Kalau sekedar datang menelusuri museum ini mungkin akan terasa suram dan tidak terlalu bermakna, tetapi ketika kita mencoba untuk memasuki sejarah yang ditampungnya akan terasa betapa berharganya museum ini.
Selain Rohanna Kuddus, saya juga bertemu sosok wanita dokter pertama dari Indonesia yang berasal dari Minahasa. Ia adalah Marie Thomas yang berasal dari Amurang, Sulawesi Utara. Sedikit berbeda antara tahun kelulusan yang tertulis di museum (1922) dengan yang terbaca di internet (1896), tetapi kenyataan bahwa seorang gadis dari desa di luar Pulau Jawa bisa menyelesaikan pendidikan dokter merupakan suatu informasi yang berharga bagi saya. Informasi mengenai tahun kelulusannya sebenarnya sangat berarti untuk mengetahui lama pendidikan yang dilaluinya. Apakah ia sudah termasuk dalam pendidikan kedokteran yang tujuh tahun atau belum. Sejarah Indonesia ternyata menyimpan masih banyak hal menarik untuk ditelusuri. Peran Maria Walanda Maramis dengan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) yang berada di balik kesuksesan dokter wanita pertama dari Indonesia tersebut membuat saya lebih mengenal sosok Maria Walanda Maramis.
R.A. Kartini nampaknya jauh lebih dikenal dari para pejuang emansipasi wanita lainnya itu. Hal itu tentunya disebabkan oleh kumpulan tulisannya yang dibukukan dan diterbitkan tujuh tahun setelah Kartini meninggal (1911) "Door Duisternis tot Licht" atau "Habis Gelap Terbitlah Terang". Kekuatan pemikirannya yang tertuang dalam surat-suratnya memang lebih menarik daripada hasil nyata yang dilakukannya. Tetapi tampaknya Kartini juga menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan pendidikan wanita yang terjadi zaman itu.
Mereka yang tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya di STOVIA seperti Suwardi Suryaningrat (yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara) dan Raden Mas Tirto Adhi Soerjo ternyata tetap cemerlang dalam bidang lain yang mereka pilih. Ki Hajar Dewantara kemudian cemerlang dalam bidang pendidikan, sedangkan R.M. Tirto Adhi Soerjo lebih sukses dalam hal penerbitan surat kabar, termasuk surat kabar pertama yang berbahasa Melayu.
Tahun ini dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional, diadakan pameran Sarekat Dagang Islam yang sudah hadir sejak 1905, dan setelah kehadiran Boedi Oetomo kemudian mereka mulai memasuki dunia politik dan pada tahun 1912 menjadi Sarekat Islam.
Makna kebangkitan nasional yang terbaca terutama terletak pada kemampuan generasi muda bangsa memasuki perjuangan secara intelektual, tidak lagi sekedar mengandalkan tenaga fisik seperti perjuangan lokal sebelumnya. Apakah jarak 103 tahun yang memisahkan generasi ini telah membantu bertumbuhnya semangat kebangkitan nasional? Ataukah justru kemunduran yang terjadi? Mari menelusuri Museum Kebangkitan Nasional dan merefleksikan bagaimana generasi terdahulu membangkitkan inspirasi berbangsa dari lokal ke skala nasional dalam Sumpah Pemuda 1928.
0 comment:
Posting Komentar