“Senja, cukup tepat untuk menemani kesenjangan”
“Iya, sebenarnya aku tak ingin
kita berakhir”
“Namun sesuatu dari kita sudah
menemukan hilir..”
“Lalu kamu mau bilang ini
haruslah takdir?”
“Biarlah, biarlah ini mengalir..
Aku..”
“Kamu apa? Wajahmu tak cukup
baik untuk menampilkan sosok kesedihan..”
“Namun wajah hatiku tak bisa
sekedar cukup”
“Lalu cukuplah Tuhan menyudahi kesedihanmu. Atau kau mau mencukupkan
aku?”
“Tidak sayang, kau tak pernah sekedar cukup"
“Lalu apa yang kau sedihkan tentang aku”
“Aku..”
“Aku bertanya tentang aku…”
“Iya, aku lah yang ku sedihkan tentang kamu”
“Apa kamu sebegitu yakin adanya kamu pada aku?”
“Apa memang benar tak ada aku pada kamu?”
“Memangnya kau juga yakin ada aku pada kamu? Ngga kan?”
“Tentu..”
“Lalu kenapa kamu ga pernah yakinkan aku… Kamu sendiri tak pernah yakin
dengan perasaan kamu sendiri. Dengar, aku lelah bertahan seperti ini… ”
“Tapi aku sayang kamu”“Aku lebih sayang sama kamu. Tapi aku lelah membuatmu berpura-pura seolah
kau bisa mencintaiku..”
“Aku..”
“Sudahlah, aku bosan mendengar
kau terus berbohong seperti itu. Cintailah dia, cintailah dia sampai cintamu
benar-benar membunuhmu…”
“Aku sedang berusaha untuk..”
“Apa usahamu? Hanya menutupi
bahwa kau memang tak bisa? Aku ini wanita. Aku tau perasaanmu..”
“Tinggal lah, menetap selamanya. Aku akan meyakinkanmu..”
“Jangan berhenti. Aku tak ingin
meninggalkanmu. Jadi tunjukkan bahwa kau benar-benar mencintaiku lebih dari
sekedar kau mencintai ego-mu itu. Aku bukan sekedar pelarianmu saja kan?”
“Sepertinya aku butuh pelukan..”
0 comment:
Posting Komentar