sanggup menggapai di segala asa, Tapi nyatanya yang kulihat ketika menatap rembulan Kau menangis menyambut fajar.

Duhai Sang Pujangga ! Mana lagi ceritaMu yang nyata, tentang indahnya dunia bila ada cinta... . Oh,, jangan sembunyikan jutaan duka di balik senyumMu, jangan dustai hati para insan, bila cinta memang perih katakanlah perih... Jangan berkata itu indah tapi dengan air mata.

Duhai Sang Pujangga ! PadaMu tempat segala bahasa cinta begitu indah meskipun tak nampak oleh mata. Kau Penghibur, bagi Jiwa-jiwa yang dahaga asmara. Kau Pelebur, bagi hati yang keras laksana batu. Tapi kau lemah bagai budak jelata tak berharta dan di pandang sebelah mata. Kau hina ! bagai biduan-biduan pelacur yang rela dagangkan bahasa jiwa dan nyanyian pada orang-orang kaya dengan begitu murah. Memang Kau berhati murahan, dan Kau hampa meski banyak cinta tapi kekasihpun tiada.

0 comment:

Posting Komentar