Kau Tau?...

Kau tahu apa yang menyenangkan? Saat perempuan-perempuan berpikir aku pernah mencintai mereka. Dan tebak apa yang menyakitkan? Mencintaimu.

Hai Aku...

Hai orang yang gagal jatuh cinta, sedang apa kau? Ah, senyummu! Kukenal senyum palsu itu! Aku juga pernah melakukannya saat bersamamu.

Hanya Kamu

Aku sayang kamu sejak lama, tapi kini aku punya mata yang baru. Mata yang tertutup bagi segala keindahan perempuan yang bukan kamu.

Beda Cerita

Beda ceritanya, antara kamu sudah mengisi hati seseorang atau kamu hanya sedang membuat seseorang sibuk hingga tak sempat menengok hatinya.

Bangga Menjadi Diri Sendiri

Kamu harus bangga bahwa kamu adalah kamu. Sebab mungkin tidak mudah bagi orang lain bila menjadi kamu. :)

Minggu, 23 Agustus 2020

Flashpoint Paradox

Hey! Gw sudah lama tidak mengolahragakan jari diatas keyboard laptop. Mungkin setiap kata dan bahasa di tulisan kali ini akan terasa sedikit getir untuk dilafalkan. Dan sudah di laptop yang berbeda pula dari postingan terakhir yang berhasil di publish. Kalau kerjaan, masih sama. Hmm

Ada yang menyentil di fikiran tentunya, sehingga tiba-tiba gw pengen nulis kayak gini. Yaitu temen hobi yang sekaligus junior gw baru saja berbagi kisah hidupnya yang saat ini di titik yang mirip sekali dengan gw di usianya dulu. Apa itu?

Pengakuan cinta, dia mengutarakan perasaannya kepada seseorang hanya untuk mendapatkan kelegaan. GILA!

Gw coba yakinkan kembali ketika dia belum melakukan ini. Apa betul hanya untuk mendapatkan kelegaan? Apa ekspektasi sebenarnya? Sudah berapa skenario yang lu siapin untuk setiap respon yang mungkin saja akan variatif? Apa untungnya sekedar si cewek tau kalo lo suka sama dia? Apa cukup bagi si cewek melihat ketulusan lu hanya untuk dikasihani? Gw fikir penolakan akan lebih baik dibanding dengan sekedar kelegaan semu yang pastinya datang bersama penyesalan yang bahkan bisa muncul langsung di esok harinya! 

Ya kan? Kan ngga mungkin persis dengan apa yang gw lakukin dulu! Cuman sekedar menaruh tujuan sekedar bilang tanpa meminta apapun? Jujur gw merasa akan kecewa kalo misal betul-betul sama kayak gw dulu.

Tapi apa mau dikata, mungkin itu sudah lebih dari cukup baginya, saat ini. Tidak baik berharap terlalu banyak tentang sesuatu hal. Bahkan yang kepada tuhan, terlalu banyak meminta sesutu yang diri sendiri tak mampu untuk menjaganya, sudah pasti tak baik. Apalagi berharap lebih pada keberuntungan semacam; bersamanya dalam kesebentaran.

Kembali pada topik. Memang, kelegaan apa yang didapatkan dan apa yang di sesali setelahnya. Kira-kira gw bisa jelasin dalam kata-kata ngga ya?

Minggu, 18 November 2018

Hujan

Kepedihan itu tatkala titik-titik air
Ketika ia timbul lalu menguap membentuk awan tipis yang lembut seperti kapas
Namun ketika membuncah, ia seketika gelap tak lagi indah
Menutupi cahaya sang surga

Yang ada adalah kesenduan
Mau berapa lama lagi ditahan, itu hanya masalah waktu
Kemudian datanglah sang bala tentara langit, namanya angin
Siapa yang tau darimana asalnya, yang aku tahu hanyalah derunya mengganggu awan

Memaksa untuk tak dapat bertahan lebih lama lagi
Kemudian awan gelap kembali menjadi titik-titik air yang jatuh sebagai hujan
Perlahan, perlahan lalu deras membasahi tiap jejak kaki

Tahukah kau? bahwa sekuat apapun kau menahan pedih agar tak kentara
Suatu saat dia akan menampakkan dirinya dan turut membasahi hati yang lain
Tapi biarlah kesedihan itu tercurah, biarlah sirna dengan sendirinya
Hingga sang terang itu menyinari kebali sukmamu yang telah lama suram

Rabu, 24 Oktober 2018

Sembunyi

Aku ingin sembunyi dibalik dadamu yang mulai membiru karena rindu.
Atau dibalik sehelai rambut di keningmu yang membujur hingga ke alis yang tak bergeming ketika aku tiup. Melekat dikulit bercampur adonan maskara dan peluh yang enggan jatuh.

Aku ingin sembunyi dibalik anting kecilmu, yang berayun bebas menyentuh lehermu, membelainya tanpa rasa geli, tanpa permisi.
Atau dibalik kaus kaki putih setinggi mata kakimu, yang menyembunyikan bekas luka terkilir saat kau panjat punggungku jum'at kemarin.

Aku ingin sembunyi, dari kamu. Bisa? Dimana?

Minggu, 07 Oktober 2018

Dona - Lembar Terakhir

Sembari menyelesaikan ceritaku tentang Mytha dan Anggika, seperti biasa aku punya another distraction. Bukan gangguan ya, tapi pengalihan; yang kali ini kepada gadis manis yang berpostur jangkung namanya Dona.

Dia adalah teman satu SMP. Pernah sekelas. Secara status belum pernah jadi pacar, tapi beberapa semester sempat saling sayang-sayangan. Lucunya dengan tak ada status pun, satu sekolah sudah menganggap kami pacaran. Iyalah, kemana-mana berdua.

Kami mulai dekat ketika sekelas di kelas 2. Lalu ala-ala pacaran sampai lulus sekolah dan putus ketika dia tak lagi intens kontekan dengan alasan SMA kami yang berbeda dan nyaris tak mungkin untuk bertemu sekalipun dalam sebulan. Karena itulah dengan pertama kalinya aku memaki jarak dan waktu.

Di pertengahan juli, sebuah pesan WhatsApp muncul dari kontak baru dengan display picture langit biru yang kosong, hanya sedikit awan menghiasai tepiannya.

"Novaaaaaaaaaaa....." tulisnya singkat tanpa ada kalimat lanjutan..

Aku tunggu beberapa waktu, ku fikir mungkin dia belum menyelesaikan fikirannya untuk menuliskan kalimat sapa atau tanya.

Sampai satu jam berlalu tiada satu kata pun yang bertambah.


Minggu, 16 September 2018

After Sunrise

Hai, Nona!

Aku ingin memintamu untuk mendengarkan ceritaku, tapi aku takut akan segugup apa aku kali ini. Jadi, aku paksa kamu membaca ceritaku, entah akan sepanjang apa.

Maaf harus berhutang 1$ lagi. Meminta kamu mendengar kan pernyataanku.
Aku tahu kamu sudah tak mau membahas ini, akupun sama.
Tapi jujur, siang ini aku merasa ada yang belum selesai diantara kita.
Memang tidak seperti jumat malam kemarin, masalahnya ada di aku dan kamu.
Kali ini masalnya ada pada aku dengan diriku sendiri, tapi tentang kamu.
Dan yang aku tahu, apa yang ingin aku utarakan bukan sesuatu yang bisa dibahas di kantor. Tapi aku juga sudah tak boleh lagi mengajakmu keluar atau meminta untuk datang ke tempatmu lagi (yang menurutku sudah tidak ada lagi kesempatan kedua; untuk kali ini).

Tidak banyak yang bisa ku ceritakan padamu kemarin. Kalau diibaratkan, kamu bacakan 1 Seri Buku Harry Potter, sedang aku hanya bacakan 1 sajak Hamsad Rangkuti. Bukannya aku enggan, aku hanya belum cukup pintar untuk menceritakan dengan cara apa dan darimana aku harus memulai. Tapi aku bersyukur, dari banyak ceritamu yang kudengarkan; ada yang menggugah hatiku; ada yang memberi kekuatan aku untuk bangkit; ada yang menerangkan cara berfikirku yang kelam.

Kau tahu, aku harus mengakui bahwa aku masih membenci matamu yang cantik itu. Menatapnya membuatku melihat jelas kebodohanku. Kalau saja aku boleh memilih, aku lebih baik bodoh dalam menulis cerita fiksi daripada bodoh dalam bersikap. Tapi Tuhan punya cara sendiri; aku harus bersyukur bahwa melalui drama kemarin aku bisa mengenal kamu dan mengenal diriku sendiri.
Tapi boleh lah aku meminta potret matamu untuk ku pandang sekali-kali,sebagai pengingat bahwa bidadari itu nyata. *ini gombal

Oh iya, aku juga harus meminta maaf. Tak seharusnya aku yang menutup pagar rumahmu sebelum berpulang. Tapi sungguh, tangan dan kakiku seperti bergerak dengan maunya sendiri. Mungkin ia enggan untuk melihat kamu lagi dan enggan untuk membuat kamu melihat kebodohanku yang lain. Hahaha
Terlebih, kamu harus kembali ke kamar untuk segera mandi. Aroma tubuhmu semakin siang semakin menyengat di hidung, aku takut tanaman di halaman rumahmu mati karenamu.

Ada yang lucu di hari kemarin, selekas pamit dari rumahmu aku salah ambil rute. Alih-alih ingin cepat sampai, aku malah terjebak macet parah. Aku tak tahu kalau daan mogot sedang ada perbaikan jalan separuh jalur.
Tapi bagian lucunya bukan itu, pada sepertiga perjalanan pulang aku seperti di tersambar petir. Dadaku tetiba sesak, mataku sembap, tanganku gemetar. Beberapa saat aku berfikir "ah munkin gejala demam lagi" sampai aku menyadari sesuatu membasahi tanki motorku.
Sial! Air mataku berjatuhan! Ia memaksaku untuk berhenti sejenak di pinggiran jalan tepat di depan halte sebelum Fly Over roxy.
Sempat berfikir untuk kembali, tapi aku ingat bahwa aku harus segera ke kantor. Dan sekalipun orang kantor mau menunggu, belum tentu kamu mau menerimaku untuk duduk lagi di ruang tamu.
Di kemelutku, tetiba aku tersadar oleh dua lelaki yang sedang duduk dihalte. Salah seorang dari mereka bercakap "Eh nanti cari mushola dulu ya, gw belom shalat". Aku tebak mereka janjian pergi dengan bertemu di halte ini, sedang salah seorang belum shalat.
"Oh iya, aku harus shalat! Allah akan beri jawaban untuk segala tanyaku!" fikirku, lalu cabut pergi lagi.

Kamu benar bahwa perihal kesembuhan aku telah meminta dan mencari pada hal yang salah. Aku tulis kembali kalimatmu pada Whatsapp Chat "Tapi aku selalu mengingatkan utk banyak berdoa. Iya ga?"
Iya, aku lupa untuk meminta kesembuhan pada yang maha menyembuhkan. Allah Azza wa Jalla Asy-Syafi, Sang Maha Menyembuhkan segala penyakit lahir dan batin. Aku tak bisa memaksa hati ini untuk sembuh, apalagi meminta orang lain untuk menyembuhkan.

Tapi sekali lagi sial, pagi tadi setelah terbangun dari tidur pulasku, tetiba teringat lagi dan aku menangis lagi, cukup lama.
Gila, sudah lama aku ngga nangis. Eh sekalinya nangis karena masalah ngga lucu kayak ginian. hahahahaha

Sial, setelah kemarin aku makin banyak bicara. Payah! Jangan sampai aku harus kembali jadi diriku 11 Tahun yang lalu.

Perihal masalahku dengan diriku sendiri, aku akan coba berdamai. Kufikir tidak baik harus berkelahi dengan egoku sendiri. Aku harus mengalah, aku harus mencair. Aku akan memeluknya perlahan, menjadikan ia teman.
Aku tak bisa membuang dia, aku harus berdampingan dengan egoku. Hanya saja aku yang harus mengambil alih kontrol atas diriku, sekali lagi.

Sayangnya, aku tak bisa mereset kita. Tapi bolehlah aku memaksa untuk berdamai, ya. *Mengulurkan tangan