Hobby yang satu ini tidaklah murah. Namun bagi para penggemarnya maka uang bukanlah merupakan masalah utama. Biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah preamp atau amplifier dari vacuum tube berkisar 2 juta sampai 7 juta rupiah,bahkan bisa sampai puluhan juta rupiah,namun kepuasan bagi para penggemarnya akan terpuaskan dengan alunan suara merdu saat musik diperdengarkan dari amplifier ini. Memang komponen utama untuk membangun sebuah preamp atau amplifier dari vacuum tube adalah vacuum tube sendiri dan transformator output.
Transformator output juga memberikan sumbangan yang besar pada biaya pembuatan amplifier dari vacuum tube ini. Harga
sebuah transformator output ini kira-kira 1 sampai 2 juta per buah
sedangkan untuk membangun sebuah amplifier lengkap paling tidak
diperlukan 2 buah transformator output ini. Pada pengoperasian vacuum tube pada final output stage, transformator output ini juga memegang peranan penting karena ‘match’ atau tidaknya sebuah impedansi output dengan impedansi beban. Ketidak-‘match’-an antara impedansi output dan impedansi beban akan menyebabkan daya yang dihasilkan oleh final output stage tidak semuanya diterima oleh beban.
Sejarah Vacuum Tube
Penemuan vacuum tube dimulai dengan adanya penemuan dioda vacuum tube oleh ilmuwan Inggris, John Ambrose Fleming. Pada saat itu Fleming dapat merubah tegangan AC menjadi tegangan searah (DC) dengan menggunakan vacuum tube yang dibuatnya. Inilah asal mula ditemukannya komponen tetroda, pentoda dan yang lainnya.
Operasi diode Fleming ini pada dasarnya menggunakan ide yang ditemukan oleh Thomas Edison, yaitu lampu bolam. Namun Fleming menambahkan sebuah elektroda baru di dalamnya. Ketika
filamen dari lampu bolam tersebut dipanaskan (berpijar) dan filamen
tersebut lebih negatif dari pada ekstra elektroda maka elektron yang
berada filamen panas tersebut melompat ke ekstra elektroda.
Persitiwa ini tidak terjadi ketika filamen mendapat tegangan lebih positif daripada ekstra elektroda. Dan selanjutnya ekstra elektroda ini dinamakan ‘plate’ atau ‘anode’. Selanjutnya penemuan ini dikembangkan oleh Lee De Forest dengan menambahkan sebuah elektroda lagi dengan nama ‘Grid’. Forest menemukan gejala bahwa ‘Grid’ mampu melakukan ‘modulasi’ besarnya arus elektron yang melompat dari filamen ke plate. Selanjutnya Forest menyatakan bahwa tegangan yang diberikan ke Grid dapat mengatur besarnya arus yang terjadi di plate. Dan inilah asal mula terjadinya sebuah transistor vacuum tube yang berfungsi sebagai penguat.
Operasi Dasar Vacuum Tube sebagai Amplifier
Control
grid pada operasi normal harus diberi bias tegangan negatif. Tujuannya
adalah untuk membuang arus ‘idle’ yang terjadi pada saat vacuum tube ini
tidak beroperasi. Tegangan bias
pada control grid ini tidaklah terlalu sensitif karena setiap vacuum
tube dari berbagai manufakturer mempunyai toleransi sekitar 10mA.
Pada
sebuah power amplifier yang baik tegangan bias dapat diatur namun tanpa
pengaturan pun sebuah vacuum tube dengan tube yang sama namun dari
manufakturer yang berbeda spesifikasi tegangan biasa yang digunakan
tidaklah jauh berbeda. Semua vacuum tube
beroperasi pada tegangan DC yang tinggi yaitu sekitar 400 sampai 600
volt DC sehingga sebuah power suplly DC tegangan tinggi harus dibuat
tersendiri. Pemberian tegangan DC dilluar
spesifikasi dari vacuum tube itu sendiri dapat menyebabkan vacuum tube
tidak beroperasi dengan normal. Apabila vacuum
tube mendapat tegangan anoda di atas tegangan yang dispesifikasikan oleh
manufakturernya maka umur dari vacuum tube akan berkurang tetapi tidak
terlalu banyak mempengaruhi unjuk kerjanya. Tetapi
jika tegangan DC di bawah yang dispesifikasikan oleh manufakturer maka
umur akan bertambah lama namun unjuk kerja vacuum tube tidak maksimal.
Pada sebuah amplifier tabung yang baik, untuk suplly tegangan tinggi DC biasanya digunakan diode vacuum tube juga. Ada dua macam dioda vacuum tue yang sering digunakan yaitu dioda vacuum tube dengan gas mercury seperti tipe 83, 816, 866 atau 872. Dioda ini akan menghasilkan cahaya biru keunguan. Tipe dioda rectifier yang kedua adalah dioda vacuum tube (tanpa gas) sepeti tipe 0A2, 0B2, 0C2 dan 0D3. Biasanya akan menghasilkan cahaya merah muda kekuning-kuningan. Untuk
suplly tegangan tinggi DC ini digunakan full wave rectifier karena akan
menghasilkan tegangan DC yang baik dengan tegangan ripple yang relatif
lebih kecil daripada half wave rectifier. Tegangan ripple yang terlalu besar dapat mengganggu performa dari vacuum tube.
Class A Amplifier
Class A Amplifier merupakan amplifier yang mana
vacuum tube untuk power outputnya melewatkan arus yang sama disetiap
waktu bahkan pada waktu idle atau pada saat menghasilkan daya penuh. Kondisi idle suatu vacuum tube merupakan kondisi dimana vacuum tube tersebut tidak mendapatkan sinyal input. Class
A amplifier merupakan amplifier yang paling tidak efektif karena
melewatkan arus yang sama besar baik pada saat idle maupun pada saat
menghasilkan daya penuh tetapi keuntungannya adalah distorsi yang
rendah.
1. Single
Ended Amplifier. Pada tipe amplifier ini biasanya digunakan vacuum tube
satu atau lebih yang dipasang secara paralel dan semuanya mempunyai
fasa yang sama. Aplikasinya biasanya pada amplifier gitar sederhana dan amplifier high end mewah. Para penggemar audio biasanya lebih menyenangi amplifier kelas A yang mempunyai karakteristik low distorsi. Amplifier kelas A biasanya menggunakan negative feedback. Seperti amplifier dengan vacuum tube 300B menggunakan negative feedback untuk mengurangi distorsi pada sinyal outputnya.
2. Push Pull Amplifier. Push Pull Amplifier kelas A selalu terdiri dari 2, 4 atau delapan vacuum tube. Setiap final output stage mempunyai 1 pasang vacuum tube. Sehingga
untuk tipe push pull, untuk output stagenya paling tidak diperlukan 2
buah vacuum tube. Amplifier dengan tipe push pull ini setiap outputnya
selalu dibangun dari 2 pasang vacuum tube. Masing-masing
vacuum tube tersebut selalu berbeda fasa sehingga akan menghilangkan
distorsi sinyal dan akan menghasilkan suara yang benar-benar jernih.
Class A1 Amplifier
Pada amplifier kelas ini, tegangan grid selalu negatif daripada tegangan katoda. Konfigurasi
ini akan menghasilkan lineritas dengan bandwidth yang lebar dan
biasanya digunakan bersama trioda SV300B atau dengan tetroda atau
pentoda.
Class A2 Amplifier
Pada
amplifier kelas A2 ini tegangan grid diatur sedemkian hingga lebih
positif daripada katoda. Konfigurasi ini akan menyebabkan grid akan
menarik arus dari katoda dan akan menyebabkan suhu grid naik. Untuk amplifier kelas ini tidak digunakan bersama tetroda, pentoda atau trioda seperti SV300B terutama untuk aplikais audio.
Untuk kelas A2 ini biasanya menggunakan vacuum tube khusus yang mempunyai grid khusus (rugged grid) seperti SV811 atau SV572 untuk trioda. Selain itu amplifier kelas A2 membutuhkan rangkaian driver khusus untuk mensuplly power ke grid.
Class AB Amplifier
Untuk amplifier kelas AB menggunakan konfigurasi vacuum tube push pull. Konfigurasi ini memungkinkan salah satu vacuum tube dari sebuah pasangan vacuum tube untuk cut off sedangkan vacuum tube yang lain mengatur daya output. Kondisi
ini akan meningkatkan efisiensi daya yang digunakan sehingga secara
jelas efisiensi dari amplifier kelas AB jauh di atas amplifier di kelas
A.
Namun konfigurasi ini juga menghasilkan distorsi. Oleh karena itu utuk mengurangi distorsi tersebut digunakan negative feedback.
Class B Amplifier
Amplifier yang menggunakan kelas B selalu menggunakan konfigurasi push pull pada vacuum tube untuk final output stagenya. Amplifier kelas B ini banyak digunakan untuk RF power amplifier. Amplifier
kelas B ini hampir sama dengan amplifier kelas A atau AB namun arus
pada saat vacuum tube idle sangat kecil mendekati nol.
Kondisi
ini menyebabkan efisiensi daya yang digunakan oleh amplifier kelas B
lebih tinggi daripada amplifier tipe yang telah dibahas di atas. Tetapi
juga menghasilkan peningkatan distorsi sehingga diperlukan disain
khusus dan penerapan negatif feedback untuk mengurangi efek distorsi. Jika pada
tahap pendisainan tidak memperhatikan tingginya distorsi pada amplifier
kelas ini maka sinyal output yang dihasilkan sangat buruk bahkan cacat
dan jika distorsinya telalu besar maka bukanlah tidak mungkin untuk
terjadinya distorsi cross over . Selain
itu keuntungannya adalah vacuum tube tidak panas jika dibandingkan
dengan kelas amlilfier yang lain sehingga umur vacuum tube relatif lebih
lama.
Untuk
amplifier vacuum tube, output dari final output stage vacuumtube tidak
dapat langsung disambungkan ke input speaker karena perbedaan impedansi. Output
dari final output stage mempunyai impedansi yang tinggi sedangkan
speaker mempunyai impedansi yang rendah sehingga daya yang dihasilkan
oleh final stage output tidak semuanya diterima oleh spaker. Kondisi ini akan mengakibatkan final stage ouput vacuum tube akan semakin panas.
Hal
ini dapat diatasi dengan memasang sebuah transformator output untuk
menyamakan impedansi antara final output stage dan beban yaitu speaker. Transformator
yang digunakan tidaklah transformator yang umum dipakai namuan
transformator khusus dengan penanganan pembuatan yang istimewa. Kondisi
ini harus memenuhi kriteria ultraliniear dimana impedansi input1 – CT
dan CT - input2 harus mempunyai impedansi yang benar-benar sama.
Berikut merupakan salah satu proyek amplifier 20 W yang menggunakan vacuum tube SV811. Sebagai penguat depan digunakan 6BM8 yang merupakan trioda small signal amplifier yang low power. Output dari 6BM8 ini mempunyai distorsi yang sangat kecil dengan penguatan yang besar.
Untuk bagian penguat akhir, digunakan SV811 dan SV572 yang mampu menghasilkan daya sampai 20 W. Tegangan
grid tidak diperlukan pengaturan namun langsung dengan dibias secara
langsung malalui katoda pada pentoda secara follower. Konfigurasi ini dapat menghilangkan efek ‘hum’. Untuk
meningkatkan efek transiennya transformator output maka diberi
rangkaian snubber dengan kapasitor 0.001 uF/1600 volt dan dua buah
resistor 2k7 yang diseri.
Dua
buah jalur feedback digunakan untuk mengkontrol beban pada power trioda
dan mengkompensasi perbedaan karakteristik berbagai trioda yang
digunakan. Misalnya antara trioda SV811 dan SV572.
Untuk bagian transformator powernya digunakan Hammond 282X yang memiliki tegangan output 1000 volt CT, 6A untuk beban filamen. Pada bagian regulator digunakan trioda 6BM8 dan 0A2 untuk mengkontrol tegang grid 6AS7G. Tegangan
output dari regulator ini kira-kira 575 volt DC untuk ke plate di
bagian amplifier sedangkan untuk penguat depan diturunkan sampai 420
volt DC.
0 comment:
Posting Komentar