Jumat, 22 April 2016

Dinda...

Pada suatu pagi di minggu yang tak begitu cerah, aku duduk termenung di sebuah kursi taman. Taman yang tak begitu luas di utara jakarta.


Berbekal seca...rik kertas dan sepotong pensil, aku berniat untuk melukis sesuatu. Namun telah satu jam berlalu sejak kedatanganku di taman tersebut, tak segaris pun terlukis di kertas yang mulai kusam.

Aku menatap ke arah langit, tak ada satu objek menarik yang dapat ku abadikan. Begitupun dengan segala sesuatu yang ada di taman itu, sekalipun kolam dengan air mancur yang begitu jernih dan bunga warna-warni tak mampu menggerakkan jemari-jemari kecilku.

Aku sejenak menutup mata, mencari-cari sesuatu yang menarik dalam fikiranku. Namun sia-sia, menelusuri isi kepalaku seperti terjerumus ke dalam bayangan-bayangan mantan, hanya ada bangkai-bangkai kenangan yang tak menghubungkan apapun.
Mataku tetiba terbuka ketika sebuah pesan masuk ke handphoneku.

"1 Pesan Diterima dari Sinta."

Kucing-kucing di taman tetiba berlarian ketika mendengarkan aku mengeja kata demi kata pesan yang dikirim Sinta.

"Hay Noovv, Hari ini bisa ketemu?" Isi pesan dari Sinta singkat.

Jantungku berhenti berdetak. Aku kaget setengah hidup. Ya, bagaimana mungkin aku tak kaget. Sinta, mantanku yang hampir 3 tahun tak bertemu. Tetiba mengajak ketemuan.
Aku menggampar pipiku dengan pelan. Memastikan ini bukan mimpi. Jemariku masih kaku di tombol "read". Fikiranku menerka-nerka harus menjawab apa.

"Bisa, dimana?" jawabku

"Di nasi goreng yang biasa yaa. Sejam lagi aku nyampe sana. " Belum ada 5 detik setelah pesanku dia baca, dia membalas pesanku.

Hatiku bertanya-tanya, apakah dia hanya sekedar ingin bertemu apa mau di bayarin nasi goreng jumbo yang harganya 50ribu seporsi itu yaa.. Tauk aja dia kalo duit gejian belum abis.. 

Belum sempat aku membalas pesan dari Sinta, seseorang menutup mataku dari belakang.
Adegan yang mungkin terinspirasi dari film-film romance, dia menutup kedua mataku dengan kedua tangannya.

Tangannya yang ringan dan dingin membuat mataku terasa sejuk. Dengan sigap aku memegangi tangan kanannya dengan tangan kananku. Tak membutuhkan waktu lama untukku mengetahui siapa yang berdiri tepat di belakangku. 

"Dindaaa" Teriakku

"Yaaaah ketauannn" serunya dengan nada manja

"Kamu kok kesini ngga ngajak aku sih?" Tanya Dia sambil duduk di sebelahku.

Dia mengenakan rok biru dan you can see putih. Aroma violet khasnya tercium tak asing di telinga.

Dinda, Adinda Febriana teman udah lama. Kami sudah lama mengenal sejak kelas 1, kemudian satu kampus dan sekarang satu kantor.

Kami begitu dekat, saking dekatnya hingga dia tak menyadari bahwa perasaanku padanya bukanlah sekedar teman akrab yang selama ini dia kira.

Aku memang tak pernah menyatakan perasaanku kepadanya. Seringkali terbersit di benakku, aku sudah cukup bahagia seperti. Karena itulah, aku tak berani beranjak dari zona nyamanku. Meskipun selalu aku takutkan, aku akan kehilangan dia suatu hari nanti.

"Umm.. Aku kebetulan lewat sini aja sih.. " Timpalku dengan nada parau, sambil mataku sesekali mencuri-curi senyuman manisnya.

"Bohong ah kamu Nop. Tuh kamu bawa kertas mau gambar kan? jangan boong sama aku deeh" balas dinda sembari tangan kanannya mencubit kecil pipi kiriku.

"Ehh.. Pinjem hapenya doong.. " Dengan tiba-tiba dita meraih HPku, aku nyaris lupa kalau aku harus membalas pesan dari Sinta..

"Waaahh ini dari Sinta? Sinta yang mantan pacar kamu di sma dulu kaan?" seru dia.

'sial! aku lupa mengganti password hp.." keluhku dalam hati

"Emmm.. i i i yaa" Jawabku singkat

"Kok bisa deket lagi sih? Kok ngga bilang-bilang sama aku?" dia kembali melempar pertanyaan yang menyebalkan..

"Kalau saja kamu tau, betapa menyakitkanya kalimat itu keluar dari seseorang yang aku suka. Din, kapan kamu bisa ngerti sih.. " aku kembali mengeluh dalam hati

Mentari semakin merangkak tinggi dan teriknya mulai menguras peluhku. Butir demi butir keringatku jatuh di secarik kertas yang masih kosong.

Belum sempat aku menjawab tanya dari dinda, begitupun aku tak mampu membalas pesan dari sinta.

Tetiba terlintas di fikiranku, bahwa secarik kertas kosong yang kupegang, tak berbeda jauh dengan hati ku saat ini. Tak bisa melukiskan nama siapapun di dinding hati.

0 comment:

Posting Komentar