Kamis, 31 Maret 2011

Bahasa Indonesia_cerpen

PENANTIAN DI PENGHUJUNG HUJAN SORE
Kini di penghujung sore, hanya gemercik butiran-butiran air hujan yang menemani kesepianku. Aku menunggu di pojok depan kantor tamu dewan guru, sebenarnya sih nama tempatnya bukan itu, itu hanya sebutan gampangku saja. Akupun bergeser kesana kemari mencari tempat yang masih kering, tetapi tetap sia-sia meski tangan sebuah kananku memegang payung merah nan lebar dan  tangan kiriku mengangkat kedua celana agar tidak kebasahan, tetap saja percikan air yang memantul diiringi hantaman sepatu siswa yang berlarian menuju angkot menumpahi sepatu dan setengah celana abu-abu ku. Dalam hati aku bertanya-tanya, “kenapa mereka tidak membawa jas hujan atau payung?, padahal tadi pagi saja sudah nampak bahwa hari ini akan turun hujan, huh.”
Ditengah suasana ribut itu, tak terasa pipiku sudah basah dengan aliran air mata. Butiran pertanyaan mulai membayangi pikiranku. Aku disini menunggu seseorang yang aku suka, ingin menatap wajah indahnya hari ini. Disaat hari hujan kini, ingin sekali aku melihat ciptaannya yang indah itu, dan kuyakin akan merubah suasana hujan yang menyeramkan ini. Tapi, disisi lain aku berfikir apakah yang kulakukan ini salah?. Aku ingin melihat wajah seorang wanita yang sudah jelas haram hukumnya, Al-Qur’an saja menyuruh manusia agar menundukan pandangan. Apakah ini yang namanya jatuh cinta, semua yang haram ingin dihalalkan. Ya Allah, aku tak ingin kehilangan cintamu, tapi aku juga tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk ciptaanmu. Plak, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, hampir saja membuat jantungku copot. “ Va, mau pulang kapan?” Tanya seorang teman sekosanku. “hmm, kamu duluan saja, aku sedang menunggu seseorang” jawabku dengan hati berdebar-debar. Kemudian dia mengucapkan salam dan diapun berlalu seketika.
Aku masih ingin menunggu disini, dengan sepetik harapan dan dua buah prasangka. Memang aku tidak sendiri di depan kantor tamu dewan guru itu, tapi hatiku merasa sepi dan sendiri. Kuberkali-kali mengucapkan tasbih dan basmallah, tapi harapan dan prasangka itu kembali menyudutkan pikiranku. Harapanku, dia akan datang dari gerbang kedua sekolah dengan berlari karena tidak membawa payung dan jas hujan. Kemudian kubawakan payung merahku sambil mengucapkan salam, dan mengantarnya sampai ke perempatan di dekat sekolah. Dan saat ku bertanya “ Assalamu’alaikum. wah keujanan nih teh, dianter sampai depan boleh ya?” diapun menjawab dengan tersenyum” wa’alaikum salam, ia, hmm, boleh. Makasih ya.” maka mimpi yang dari dahulu ku inginkan akan terwujud. Ataukah malah kedua prasangkaku yang akan menjadi kenyataan, prasangka yang akan membuatku hanya tersenyum yang memaksaku untuk ikhlas, atau mungkin prasangka yang menjadi harapanku serta membuatku bahagia serasa terbang di langit biru ditemani puluhan bidadari disana. Aku hanya bias berharap dan menunggu saat itu tiba.
Kutengok jam tanganku dengan jantung berdebar-debar, kini menunjukan pukul 15.27. Harusnya dia telah pulang dari Kelompok belajar English Forum yang sedang mengadakan rapat untuk kegiatan English Confidence bulan depan. Perasaan itu kembali hadir di benakku saat penantianku ini hanya tinggal 115 detik lagi, kemudian ku hitung dengan stopwatch yang ada di handphone ku. Sebelumnya aku pernah bermimpi, bahwa dalam cerita ini aku akan menunggu 165 detik berdasarkan urutan ayat mengenai cinta pada Allah, tapi akhirnya telat 50 detik sehingga aku kini memperkirakan bahwa aku harus menunggunya 50 detik lebih cepat, haha akupun tertawa kecil.   Tak terasa waktu di stopwatchku pun telah menyisakan waktu 16 detik lagi. Aku tak berani sedikitpun menengok ke arah gerbang untuk memastikan dia akan lewat atau tidak. Aku hanya perlu menghitung waktu saja dengan mata terpejam, “10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, pas, bismillahirrahmanirrahim”. Ku coba menengok kesebelah kiri, dan “subhanallah!” Akupun kaget, perasaanku sebelum aku menghitung sepuluh detik tadi, cuaca di sekolah masih hujan cukup lebat. Tapi dalam hitungan yang hanya sekejap tadi, cuacanya berubah 150 derajat, menjadi gerimis yang masih lumayan deras dan hanya menumpahkan titik air saja. Tapi keherananku ini tak lebih mengherankan dari hal yang satu lagi. Hitunganku tepat, diapun berjalan dengan sedikit berlari kedepan  gerbang utama sekolah. Tanpa aku pikir lagi, akupun langsung berlari menujunya, dan melaksanakan apa yang telah kupikirkan tadi. Dan coba tebak, semuanya berjalan lancar dan semuanya terwujud. Ya Allah terimakasih atas semua yang telah tergariskan dalam cerita hidupku. Dan cerita indah itupun selalu ku ingat dan tak pernah terlupa.

0 comment:

Posting Komentar